Surabaya, 17 April 2025 – Insiden menegangkan terjadi di Surabaya hari ini ketika rombongan Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer, didampingi Wakil Wali Kota Surabaya Armuji dan perwakilan Polda Jawa Timur, dihalangi masuk ke gudang UD Sentosa Seal, perusahaan yang diduga menahan ijazah karyawannya. Kejadian ini mengungkap praktik kontroversial di dunia kerja dan menggarisbawahi pentingnya penegakan hukum atas hak-hak pekerja.
Kedatangan rombongan Wamenaker ke gudang UD Sentosa Seal di Jalan Surya Mulia Permai H-14, Margamulyo, Surabaya, Kamis siang, bertujuan untuk menyelidiki laporan penahanan ijazah sejumlah karyawan perusahaan tersebut. Namun, sejak awal, Jan Hwa Diana, pemilik UD Sentosa Seal, menunjukkan penolakan keras terhadap upaya investigasi tersebut.
Petugas kepolisian dari Polrestabes Surabaya yang mendampingi rombongan Wamenaker berupaya melakukan pendekatan persuasif kepada Diana. Meskipun telah dijelaskan secara berulang kali tentang maksud kedatangan rombongan yang terdiri dari perwakilan pemerintah dan kepolisian, Diana tetap bersikeras menolak akses masuk ke area gudang. Setelah negosiasi panjang dan upaya meyakinkan yang dilakukan oleh pihak kepolisian, Diana akhirnya mengalah, namun hanya bersedia membuka pintu kecil, bukan gerbang utama gudang.
Di dalam gudang yang penuh dengan barang-barang dalam rak dan kardus, Wamenaker Immanuel Ebenezer, yang akrab disapa Noel, menyampaikan maksud kedatangannya. Ia menekankan pentingnya sinergi antara pengusaha dan karyawan, serta menegaskan bahwa perusahaan tidak berhak menahan ijazah karyawan. "Instansi kami bertugas melindungi dunia usaha, termasuk pekerja. Pengusaha dan karyawan mesti sejalan bersama," tegas Noel dalam keterangan tertulisnya. Ia meminta agar perusahaan segera mengembalikan ijazah karyawan yang masih ditahan.
Namun, Diana membantah keras tuduhan penahanan ijazah. Meskipun sejumlah nama mantan karyawan yang ijazahnya diduga ditahan disebutkan, Diana tetap bersikukuh tidak pernah melakukan hal tersebut. Upaya persuasif yang dilakukan Wamenaker untuk membuka dialog yang konstruktif pun menemui jalan buntu.
"Kita jangan berdiri begini seakan-akan hanya untuk berbantah-bantahan, kalau boleh kita bicara baik-baik di kantor," ajak Noel dengan nada diplomatis. Namun, Diana menjawab, "Maaf, di sini kami tak punya kantor." Wamenaker kemudian menawarkan alternatif tempat diskusi yang lebih representatif, sehingga akhirnya rombongan diajak ke lantai dua gudang, ke sebuah ruangan yang menurut Noel menyerupai kantor, lengkap dengan pendingin ruangan (AC), komputer, dan rak berkas.
Di ruangan tersebut, perdebatan mengenai penahanan ijazah kembali terjadi. Diana terus membantah tuduhan tersebut, meskipun beberapa mantan karyawan yang ijazahnya masih ditahan turut hadir dan memberikan kesaksian. Puncaknya, saat Wamenaker menunjukkan foto Putri, seorang mantan karyawan yang ijazahnya juga masih ditahan dan yang juga berperan sebagai pewawancara calon karyawan dan penandatangan tanda terima penahanan ijazah, Diana dengan sinis membantah mengenal Putri.
"Saya tidak kenal," kata Diana sambil memalingkan muka. Namun, Putri sendiri memberikan kesaksian bahwa ia selalu menginformasikan kepada para calon karyawan tentang tanda terima penahanan ijazah dan cara pengambilannya kembali. Bahkan, rekaman suara percakapan antara Diana dan seorang mantan karyawan diputar, di mana Diana secara jelas berjanji akan mengembalikan ijazah. Meskipun mengakui itu suaranya, Diana tetap bersikukuh membantah tuduhan penahanan ijazah.
Setelah berbagai upaya persuasif dan klarifikasi fakta gagal membuahkan kejujuran dari Jan Hwa Diana, Wamenaker Immanuel Ebenezer akhirnya menyerahkan proses selanjutnya kepada pihak kepolisian. Ia mempersilakan Polrestabes dan Polda Jawa Timur untuk memproses pengaduan para mantan karyawan yang ijazahnya diduga masih ditahan oleh UD Sentosa Seal.
Kasus ini menyoroti permasalahan yang lebih luas tentang hak-hak pekerja di Indonesia. Praktik penahanan ijazah sebagai jaminan kerja merupakan pelanggaran hukum yang merugikan pekerja dan melanggar asas keadilan dan kesetaraan. Kejadian ini juga menjadi catatan penting bagi pemerintah untuk memperkuat pengawasan dan penegakan hukum di dunia kerja, guna melindungi hak-hak pekerja dan menciptakan lingkungan kerja yang adil dan bermartabat. Langkah selanjutnya dari pihak kepolisian dan proses hukum yang akan dijalani oleh UD Sentosa Seal akan menjadi penentu dalam memberikan keadilan bagi para korban dan mencegah terulangnya praktik serupa di masa mendatang. Kasus ini juga menjadi sorotan publik dan diharapkan dapat mendorong reformasi di bidang ketenagakerjaan untuk memastikan perlindungan yang lebih baik bagi para pekerja. Keberanian Wamenaker untuk turun langsung ke lapangan dan berupaya menyelesaikan masalah ini patut diapresiasi, menunjukkan komitmen pemerintah dalam melindungi hak-hak pekerja.