Jakarta, 7 April 2025 – Dalam sebuah manuver diplomasi yang tak biasa, Vietnam menawarkan penghapusan total tarif impor untuk produk-produk Amerika Serikat (AS) sebagai upaya untuk menghindari tarif balasan 46% yang dijatuhkan oleh pemerintahan sebelumnya. Langkah berani ini diungkap menyusul percakapan telepon antara Sekretaris Jenderal Partai Komunis Vietnam, To Lam, dan mantan Presiden AS Donald Trump, yang diumumkan melalui platform media sosial Truth milik Trump pada Minggu (6/4/2025).
Trump dalam pernyataannya mengklaim bahwa Lam telah menyatakan kesediaan Vietnam untuk memangkas tarif impor hingga nol persen jika kesepakatan bilateral tercapai. "Baru saja melakukan panggilan telepon yang sangat produktif dengan To Lam, Sekretaris Jenderal Partai Komunis Vietnam, yang memberi tahu saya bahwa Vietnam ingin memangkas tarif mereka hingga nol jika mereka mampu membuat kesepakatan dengan AS," tulis Trump. Ia menambahkan bahwa keduanya sepakat untuk segera bertemu guna membahas lebih lanjut penghapusan tarif tersebut dan menyampaikan rasa terima kasihnya atas inisiatif Vietnam. "Saya mengucapkan terima kasih kepadanya atas nama negara dan saya menantikan pertemuan dalam waktu dekat," tulisnya.
Pernyataan Trump tersebut kemudian dikonfirmasi oleh pihak Vietnam. Laporan dari portal pemerintah Vietnam menegaskan kesediaan Lam untuk bernegosiasi menuju penghapusan tarif impor menjadi nol untuk barang-barang AS. Namun, dalam sebuah langkah yang menarik perhatian, Vietnam juga mengajukan usulan timbal balik. Laporan tersebut menyebutkan, "Pada saat yang sama (Lam) mengusulkan agar AS menerapkan tarif pajak yang sama terhadap barang-barang yang diimpor dari Vietnam." Usulan ini mengindikasikan bahwa Vietnam berupaya untuk mencapai keseimbangan perdagangan yang lebih adil dalam hubungan bilateral dengan AS.
Kedua pemimpin sepakat untuk melanjutkan negosiasi, membuka peluang bagi penandatanganan perjanjian bilateral mengenai tarif dalam waktu dekat. Trump bahkan menerima undangan untuk mengunjungi Vietnam. Kecepatan dan intensitas negosiasi ini menunjukkan urgensi situasi bagi kedua negara, mengingat tarif 46% AS terhadap impor Vietnam dijadwalkan berlaku efektif pada 9 April 2025.
Langkah Vietnam ini memiliki konteks ekonomi dan geopolitik yang signifikan. Sebagai basis manufaktur utama bagi banyak perusahaan Barat, termasuk raksasa sepatu olahraga seperti Nike, Adidas, dan Puma, Vietnam memiliki surplus perdagangan yang sangat besar dengan AS, melebihi US$ 123 miliar pada tahun lalu. Ancaman tarif 46% sebelumnya telah menimbulkan kekhawatiran di pasar global, menyebabkan penurunan tajam harga saham perusahaan-perusahaan tersebut karena potensi peningkatan biaya produksi dan harga jual.
Pengumuman kesepakatan potensial antara Trump dan Lam telah memberikan sentimen positif di pasar. Meskipun belum ada detail pasti mengenai isi perjanjian yang akan dicapai, potensi penghapusan tarif impor secara signifikan akan mengurangi beban biaya bagi perusahaan-perusahaan yang beroperasi di Vietnam dan mengekspor produknya ke AS. Hal ini dapat mencegah lonjakan harga dan menjaga daya saing produk-produk tersebut di pasar AS.
Namun, kesepakatan ini juga menimbulkan sejumlah pertanyaan. Rincian teknis mengenai komoditas yang akan dikenakan tarif nol, mekanisme pengawasan, dan jangka waktu perjanjian masih belum jelas. Usulan Vietnam untuk penerapan tarif yang sama terhadap barang-barang impor dari Vietnam ke AS juga membutuhkan kajian lebih lanjut. Apakah AS akan menerima usulan ini, dan bagaimana hal ini akan mempengaruhi keseimbangan perdagangan bilateral, masih menjadi teka-teki.
Lebih jauh, perlu dicermati konteks politik dari negosiasi ini. Percakapan antara To Lam dan Donald Trump, yang bukan lagi pejabat pemerintahan AS, menimbulkan pertanyaan mengenai peran dan pengaruh mantan presiden AS dalam kebijakan perdagangan AS. Meskipun pernyataan Trump dan konfirmasi dari Vietnam menunjukkan adanya kesepakatan awal, proses ratifikasi dan implementasi kesepakatan tersebut masih membutuhkan persetujuan dari pihak-pihak berwenang di AS.
Terlepas dari ketidakpastian tersebut, langkah Vietnam untuk menawarkan penghapusan total tarif impor merupakan strategi yang berani dan tidak konvensional. Ini menunjukkan keseriusan Vietnam dalam menjaga hubungan ekonomi yang baik dengan AS dan menghindari dampak negatif dari tarif impor yang tinggi. Namun, keberhasilan strategi ini bergantung pada kemampuan Vietnam untuk mencapai kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak dan mendapatkan persetujuan dari pihak-pihak berwenang di AS. Perkembangan selanjutnya dari negosiasi ini akan menjadi sorotan bagi para pelaku bisnis dan pengamat ekonomi global. Kejelasan detail perjanjian dan implementasinya akan menjadi penentu keberhasilan strategi berani Vietnam ini dalam menghadapi tantangan tarif impor dari AS.