Tarif Impor AS terhadap Indonesia: Jusuf Kalla Imbau Publik Tak Panik, Soroti Aspek Politik dan Dampak Ekonomi yang Terbatas

Jakarta, 5 April 2025 – Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) memberikan tanggapannya terkait pemberlakuan tarif impor sebesar 32% oleh Amerika Serikat (AS) terhadap sejumlah produk Indonesia. Dalam keterangan pers di kediamannya di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, JK menekankan pentingnya menghindari reaksi panik berlebihan di tengah isu tersebut. Ia menilai, persepsi “kiamat ekonomi” akibat kebijakan tarif ini terlalu berlebihan dan tidak mencerminkan realita dampak ekonomi yang sebenarnya.

JK menjelaskan bahwa tarif impor 32% yang diterapkan oleh pemerintahan Donald Trump merupakan kebijakan yang lebih bermuatan politik ketimbang murni ekonomi. Berbeda dengan kebijakan tarif impor konvensional yang diberlakukan berdasarkan klasifikasi komoditas dengan besaran tarif yang spesifik untuk masing-masing barang (misalnya, tarif 10% untuk baja dan persentase berbeda untuk mobil), kebijakan Trump ini lebih bersifat diskriminatif berdasarkan negara asal produk.

“Jangan terlalu khawatir, seakan-akan mau kiamat dunia ini. Ini agak lain. Biasanya, tarif impor itu berdasarkan komoditas. Baja berapa tarifnya? 10%. Atau mobil, berapa persen. Ini yang dilakukan negara, jadi ini lebih banyak politisnya sebenarnya. Karena negara yang dikenakan, bukan komoditasnya,” tegas JK.

JK menyoroti pentingnya klarifikasi terkait klaim adanya pajak 64% yang dikenakan Indonesia terhadap produk-produk AS. Ia menilai, pernyataan ini perlu diuji kebenarannya dan dijelaskan secara transparan kepada publik. Menurutnya, klaim tersebut mungkin merupakan bagian dari strategi tekanan politik AS terhadap Indonesia.

“Inilah yang perlu pemerintah atau siapapun untuk mengklarifikasi. Kita kena 32%, apa benar barang Amerika kita kenakan pajak atau beban 64%? Dari mana itu 64%? Jadi, tugas kita untuk mengklarifikasi itu. Saya kira ini politis, lebih banyak efek pressure-nya,” lanjutnya.

Tarif Impor AS terhadap Indonesia: Jusuf Kalla Imbau Publik Tak Panik, Soroti Aspek Politik dan Dampak Ekonomi yang Terbatas

Lebih lanjut, JK menganalisis dampak ekonomi dari tarif impor 32% tersebut. Ia menjelaskan bahwa tarif tersebut dibebankan pada harga impor, bukan harga jual di pasar AS. Menggunakan contoh produk sepatu, JK menjelaskan bahwa sepatu Indonesia yang diimpor ke AS dengan harga US$ 15-US$ 20 akan dikenakan tarif sebesar US$ 6,4 (32%). Namun, harga jual sepatu tersebut di AS berkisar antara US$ 50-US$ 70. Dengan demikian, dampak tarif impor 32% terhadap harga jual akhir hanya sekitar 10%, yang akan ditanggung bersama oleh konsumen dan produsen AS.

“Yang kena pajak 32% itu yang ini (harga impor US$ 15-US$ 20). Berapa harga jual di Amerika? Harga jual kalau anda beli, itu antara US$ 50-US$ 70 (di AS). Jadi, kalau US$ 20 dikenakan tarif 32%, itu berarti US$ 6,4. Cuma 10% efeknya (dari harga jual di AS). Yang bayar itu konsumen dan pengusaha Amerika (masing-masing dikenakan 5%). Efeknya tidak segegap gempita apa yang dikenakan,” papar JK secara rinci.

JK juga memberikan contoh komoditas sawit. Ia menjelaskan bahwa harga Crude Palm Oil (CPO) ekspor Indonesia sekitar US$ 1.000 per ton. Namun, produk turunan CPO seperti sabun dan minyak goreng memiliki harga jual yang jauh lebih tinggi (3-4 kali lipat). Oleh karena itu, JK meragukan dampak signifikan dari tarif impor terhadap volume ekspor sawit Indonesia. Ia berpendapat bahwa AS tidak akan mampu mengurangi konsumsi produk sawit secara drastis karena kebutuhan pasar dalam negeri yang besar. Sebagai konsekuensinya, produsen AS kemungkinan akan melakukan efisiensi internal, seperti pengurangan biaya iklan atau tenaga kerja, untuk tetap kompetitif.

“Maka mereka (AS) tentu tidak mau dagangannya habis. Pasti mereka akan efisienkan, mungkin mengurangi biaya iklan, atau pegawainya, sehingga mereka bisa hemat 5%. Pasti itu, karena Amerika itu mahal di logistik. Mereka pasti efisienkan itu supaya jangan kehilangan konsumen. Akhirnya efeknya tidak besar untuk Indonesia, karena tidak mungkin Amerika berhenti beli sabun, beli sawit. Beli sepatu, atau beli spare part,” jelasnya.

Kesimpulannya, JK mengajak publik untuk melihat isu tarif impor ini secara proporsional dan tidak terjebak dalam narasi kepanikan. Ia menekankan bahwa dampak ekonomi sebenarnya lebih terbatas daripada yang dibayangkan, dan aspek politik berperan signifikan dalam kebijakan tarif impor AS tersebut. Lebih lanjut, ia mendesak pemerintah untuk melakukan klarifikasi atas berbagai informasi yang beredar, termasuk klaim mengenai pajak 64% terhadap produk AS di Indonesia, untuk memberikan gambaran yang lebih akurat dan menenangkan kepada masyarakat. Pernyataan JK ini memberikan perspektif yang lebih bernuansa dan analitis terhadap isu yang tengah menjadi perhatian publik.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *