Trump Ajak China Berunding, Ancam Balik Serangan Tarif Impor

Jakarta, 12 April 2025 – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyerukan kepada Pemerintah China untuk mengakhiri eskalasi perang tarif impor melalui jalur negosiasi, bukan konfrontasi. Seruan ini disampaikan Juru Bicara Gedung Putih, Karoline Leavitt, beberapa jam setelah Beijing menaikkan tarif impor barang-barang asal AS hingga 125%, meningkat signifikan dari sebelumnya 84%. Langkah China tersebut semakin memperkeruh hubungan ekonomi kedua negara adikuasa dunia ini.

Leavitt, dalam pernyataan yang dikutip dari Fox Business, menegaskan komitmen Trump untuk mencapai kesepakatan perdagangan yang saling menguntungkan dengan China. "Presiden telah secara tegas menyatakan kesediaannya untuk bernegosiasi dengan China," ujar Leavitt. Pernyataan ini mengindikasikan perubahan strategi, atau setidaknya sebuah upaya untuk meredakan ketegangan yang semakin meningkat antara Washington dan Beijing di tengah perselisihan perdagangan yang telah berlangsung selama beberapa tahun terakhir.

Lebih lanjut, Leavitt memperingatkan China atas konsekuensi dari tindakan proteksionis yang terus dilakukan. Ia menekankan kekuatan ekonomi AS sebagai landasan bagi pendekatan negosiasi yang ditawarkan Trump. "Jika China terus melakukan serangan balasan, hal itu justru akan merugikan mereka sendiri. Amerika Serikat adalah ekonomi terkuat dan terbaik di dunia, terbukti dari lebih dari 75 negara yang telah menghubungi pemerintahan kami untuk menjalin kesepakatan perdagangan yang saling menguntungkan," tegas Leavitt.

Pernyataan tersebut secara implisit mengancam China dengan kekuatan ekonomi AS dan daya tariknya bagi negara-negara lain. Dengan mengklaim lebih dari 75 negara telah menghubungi pemerintahan AS untuk bernegosiasi, Leavitt berupaya menunjukkan dominasi ekonomi AS dan kemampuannya untuk membentuk aliansi perdagangan yang lebih luas, yang secara tidak langsung menekan China untuk berunding.

Leavitt juga menekankan tujuan utama Trump dalam hal ini, yaitu mencapai praktik perdagangan yang adil di seluruh dunia. "Jadi, presiden ingin melakukan apa yang benar bagi rakyat Amerika. Ia ingin melihat praktik perdagangan yang adil di seluruh dunia, dan itulah niat dan tujuannya," tambahnya. Pernyataan ini mencoba untuk membingkai kebijakan perdagangan Trump sebagai upaya untuk melindungi kepentingan rakyat Amerika, bukan sekadar tindakan proteksionis semata.

Trump Ajak China Berunding, Ancam Balik Serangan Tarif Impor

Ketika ditanya mengenai inisiatif siapa yang diharapkan untuk memulai negosiasi, apakah AS atau China, Leavitt enggan memberikan jawaban yang spesifik. Ia memilih untuk tidak mengungkap detail strategi negosiasi AS. "Saya tidak akan mengungkapkan atau mendahului tim perdagangan kami, karena negosiasi ini jelas sedang berlangsung," ujarnya. Sikap hati-hati ini menunjukkan bahwa Gedung Putih tengah berupaya menjaga momentum negosiasi dan menghindari pernyataan yang dapat mengganggu proses tersebut.

Meskipun Leavitt enggan merinci negara-negara yang telah menghubungi AS untuk bernegosiasi, ia menyebutkan adanya kemajuan signifikan yang telah dicapai dengan satu negara tertentu. Namun, ia tetap merahasiakan identitas negara tersebut dengan alasan menjaga kerahasiaan proses negosiasi yang masih berlangsung. Hal ini menunjukkan bahwa AS mungkin sedang berupaya membangun konsensus internasional untuk menekan China dalam perundingan perdagangan.

Secara keseluruhan, pernyataan Leavitt mewakili upaya Gedung Putih untuk mengendalikan narasi seputar perang tarif impor dengan China. Dengan menawarkan negosiasi sebagai solusi, sekaligus mengancam konsekuensi jika China terus melakukan serangan balasan, AS berupaya untuk mengendalikan situasi dan mencapai tujuannya dalam mendapatkan kesepakatan perdagangan yang menguntungkan. Namun, keengganan Leavitt untuk memberikan detail lebih lanjut mengenai strategi negosiasi dan negara-negara yang terlibat menunjukkan kompleksitas dan kerumitan situasi politik dan ekonomi yang tengah dihadapi AS dalam hubungannya dengan China.

Pernyataan ini juga menimbulkan beberapa pertanyaan penting. Apakah tawaran negosiasi Trump ini merupakan strategi yang tulus untuk menyelesaikan perselisihan perdagangan, atau hanya taktik untuk mendapatkan keuntungan politik dalam negeri? Apakah China akan merespon tawaran negosiasi ini dengan positif, mengingat peningkatan tarif impor yang baru saja dilakukan? Dan, seberapa besar pengaruh "lebih dari 75 negara" yang disebut Leavitt dalam menekan China untuk bernegosiasi?

Pertanyaan-pertanyaan ini hanya dapat dijawab dengan perkembangan selanjutnya dari situasi ini. Yang jelas, pernyataan Gedung Putih tersebut menandai babak baru dalam perselisihan perdagangan AS-China, di mana negosiasi menjadi pilihan yang ditawarkan, tetapi ancaman konsekuensi tetap dilayangkan sebagai alat tekanan. Perkembangan selanjutnya dari negosiasi ini akan menjadi penentu arah hubungan ekonomi kedua negara adikuasa dunia tersebut di masa mendatang. Perang tarif impor yang berkelanjutan berpotensi menimbulkan dampak negatif yang signifikan bagi perekonomian global, sehingga penyelesaian melalui jalur diplomasi menjadi sangat krusial.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *