Jakarta, [Tanggal Penerbitan] – Bulan Ramadan, bulan penuh berkah dan ampunan bagi umat Muslim, tak hanya dirayakan dengan khusyuk dalam ibadah. Semangat berbagi dan keramahannya juga meluas, menyentuh dan melibatkan berbagai kalangan, termasuk mereka yang berlatar belakang agama berbeda. Hal ini terlihat nyata di kawasan Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, di mana suasana pasar takjil yang ramai dipadati pembeli dari berbagai latar belakang, termasuk Peter, seorang warga Jakarta Barat, yang bersama teman-temannya turut merasakan kehangatan Ramadan.
Peter, yang ditemui tengah asyik mengantre di salah satu stand takjil, menceritakan pengalamannya "war" takjil – istilah gaul untuk berburu takjil – dengan penuh semangat. Ia dan rombongan teman-temannya, yang terdiri dari warga Jakarta Barat dan bahkan seorang teman dari Serpong, Tangerang Selatan, sengaja datang ke Bendungan Hilir untuk menikmati beragam pilihan makanan berbuka puasa. "Saya beli gudeg, gorengan seperti mendoan dan tahu, ikan bilis, ada pisang coklat juga," ujarnya sembari menunjuk beberapa bungkusan makanan yang telah ia dapatkan. "Teman-teman saya sedang saya tugaskan mengantre beli bubur. Pilihan makanannya lengkap dan banyak banget," tambahnya dengan senyum ramah.
Kehadiran Peter dan teman-temannya di pasar takjil Bendungan Hilir menjadi bukti nyata toleransi dan keakraban antarumat beragama di tengah masyarakat Indonesia. Mereka bukan hanya sekadar membeli makanan, tetapi juga turut merasakan atmosfer Ramadan yang hangat dan meriah. Peter sendiri mengaku sangat menikmati momen ini. "Makanya momen setahun ini saya tunggu sekali," katanya dengan antusias. "Kapan lagi bisa berkumpul di sini semua, harganya juga murah-murah dan rasanya enak. Tiap tahun kami wajib ke sini," lanjutnya.
Harga yang terjangkau menjadi salah satu daya tarik utama pasar takjil Bendungan Hilir. Peter menyebutkan bahwa gudeg yang ia beli dibanderol dengan harga Rp 20.000 hingga Rp 30.000 per porsi, sementara untuk gorengan dan kue-kue, ia bisa mendapatkan tiga buah dengan harga hanya Rp 10.000. "Harganya sangat worth it," ujarnya menekankan nilai ekonomis dan kepuasan yang ia dapatkan.
Lebih lanjut, Peter menjelaskan bahwa pertemuan tahunan bersama teman-temannya di Bendungan Hilir ini telah menjadi tradisi. Mereka sengaja berkumpul untuk bersama-sama menikmati hidangan berbuka puasa di tempat yang sama. "Kami semua berkumpul di sini buat cari makanan sama-sama," jelasnya. Bahkan, seorang temannya yang berasal dari Serpong, Tangerang Selatan, rela menempuh perjalanan jauh hanya untuk ikut serta dalam kegiatan tahunan ini. "Serpong, Tangerang, pokoknya kami semua berkumpul di sini," tegas Peter.
Kehadiran Peter dan teman-temannya di pasar takjil Bendungan Hilir bukan sekadar peristiwa biasa. Ini merupakan refleksi dari semangat kebersamaan dan toleransi yang tumbuh subur di tengah masyarakat Indonesia, khususnya di bulan Ramadan. Mereka yang berbeda agama, suku, dan bahkan tempat tinggal, bersatu dalam satu tujuan: menikmati hidangan berbuka puasa bersama dan merasakan kehangatan Ramadan. Bubur, yang menjadi favorit Peter, menjadi salah satu contoh hidangan yang dinikmati bersama. Meskipun ia sendiri tidak bisa mengantre, ia menugaskan temannya untuk membelinya, menunjukkan kerja sama dan kebersamaan dalam kelompoknya.
Fenomena ini juga mencerminkan keberagaman Indonesia yang kaya dan dinamis. Pasar takjil Bendungan Hilir, dengan beragam pilihan makanan dan harga yang terjangkau, menjadi tempat berkumpulnya berbagai kalangan masyarakat, menciptakan suasana yang harmonis dan penuh keakraban. Kehadiran Peter dan teman-temannya dari berbagai latar belakang menjadi bukti nyata bahwa Ramadan di Indonesia bukan hanya milik umat Muslim, tetapi juga menjadi momen yang dirayakan dan dinikmati bersama oleh seluruh lapisan masyarakat.
Lebih dari sekadar berburu takjil, cerita Peter dan teman-temannya menggambarkan sebuah potret mini Indonesia yang toleran dan ramah. Mereka menunjukkan bahwa perbedaan agama dan latar belakang tidak menghalangi untuk saling berbagi kebahagiaan dan menikmati momen-momen indah di bulan Ramadan. Kehadiran mereka di Bendungan Hilir menjadi pengingat akan pentingnya menjaga kerukunan dan persatuan di tengah keberagaman masyarakat Indonesia. Semoga semangat kebersamaan dan toleransi seperti yang ditunjukkan Peter dan teman-temannya dapat terus terjaga dan menginspirasi banyak orang. Kisah ini menjadi bukti nyata bahwa Ramadan di Indonesia bukan hanya tentang ibadah, tetapi juga tentang berbagi, keakraban, dan persatuan. Hal ini menjadi catatan penting dalam memahami bagaimana nilai-nilai toleransi dan persatuan dapat terwujud dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia yang majemuk.