Jakarta, 7 Mei 2025 – Kebijakan tarif impor balasan 32% yang dijatuhkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kepada Indonesia telah menimbulkan gelombang kecemasan di kalangan pelaku industri dalam negeri. Himpunan Kawasan Industri Indonesia (HKI) pun angkat bicara, mendesak pemerintah untuk tetap berkomitmen pada pemberian insentif guna menjaga daya saing industri nasional di tengah gejolak perdagangan internasional ini.
Ketua Umum HKI, Sanny Iskandar, dalam keterangan tertulisnya Senin (7/5/2025), menyatakan dukungan penuh terhadap upaya pemerintah dalam meningkatkan daya saing industri. Menurutnya, kebijakan industri yang tengah digulirkan, termasuk komitmen pemberian insentif, harus dipertahankan dan bahkan dikembangkan lebih lanjut. "HKI berharap agar komitmen insentif dan kebijakan industri yang saat ini sudah digulirkan oleh pemerintah agar dapat terus dipertahankan dan bahkan dikembangkan terus agar iklim investasi terus tumbuh," tegas Sanny.
Langkah Trump ini, yang menargetkan 100 mitra dagang AS, merupakan pukulan telak bagi Indonesia yang kini harus menghadapi tarif yang jauh lebih tinggi dibandingkan negara-negara lain. China dikenai tarif 34%, Vietnam 46%, Kamboja 49%, Taiwan 32%, India 26%, dan Korea Selatan 25%. Besarnya tarif yang dibebankan kepada Indonesia, sama tingginya dengan yang dikenakan kepada Taiwan, menunjukkan dampak signifikan yang akan dirasakan oleh sektor industri Tanah Air.
Sanny Iskandar menambahkan bahwa para pengelola kawasan industri telah bersiap untuk memfasilitasi investor, baik yang baru maupun yang melakukan relokasi, dengan menyediakan infrastruktur dan fasilitas pendukung industri yang memadai. Dengan memusatkan kegiatan industri di kawasan industri terpadu, diharapkan dapat meningkatkan efisiensi, produktivitas, kepastian hukum, dan keberlanjutan (sustainability) guna menghadapi persaingan global yang semakin dinamis.
Keputusan Trump untuk mengenakan tarif 32% terhadap Indonesia, seperti yang tercantum dalam laporan resmi Gedung Putih (whitehouse.gov), didasarkan pada dua alasan utama. Pertama, AS menganggap Indonesia telah menerapkan tarif impor 30% terhadap produk etanol AS, yang dinilai jauh lebih tinggi dibandingkan tarif impor yang dikenakan Indonesia terhadap produk serupa dari AS, yaitu 2,5%. Perbedaan signifikan ini menjadi pemicu utama penerapan tarif balasan.
Kedua, Trump menyoroti kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) Indonesia yang dianggap memberatkan investor asing. Kebijakan ini, yang mencakup berbagai sektor, meliputi regulasi perizinan impor yang dinilai rumit dan kompleks. Lebih lanjut, Trump juga menyinggung kebijakan baru yang mewajibkan perusahaan sumber daya alam di Indonesia untuk menyimpan pendapatan ekspor mereka dalam bentuk dolar AS di rekening dalam negeri, mulai tahun ini, untuk transaksi senilai US$ 250.000 atau lebih.
Dalam pernyataan resminya, Trump menjelaskan, "Indonesia menerapkan persyaratan konten lokal di berbagai sektor, rezim perizinan impor yang kompleks, dan mulai tahun ini, akan mewajibkan perusahaan sumber daya alam untuk memindahkan semua pendapatan ekspor mereka ke dalam negeri untuk transaksi senilai US$ 250.000 atau lebih." Pernyataan ini menunjukkan bahwa kebijakan domestik Indonesia, yang bertujuan untuk melindungi industri dalam negeri, dianggap sebagai tindakan proteksionis oleh pemerintahan AS.
Dampak dari kebijakan tarif impor ini diperkirakan akan meluas dan berdampak signifikan terhadap berbagai sektor industri di Indonesia. Ekspor produk Indonesia ke AS akan menghadapi hambatan yang lebih besar, mengurangi daya saing dan potensi pendapatan devisa negara. Hal ini akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi nasional dan lapangan kerja.
Menyikapi situasi ini, pemerintah Indonesia perlu mengambil langkah-langkah strategis untuk mengurangi dampak negatif dari kebijakan tarif impor AS. Selain mempertahankan dan meningkatkan insentif bagi industri, negosiasi perdagangan bilateral dengan AS perlu ditingkatkan untuk mencari solusi yang saling menguntungkan. Upaya diversifikasi pasar ekspor juga menjadi penting untuk mengurangi ketergantungan pada pasar AS.
Lebih lanjut, pemerintah perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan TKDN dan regulasi perizinan impor untuk memastikan keseimbangan antara perlindungan industri dalam negeri dan iklim investasi yang kondusif bagi investor asing. Transparansi dan kemudahan berbisnis perlu ditingkatkan untuk menarik investasi dan mengurangi potensi konflik perdagangan di masa mendatang.
Situasi ini menuntut pemerintah untuk bertindak cepat dan tepat. Koordinasi yang kuat antar kementerian dan lembaga terkait sangat krusial dalam merumuskan strategi yang komprehensif untuk menghadapi tantangan ini. Keberhasilan Indonesia dalam menghadapi kebijakan proteksionis AS akan sangat bergantung pada kemampuan pemerintah dalam mengelola kebijakan ekonomi secara efektif dan responsif terhadap perubahan dinamika global. Peran sektor swasta, termasuk HKI, juga sangat penting dalam memberikan masukan dan solusi yang konstruktif untuk mengatasi dampak negatif dari kebijakan tarif impor ini. Ke depan, Indonesia perlu memperkuat daya saing industri nasional melalui inovasi, peningkatan kualitas produk, dan pengembangan pasar ekspor baru untuk mengurangi ketergantungan pada pasar tunggal dan menghadapi ketidakpastian global.