Temuan Mengejutkan Titiek Soeharto: Beras Impor Berkutu Menggunung di Gudang Bulog

Jakarta, 11 Maret 2025 – Anggota Komisi IV DPR RI, Siti Hediati Soeharto atau yang akrab disapa Titiek Soeharto, membongkar temuan mengejutkan terkait pengelolaan beras impor di gudang Perum Bulog. Dalam kunjungan kerja Komisi IV ke Yogyakarta dan Jawa Tengah beberapa waktu lalu, Titiek dan timnya menemukan sejumlah besar beras impor tahun lalu yang telah rusak parah akibat kutu. Kondisi ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai pengawasan dan tata kelola stok pangan nasional.

Pengungkapan ini disampaikan Titiek secara langsung dalam rapat kerja Komisi IV DPR RI dengan Kementerian Pertanian pada Selasa (11/3/2025). Dengan nada tegas, ia memaparkan hasil peninjauan gudang Bulog yang menunjukkan tumpukan beras impor yang tak layak konsumsi. "Pada reses lalu, saat kunjungan kerja ke Yogyakarta, kami meninjau Gudang Bulog. Di sana, kami menemukan masih banyak beras sisa impor tahun lalu yang sudah banyak kutunya," ungkap Titiek.

Temuan ini bukan sekadar masalah kualitas beras, melainkan indikasi lemahnya sistem pengawasan dan penyimpanan stok pangan strategis negara. Beras, sebagai komoditas pokok yang vital bagi ketahanan pangan nasional, seharusnya dikelola dengan standar kualitas dan keamanan pangan yang ketat. Kondisi beras impor yang berkutu menunjukkan adanya celah serius dalam rantai pasok, mulai dari proses impor, penyimpanan, hingga pengawasan.

Titiek menekankan perlunya tindakan cepat dan tepat dari Kementerian Pertanian untuk menangani masalah ini. Ia mendesak agar beras impor yang telah rusak tersebut segera dimanfaatkan, namun dengan tegas menyatakan bahwa beras tersebut sudah tidak layak dikonsumsi manusia. "Mohon segera diapakan beras impor ini. Kalau dikonsumsi manusia sudah tidak layak lagi. Mohon segera dimanfaatkan," tegasnya. Pernyataan ini menyiratkan perlunya kajian mendalam mengenai alternatif pemanfaatan beras tersebut, misalnya untuk pakan ternak atau keperluan industri non-konsumsi.

Kegagalan dalam menjaga kualitas beras impor ini berpotensi menimbulkan kerugian ekonomi yang signifikan, baik bagi negara maupun bagi Perum Bulog sebagai pengelola stok pangan. Selain itu, temuan ini juga menimbulkan kekhawatiran publik terhadap keamanan pangan nasional dan transparansi pengelolaan stok pangan pemerintah. Pertanyaan mengenai mekanisme pengawasan dan tanggung jawab atas kerusakan beras impor tersebut perlu diusut tuntas.

Temuan Mengejutkan Titiek Soeharto: Beras Impor Berkutu Menggunung di Gudang Bulog

Lebih lanjut, Titiek juga melaporkan hasil pantauan Komisi IV terkait harga dan pasokan pangan di lapangan. Hasil peninjauan menunjukkan adanya kenaikan harga sejumlah komoditas pangan pokok, seperti telur ayam, bawang putih, cabai, dan daging ayam. Kenaikan harga ini tentunya berdampak langsung pada daya beli masyarakat, khususnya masyarakat berpenghasilan rendah.

Menyikapi kondisi ini, Komisi IV DPR RI mendesak pemerintah, khususnya Kementerian Pertanian, untuk mengambil langkah-langkah konkrit dalam menjamin ketersediaan dan stabilitas harga pangan. Titiek dan Komisi IV meminta pemerintah untuk memastikan pasokan pangan yang cukup dan melakukan intervensi untuk menekan harga komoditas pangan yang mengalami kenaikan. Hal ini penting untuk menjaga daya beli masyarakat dan mencegah terjadinya inflasi yang dapat berdampak luas pada perekonomian nasional.

Temuan beras impor berkutu di gudang Bulog ini menjadi sorotan tajam yang menuntut respon cepat dan transparan dari pemerintah. Kejadian ini bukan hanya masalah teknis pengelolaan stok pangan, melainkan juga menyangkut kepercayaan publik terhadap kinerja pemerintah dalam menjaga ketahanan pangan nasional. Ke depan, diperlukan peningkatan pengawasan yang lebih ketat, perbaikan sistem penyimpanan, dan transparansi yang lebih baik dalam pengelolaan stok pangan untuk mencegah terulangnya kejadian serupa.

Perlu ditekankan bahwa masalah ini bukan hanya tanggung jawab Kementerian Pertanian semata. Perum Bulog sebagai pengelola gudang juga memiliki peran krusial dalam memastikan kualitas dan keamanan pangan yang dikelolanya. Kolaborasi dan koordinasi yang efektif antara berbagai pihak terkait, termasuk Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan lembaga terkait lainnya, sangat penting untuk mengatasi permasalahan ini secara komprehensif.

Titiek Soeharto, melalui temuannya ini, telah menyuarakan keprihatinan yang perlu menjadi perhatian serius bagi seluruh pemangku kepentingan. Kejadian ini menjadi momentum untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengelolaan stok pangan nasional, guna memastikan ketersediaan pangan yang cukup, aman, dan terjangkau bagi seluruh rakyat Indonesia. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan stok pangan menjadi kunci untuk membangun kepercayaan publik dan memastikan ketahanan pangan nasional yang berkelanjutan.

Ke depan, diperlukan reformasi sistemik dalam pengelolaan stok pangan, termasuk peningkatan kapasitas sumber daya manusia, modernisasi infrastruktur penyimpanan, dan penerapan teknologi untuk memantau kualitas dan keamanan pangan secara real-time. Hal ini penting untuk mencegah kerugian ekonomi dan menjaga kesehatan masyarakat. Pemerintah juga perlu melibatkan masyarakat dan berbagai pihak terkait dalam upaya pengawasan dan pengendalian kualitas pangan.

Temuan beras impor berkutu ini menjadi alarm bagi pemerintah untuk segera bertindak. Tidak hanya sekedar mengganti beras yang rusak, tetapi juga memperbaiki sistem yang bermasalah. Kegagalan dalam menjaga kualitas beras impor menunjukkan adanya kelemahan sistemik yang perlu diperbaiki secara menyeluruh. Kepercayaan publik terhadap ketahanan pangan nasional sangat bergantung pada kemampuan pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini secara efektif dan transparan. Langkah-langkah konkrit dan komprehensif harus segera diambil untuk mencegah terulangnya kejadian serupa dan memastikan ketersediaan pangan yang aman dan berkualitas bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *