Jakarta, 25 Mei 2025 – Bank Indonesia (BI) melaporkan rata-rata tertimbang suku bunga kredit per April 2025 mencapai 9,19%, angka yang relatif stabil dibandingkan bulan sebelumnya. Meskipun demikian, data yang dirilis BI pada Minggu ini menunjukkan adanya perlambatan dalam pertumbuhan penyaluran kredit secara keseluruhan, mengindikasikan potensi pergeseran dinamika sektor keuangan domestik.
Laporan BI menunjukkan angka suku bunga kredit yang konsisten, memberikan gambaran stabilitas di tengah fluktuasi ekonomi global. Angka 9,19% ini menjadi patokan penting bagi pelaku usaha dan masyarakat dalam merencanakan investasi dan pengeluaran. Stabilitas suku bunga ini, meskipun relatif, bisa diinterpretasikan sebagai upaya BI dalam menjaga momentum pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan tanpa memicu inflasi yang tidak terkendali. Namun, analisis lebih mendalam diperlukan untuk memahami faktor-faktor yang berkontribusi pada stabilitas ini dan implikasinya terhadap sektor riil.
Berbeda dengan tren suku bunga kredit, suku bunga simpanan berjangka menunjukkan kecenderungan peningkatan pada berbagai tenor. Tenor 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 12 bulan, dan 24 bulan masing-masing mencatat suku bunga sebesar 4,84%, 5,69%, 6,10%, 5,08%, dan 4,34%. Kenaikan ini dapat mengindikasikan peningkatan daya tarik instrumen investasi berjangka bagi masyarakat, yang mungkin dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti ekspektasi inflasi atau peluang investasi alternatif. Analisis lebih lanjut dibutuhkan untuk mengidentifikasi faktor pendorong utama di balik tren peningkatan suku bunga simpanan ini dan dampaknya terhadap likuiditas perbankan.
Pertumbuhan penyaluran kredit secara keseluruhan pada April 2025 tercatat sebesar Rp 7.866,5 triliun, atau tumbuh 8,5% secara tahunan (year-on-year/yoy). Angka ini menunjukkan perlambatan dibandingkan bulan sebelumnya yang mencapai 8,7% (yoy). Perlambatan ini menandakan adanya potensi penurunan permintaan kredit, yang perlu dikaji lebih lanjut untuk mengidentifikasi penyebabnya, apakah faktor siklus ekonomi, kebijakan moneter, atau faktor-faktor eksternal lainnya.
Analisis lebih rinci berdasarkan jenis penggunaan kredit menunjukkan dinamika yang beragam. Kredit Modal Kerja (KMK), yang menjadi indikator penting aktivitas usaha, mencatat pertumbuhan 4,4% (yoy) pada April 2025, melambat dari pertumbuhan 6,2% (yoy) pada bulan sebelumnya. Perlambatan ini terutama terlihat pada sektor-sektor tertentu, meskipun sektor keuangan, real estat dan jasa perusahaan, serta industri pengolahan masih menunjukkan pertumbuhan positif. Hal ini menunjukkan adanya perbedaan kinerja sektoral yang perlu dipantau lebih lanjut.
Sebaliknya, Kredit Investasi menunjukkan pertumbuhan yang lebih tinggi, mencapai 15,3% (yoy) pada April 2025, meningkat dibandingkan 12,6% (yoy) pada bulan sebelumnya. Pertumbuhan ini terutama didorong oleh sektor pertambangan dan penggalian, serta sektor pengangkutan dan komunikasi. Kenaikan signifikan ini mengindikasikan optimisme investasi di sektor-sektor tertentu, namun perlu diwaspadai potensi risiko yang mungkin menyertainya.
Kredit Konsumsi, yang mencerminkan daya beli masyarakat, juga mengalami perlambatan, tumbuh 8,9% (yoy) pada April 2025, dibandingkan 9,2% (yoy) pada bulan sebelumnya. Perlambatan ini terutama terlihat pada kredit pemilikan rumah (KPR), kredit kendaraan bermotor, dan kredit multiguna. Perlambatan ini bisa menjadi indikasi penurunan kepercayaan konsumen atau pergeseran prioritas pengeluaran.
Sektor properti menunjukkan pertumbuhan yang relatif stabil, dengan penyaluran kredit properti tumbuh 6,2% (yoy) pada April 2025, sedikit meningkat dari 5,9% (yoy) pada Maret 2025. Pertumbuhan ini terutama didorong oleh KPR dan KPA (tumbuh 8,5% yoy), kredit real estat (tumbuh 8,1% yoy), dan kredit konstruksi (tumbuh 0,6% yoy). Stabilitas ini menunjukkan ketahanan sektor properti meskipun ada perlambatan di sektor lain.
Pertumbuhan penyaluran kredit kepada Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) juga menunjukkan peningkatan, mencapai 2,3% (yoy) pada April 2025, naik dari 1,7% (yoy) pada bulan sebelumnya. Pertumbuhan ini terutama didorong oleh UMKM skala kecil (9,5% yoy), sementara UMKM skala menengah mencatat pertumbuhan 2,3% (yoy). Pertumbuhan ini didorong oleh kredit investasi (6,5% yoy) dan kredit modal kerja (0,8% yoy). Hal ini menunjukkan peran penting UMKM dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, meskipun masih perlu ditingkatkan.
Secara keseluruhan, data BI menunjukkan gambaran yang kompleks. Stabilitas suku bunga kredit di tengah perlambatan pertumbuhan penyaluran kredit membutuhkan analisis lebih lanjut untuk memahami implikasi jangka panjangnya terhadap perekonomian Indonesia. Perlu dikaji lebih dalam faktor-faktor yang menyebabkan perlambatan pertumbuhan kredit, serta dampaknya terhadap berbagai sektor ekonomi. Pemantauan yang ketat terhadap indikator ekonomi makro dan mikro sangat penting untuk merumuskan kebijakan yang tepat guna menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. BI perlu terus memantau perkembangan ini dan siap mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.