Jaipur, India – Wakil Presiden Amerika Serikat (AS), J.D. Vance, dalam kunjungannya ke India pada Selasa (22 April 2025), menyampaikan pesan yang tegas mengenai urgensi pembentukan kemitraan strategis yang kuat antara kedua negara. Vance menekankan bahwa kerja sama yang erat antara AS dan India, khususnya di sektor energi dan pertahanan, menjadi kunci untuk menghadapi tantangan geopolitik global, terutama di tengah meningkatnya persaingan ekonomi dan perdagangan dengan Tiongkok. Ia bahkan memperingatkan akan konsekuensi yang suram jika kedua negara gagal menjalin kerja sama yang substansial.
Berbicara di hadapan ratusan mahasiswa, pengusaha, pejabat pemerintah, dan politisi di Jaipur, Vance melukiskan dua skenario masa depan yang kontras. “Jika India dan Amerika Serikat bisa bekerja sama dengan baik,” ujarnya, seperti dikutip Reuters, “abad ke-21 akan menjadi masa yang makmur dan damai.” Namun, ia menambahkan dengan nada yang lebih serius, “Tapi saya juga percaya bahwa jika kita gagal bekerja sama, abad ke-21 bisa menjadi masa yang sangat gelap bagi seluruh umat manusia.”
Pernyataan Vance ini mencerminkan keprihatinan mendalam pemerintahan AS terhadap dinamika geopolitik terkini. Persaingan ekonomi dengan Tiongkok, yang ditandai dengan perang dagang yang telah berlangsung beberapa waktu, telah mendorong AS untuk mencari mitra strategis yang dapat memperkuat posisinya di panggung dunia. India, dengan pertumbuhan ekonomi yang pesat dan potensi pasar yang besar, dinilai sebagai mitra yang sangat penting dalam strategi ini.
Vance secara khusus memuji langkah-langkah yang telah diambil India dalam merespon kebijakan tarif AS, khususnya yang diterapkan di masa pemerintahan Presiden Donald Trump. Ia menilai bahwa penyeimbangan kembali perdagangan global, meskipun diiringi tantangan, akan memberikan manfaat besar bagi masyarakat India. Lebih jauh, Vance melihat potensi India untuk menjadi pusat manufaktur global di tengah tekanan tarif tinggi yang dihadapi Tiongkok. Kemitraan strategis dengan AS, menurutnya, akan memperkuat posisi India dalam mencapai ambisi tersebut.
Dalam konteks pertahanan, Vance secara terbuka menyatakan harapan AS untuk meningkatkan kerja sama militer dengan India. Ia menyebut pembelian peralatan pertahanan AS oleh India, termasuk jet tempur F-35 buatan Lockheed Martin, sebagai langkah yang wajar dan saling menguntungkan. “Tentu saja kami ingin lebih banyak bekerja sama,” kata Vance. “Kami ingin menjalin kolaborasi yang lebih erat, dan kami juga ingin India membeli lebih banyak alat militer kami.” Pernyataan ini mengisyaratkan adanya upaya AS untuk memperkuat kerja sama pertahanan bilateral, termasuk melalui latihan militer bersama yang telah rutin dilakukan kedua negara.
Selain sektor pertahanan, Vance juga menyoroti pentingnya kerja sama di bidang energi. Ia menyatakan keinginan AS untuk meningkatkan ekspor energi ke India dan membantu India dalam mengeksplorasi sumber daya alamnya sendiri, termasuk cadangan gas alam lepas pantai dan mineral penting. Kerja sama di bidang energi nuklir, menurut Vance, menjadi fokus utama kedua negara. Hal ini menunjukkan upaya AS untuk membantu India memenuhi kebutuhan energinya yang terus meningkat, sekaligus memperkuat ketergantungan energi India yang lebih beragam dan mengurangi ketergantungan pada sumber-sumber energi tertentu.
Kunjungan Vance ke India juga terjadi dalam konteks negosiasi perdagangan yang sedang berlangsung antara kedua negara. India saat ini sedang berupaya untuk mencapai kesepakatan dagang awal dengan AS, mitra dagang terbesarnya, sebelum masa jeda 90 hari atas tarif resiprokal berakhir. Pernyataan Vance dapat diinterpretasikan sebagai upaya untuk mendorong percepatan negosiasi tersebut dan menekankan pentingnya kerja sama ekonomi yang saling menguntungkan bagi kedua negara.
Secara keseluruhan, kunjungan dan pernyataan Vance mencerminkan strategi AS yang lebih luas dalam menghadapi persaingan global. India dilihat sebagai mitra kunci dalam upaya AS untuk membentuk tatanan dunia yang lebih seimbang dan menghadapi tantangan yang ditimbulkan oleh kekuatan-kekuatan besar lainnya. Peringatan Vance tentang “masa yang gelap” jika kerja sama gagal terjalin menunjukkan betapa pentingnya AS memandang kemitraan strategis dengan India, bukan hanya untuk kepentingan kedua negara, tetapi juga untuk stabilitas dan kemakmuran global. Keberhasilan negosiasi perdagangan dan peningkatan kerja sama di bidang pertahanan dan energi akan menjadi penentu utama apakah visi masa depan yang cerah atau suram yang digambarkan Vance akan terwujud. Pernyataan ini juga menunjukkan bahwa AS siap untuk berinvestasi secara signifikan dalam kemitraan ini, baik secara ekonomi maupun strategis. Masa depan hubungan AS-India, dan implikasinya bagi tatanan global, akan sangat bergantung pada bagaimana kedua negara dapat mengatasi tantangan dan memanfaatkan peluang yang ada di depan mata.