Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan Kementerian Agama (Kemenag) dan Badan Penyelenggara Haji dan Umrah (BPJU) untuk melakukan penekanan signifikan terhadap biaya penyelenggaraan ibadah haji. Meskipun biaya haji telah mengalami penurunan sebesar Rp 4 juta pada tahun ini, Presiden Prabowo menekankan perlunya upaya lebih lanjut untuk membuat biaya haji semakin terjangkau bagi seluruh calon jemaah. Instruksi ini memicu serangkaian langkah strategis dari Kemenag dan BPJU untuk melakukan efisiensi di berbagai sektor.
Menteri Agama, Nasaruddin Umar, mengungkapkan beberapa sektor yang menjadi fokus utama dalam upaya penghematan biaya. Salah satu sektor yang paling potensial adalah akomodasi dan transportasi. Kemenag berencana melakukan negosiasi intensif dengan pihak hotel dan maskapai penerbangan untuk mendapatkan harga yang lebih kompetitif. "Komponen penghematan utama meliputi negosiasi harga hotel, bus, dan terutama pesawat," tegas Nasaruddin saat ditemui di Terminal 2F Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Minggu (4/5/2025).
Selain negosiasi harga, Menteri Nasaruddin juga menyoroti durasi masa tinggal jemaah haji di Arab Saudi sebagai faktor yang turut mempengaruhi tingginya biaya. Menurutnya, pemendekan masa tinggal dapat berdampak signifikan pada pengurangan biaya. Namun, kendala utama terletak pada keterbatasan slot penerbangan di bandara-bandara Arab Saudi, yang seringkali menyebabkan penundaan kepulangan jemaah. "Bukan karena keinginan jemaah untuk berlama-lama di sana, tetapi kepadatan jadwal penerbangan global yang menjadi penyebab utama lamanya masa tinggal," jelas Nasaruddin. Ia menambahkan bahwa ketersediaan slot penerbangan yang terbatas ini merupakan tantangan yang perlu diatasi melalui diplomasi dan koordinasi internasional.
Wakil Kepala BPJU, Dahnil Anzar Simanjuntak, turut memberikan penjelasan mengenai upaya efisiensi biaya transportasi, yang merupakan komponen terbesar dalam biaya haji, mencapai 30%. Salah satu faktor yang membuat biaya transportasi haji menjadi tinggi adalah sistem charter pesawat yang mengharuskan jemaah membayar biaya empat kali lipat dari harga tiket pesawat reguler. Hal ini disebabkan oleh kursi pesawat yang kosong pada penerbangan pulang ke Indonesia. "Karena sistem charter, jemaah membayar biaya empat tiket, meskipun pesawat pulang dalam kondisi kosong. Ini merupakan biaya yang ditanggung oleh jemaah," jelas Dahnil di lokasi yang sama.
BPJU saat ini tengah berupaya mencari solusi untuk mengatasi permasalahan kursi kosong pada penerbangan pulang. Salah satu strategi yang diusulkan adalah integrasi dengan sektor pariwisata Arab Saudi. "Kami berupaya mendorong skema kerja sama dengan sektor pariwisata Arab Saudi agar pesawat Garuda atau Saudi Airlines tidak pulang dalam kondisi kosong. Ini bisa dilakukan dengan memanfaatkan periode musim haji untuk menarik wisatawan lokal yang biasanya berlibur di luar negeri selama periode tersebut," ungkap Dahnil. Kerja sama ini diharapkan dapat mengisi kursi kosong dan mengurangi beban biaya yang ditanggung oleh jemaah haji.
Upaya menekan biaya haji tidak hanya berfokus pada negosiasi harga dan efisiensi transportasi. Kemenag dan BPJU juga tengah meninjau berbagai aspek lain dalam penyelenggaraan ibadah haji, termasuk konsumsi, layanan kesehatan, dan manajemen pemondokan. Proses evaluasi dan optimalisasi terus dilakukan untuk memastikan setiap rupiah yang dikeluarkan oleh jemaah digunakan secara efektif dan efisien.
Tantangan dalam menekan biaya haji memang kompleks dan membutuhkan koordinasi yang erat antara berbagai pihak, baik di dalam negeri maupun di Arab Saudi. Negosiasi dengan pihak-pihak terkait, seperti maskapai penerbangan dan penyedia layanan akomodasi, membutuhkan strategi yang cermat dan diplomasi yang efektif. Selain itu, koordinasi dengan otoritas penerbangan Arab Saudi untuk mendapatkan slot penerbangan yang lebih banyak juga menjadi kunci keberhasilan upaya ini.
Pemerintah berkomitmen untuk terus berupaya memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi jemaah haji, termasuk dengan menekan biaya penyelenggaraan ibadah haji. Instruksi Presiden Prabowo Subianto menjadi dorongan kuat bagi Kemenag dan BPJU untuk bekerja keras dan mencari solusi inovatif dalam rangka mewujudkan haji yang lebih terjangkau dan berkualitas bagi seluruh umat muslim Indonesia. Keberhasilan upaya ini akan sangat bergantung pada kolaborasi yang kuat antara pemerintah, penyelenggara haji, dan seluruh pemangku kepentingan terkait. Transparansi dalam pengelolaan biaya haji juga menjadi hal yang krusial untuk memastikan kepercayaan publik terhadap upaya pemerintah dalam menekan biaya tersebut. Ke depan, publik akan terus memantau perkembangan upaya ini dan berharap agar biaya haji dapat semakin terjangkau tanpa mengorbankan kualitas layanan yang diberikan kepada para jemaah.