Washington D.C. – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali melancarkan serangan verbal terhadap Gubernur Federal Reserve (The Fed), Jerome Powell, menuduhnya lamban dan salah dalam merespon kondisi ekonomi nasional. Serangan terbaru ini, yang disampaikan melalui unggahan di platform media sosial Truth Social dan dalam konferensi pers di Ruang Oval, Kamis (17/4/2025), menunjukkan meningkatnya ketegangan antara Gedung Putih dan bank sentral AS.
Trump, dalam unggahannya yang bernada sinis, menyebut laporan terbaru Powell sebagai "kacau" dan menuding The Fed, di bawah kepemimpinan Powell, tertinggal jauh di belakang bank sentral Eropa dalam hal kebijakan moneter. Ia secara eksplisit mengancam akan memecat Powell, mengulangi sentimen yang telah beberapa kali ia sampaikan sebelumnya.
"Jerome Powell dari Fed, yang selalu TERLAMBAT DAN SALAH, seperti biasa kemarin menyampaikan laporan yang ‘kacau’ lainnya," tulis Trump dalam unggahannya. Nada keras ini mencerminkan ketidakpuasan mendalam Trump terhadap kinerja Powell dan kebijakan suku bunga The Fed yang dianggapnya tidak cukup agresif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi.
Dalam konferensi pers terpisah di Ruang Oval, Trump memperkuat ancaman pemecatannya terhadap Powell. Dengan nada tegas dan tanpa basa-basi, ia menyatakan ketidaksenangannya terhadap kinerja Gubernur The Fed tersebut.
"Saya rasa dia tidak melakukan tugasnya dengan baik. Dia terlambat. Selalu terlambat. Sedikit lambat dan saya tidak senang dengannya," tegas Trump. Ia kemudian menambahkan ancaman pemecatannya dengan kalimat yang lugas dan penuh keyakinan, "Dan jika saya ingin dia keluar, dia akan keluar dari sana secepatnya, percayalah."
Serangan Trump ini muncul sehari setelah Powell menyampaikan analisisnya mengenai dampak kebijakan tarif impor yang diterapkan oleh pemerintahan Trump terhadap perekonomian AS. Powell, dalam pernyataannya, menekankan bahwa kebijakan tarif tersebut telah menciptakan perubahan fundamental dalam lanskap ekonomi AS, dengan besaran tarif yang jauh melampaui antisipasi The Fed sebelumnya.
Menurut Powell, perubahan drastis ini belum pernah terjadi dalam sejarah ekonomi modern, menempatkan The Fed dalam situasi yang belum pernah dipetakan sebelumnya. Situasi ini, menurutnya, telah memaksa The Fed menghadapi tantangan yang belum pernah dihadapi selama beberapa dekade terakhir, yaitu stagflasi – kombinasi antara inflasi tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang stagnan.
Pernyataan Powell ini sejalan dengan pandangan sejumlah pejabat The Fed lainnya dalam beberapa pekan terakhir. Mereka secara konsisten memperingatkan bahwa kebijakan tarif impor Trump berpotensi mendorong inflasi dan meningkatkan angka pengangguran. Kekhawatiran ini juga diutarakan oleh beberapa tokoh ekonomi terkemuka, termasuk miliarder Ray Dalio, yang memprediksi bahwa kebijakan tarif tersebut telah mendorong, atau setidaknya mendekati, resesi ekonomi AS.
Kritik terhadap kebijakan tarif Trump bukan hanya datang dari kalangan pejabat The Fed dan ekonom terkemuka. Banyak analis ekonomi independen juga telah menyoroti potensi dampak negatif kebijakan tersebut terhadap pertumbuhan ekonomi jangka panjang AS. Mereka memperingatkan bahwa perang tarif dapat mengganggu rantai pasokan global, meningkatkan harga barang impor, dan pada akhirnya menekan daya beli konsumen.
Perselisihan antara Trump dan Powell ini bukan sekadar perselisihan pendapat biasa. Ini mencerminkan perbedaan mendasar dalam filosofi ekonomi dan pendekatan kebijakan moneter. Trump, yang dikenal dengan kecenderungannya untuk memprioritaskan pertumbuhan ekonomi jangka pendek, tampaknya menginginkan The Fed untuk menurunkan suku bunga secara agresif untuk merangsang pertumbuhan, meskipun hal itu berpotensi meningkatkan inflasi.
Sebaliknya, Powell dan The Fed tampaknya lebih memprioritaskan stabilitas harga dan menghindari risiko inflasi yang tidak terkendali. Mereka berpendapat bahwa menurunkan suku bunga secara agresif tanpa mempertimbangkan dampak inflasi dapat berakibat fatal dalam jangka panjang.
Ancaman pemecatan Powell oleh Trump menimbulkan pertanyaan serius mengenai independensi The Fed. Bank sentral AS secara tradisional beroperasi secara independen dari pemerintah, bertujuan untuk menjaga stabilitas ekonomi tanpa tekanan politik. Jika Trump benar-benar memecat Powell karena perbedaan pendapat mengenai kebijakan moneter, hal itu akan menjadi preseden yang berbahaya dan dapat melemahkan kredibilitas The Fed di mata pasar global.
Ke depan, perselisihan antara Trump dan Powell akan terus menjadi sorotan utama dalam dunia ekonomi dan politik AS. Dampaknya terhadap kebijakan moneter AS, stabilitas ekonomi, dan kepercayaan pasar internasional masih belum dapat dipastikan sepenuhnya. Namun, satu hal yang jelas adalah bahwa ketegangan antara Gedung Putih dan The Fed akan terus menjadi faktor penting yang perlu dipertimbangkan dalam menilai prospek ekonomi AS. Pertanyaannya kini adalah, seberapa jauh Trump akan melangkah untuk mengganti Powell dan apakah tindakan tersebut akan berdampak positif atau negatif bagi perekonomian AS.