Rupiah, mata uang resmi Republik Indonesia, menjadi jantung sistem perekonomian nasional. Keberadaannya sebagai alat tukar yang sah memfasilitasi transaksi jual beli, investasi, dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Namun, di balik perannya yang vital ini, terdapat proses kompleks dan terjaga kerahasiaannya dalam pembuatannya. Siapa yang berwenang mencetak uang rupiah, dan bagaimana tahapannya?
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang secara tegas memberikan mandat kepada Bank Indonesia (BI) untuk menerbitkan uang rupiah. Namun, BI tidak secara langsung melakukan pencetakan. Sebagai lembaga independen yang bertanggung jawab atas kebijakan moneter, BI menunjuk Perum Peruri (Perusahaan Umum Percetakan Uang Republik Indonesia) sebagai mitra strategis dalam pelaksanaan pencetakan fisik uang rupiah. Perum Peruri, dengan keahlian dan teknologi yang dimilikinya, mengemban tugas vital ini dengan standar keamanan dan kualitas yang tinggi.
Setelah proses pencetakan selesai, Perum Peruri menyerahkan hasil produksi berupa uang rupiah kepada BI. BI kemudian melakukan verifikasi dan penghitungan ulang untuk memastikan jumlah dan kualitas uang yang diterima sesuai dengan pesanan. Sistem pengawasan yang ketat ini menjamin akuntabilitas dan transparansi dalam seluruh proses produksi uang rupiah.
Namun, skenario tak terduga bisa saja terjadi. Jika Perum Peruri, karena alasan tertentu, tidak mampu memenuhi permintaan pencetakan, BI memiliki kewenangan untuk bermitra dengan lembaga lain. Proses pemilihan mitra tersebut haruslah transparan, akuntabel, dan senantiasa mengutamakan kepentingan negara. Hal ini menunjukkan komitmen BI dalam menjaga integritas dan efisiensi sistem moneter nasional.
Pencetakan uang rupiah bukanlah proses yang dilakukan secara spontan atau tanpa perencanaan matang. BI melakukan perencanaan yang cermat dan terukur, mempertimbangkan berbagai faktor makro ekonomi seperti tingkat inflasi, pertumbuhan ekonomi, perkembangan teknologi, dan kebijakan perubahan nilai tukar rupiah. Perencanaan ini juga memperhitungkan kebutuhan masyarakat akan uang tunai, baik dalam bentuk kertas maupun koin. Jumlah nominal, serta jumlah lembar dan keping logam yang akan dicetak, ditentukan berdasarkan analisis data ekonomi yang komprehensif.
Bahan baku pencetakan uang rupiah pun tidak sembarangan. BI menyediakan seluruh bahan baku yang dibutuhkan oleh Perum Peruri sesuai dengan jumlah pesanan. Sebagai langkah antisipasi, BI juga menambahkan cadangan bahan baku untuk mengantisipasi kemungkinan kesalahan cetak (inschiet). Kualitas bahan baku menjadi faktor penentu kualitas uang rupiah yang dihasilkan. Oleh karena itu, BI memastikan bahwa seluruh bahan baku telah melalui uji laboratorium yang ketat dan memenuhi standar kualitas yang tinggi.
Proses pencetakan uang rupiah sendiri bukanlah pekerjaan singkat. Butuh waktu berbulan-bulan, bahkan bisa lebih lama tergantung pada jumlah uang yang dipesan. Berikut tahapan detail proses pencetakan uang kertas rupiah di Perum Peruri:
1. Pengukiran Pelat (Engraving): Tahap ini merupakan fondasi dari seluruh proses pencetakan. Perum Peruri menerima desain dan gambar uang rupiah dari BI. Proses pengukiran pelat, yang dilakukan dengan presisi tinggi menggunakan teknologi komputer, memakan waktu sekitar 2-3 bulan. Kerumitan desain dan detail gambar yang sangat rinci membutuhkan ketelitian dan waktu yang cukup lama untuk menghasilkan pelat cetak yang sempurna.
2. Pencetakan Awal (Offset Printing): Setelah pelat cetak siap, proses pencetakan awal dimulai. Teknik offset printing memungkinkan pencetakan gambar di kedua sisi kertas uang secara simultan (rectoverso). Teknik ini menjadi salah satu pengaman uang dari pemalsuan karena gambar saling terkait dan sulit ditiru. Proses ini juga membutuhkan waktu yang cukup lama untuk memastikan tinta kering sempurna dan warna tidak pudar.
3. Pencetakan Lanjutan (Intaglio Printing): Tahap ini merupakan penyempurnaan dari proses offset printing. Teknik intaglio, yang mencetak gambar secara individual pada setiap lembar uang, menambahkan detail dan keamanan yang lebih tinggi. Proses ini lebih rumit karena hanya dapat mencetak satu sisi uang kertas dalam satu siklus mesin. Proses pengeringan tinta antar sisi juga membutuhkan waktu. Pada tahap inilah hologram uang, sebagai fitur keamanan utama, dicetak.
4. Inspeksi Kualitas: Setelah proses pencetakan selesai, seluruh lembar uang rupiah menjalani inspeksi kualitas yang ketat. Uang yang mengalami cacat warna, pewarnaan tidak sempurna, atau kerusakan fisik seperti lipatan akan diberi tanda dan tidak akan diedarkan. Tahap ini memastikan hanya uang rupiah dengan kualitas terbaik yang beredar di masyarakat.
5. Pemberian Nomor Seri (Numbering): Setiap lembar uang rupiah diberi nomor seri unik yang telah disiapkan oleh BI. Proses pemberian nomor seri ini dilakukan dengan mesin dan kemudian diverifikasi secara manual oleh petugas Perum Peruri untuk menjamin keakuratan dan mencegah kesalahan. Uang yang cacat nomor seri atau sobek akan disingkirkan dan dilaporkan kepada BI.
6. Pemotongan Uang: Setelah diberi nomor seri, uang rupiah masih berupa lembaran besar yang kemudian dipotong-potong menjadi ukuran uang rupiah yang beredar. Proses pemotongan ini dilakukan dengan mesin presisi tinggi untuk memastikan ukuran dan bentuk uang yang seragam.
7. Finishing: Tahap akhir ini meliputi pemeriksaan akhir, penumpukan, dan pengemasan uang rupiah yang telah selesai diproses. Uang yang siap edar dikemas dengan rapi dan dikirimkan ke BI. Uang yang cacat selama proses produksi juga dikirimkan kembali ke BI untuk diproses lebih lanjut.
Perum Peruri menerapkan prosedur operasional standar tinggi dan sistem keamanan yang ketat untuk menjamin kualitas, keamanan, dan kerahasiaan proses pencetakan uang rupiah. Seluruh proses dilakukan di bawah pengawasan yang ketat untuk mencegah pemalsuan dan menjaga integritas mata uang nasional. Proses pencetakan uang rupiah yang kompleks dan terjaga kerahasiaannya ini merupakan jaminan bagi stabilitas dan kepercayaan terhadap sistem moneter Indonesia.