Rupiah Tertekan Kebijakan AS, BI Gelar Rapat Dadakan di Tengah Lebaran

Jakarta, 23 April 2025 – Gejolak nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) memaksa Bank Indonesia (BI) menggelar Rapat Dewan Gubernur (RDG) dadakan di tengah libur Lebaran. Keputusan tersebut diambil sebagai respons atas dampak kebijakan tarif baru pemerintah Amerika Serikat yang diumumkan pada 27 Maret 2025 lalu, yang sempat membuat rupiah merosot tajam hingga menembus level Rp 17.400 per USD di pasar offshore.

Gubernur BI, Perry Warjiyo, dalam konferensi pers virtual hasil RDG hari ini, mengungkapkan bahwa pengumuman kebijakan tarif Presiden AS tersebut memicu tekanan signifikan terhadap rupiah, khususnya di pasar non-deliverable forward (NDF) di Hong Kong dan Eropa. "Nilai tukar rupiah sempat mencapai Rp 17.300 hingga Rp 17.400 di pasar Hong Kong dan Eropa," ujar Perry. Kondisi ini, menurutnya, mengharuskan BI untuk mengambil langkah cepat dan tepat guna mencegah pelemahan rupiah yang lebih dalam dan menjaga stabilitas sistem keuangan nasional.

Langkah cepat yang dimaksud adalah penyelenggaraan RDG darurat pada 7 April 2025, di tengah libur panjang Idul Fitri. Keputusan untuk menggelar rapat di luar jadwal resmi ini, menurut Perry, didorong oleh urgensi situasi dan perlunya respons cepat terhadap tekanan eksternal yang signifikan. "Karena kondisi global tersebut, kami melakukan RDG secara sah meskipun dalam masa libur, dan kami memutuskan untuk melakukan intervensi NDF di pasar offshore luar negeri secara berkesinambungan di Hong Kong, Eropa, dan AS selama 24 jam penuh," jelasnya.

Intervensi BI di pasar offshore, yang dilakukan secara intensif di berbagai pusat keuangan global, terbukti efektif dalam menstabilkan nilai tukar rupiah. Setelah intervensi tersebut, rupiah berhasil pulih dan menguat secara signifikan. "Alhamdulillah, sekarang nilai tukar rupiah telah stabil di kisaran Rp 16.800 per USD," tambah Perry dengan nada lega.

Sebelum kebijakan tarif AS diumumkan, nilai tukar rupiah tercatat relatif stabil di angka Rp 16.560 per USD, bahkan sempat menguat 0,12% (point to point) dibandingkan dengan level akhir Februari 2025. Namun, dampak kebijakan AS tersebut langsung terasa, menciptakan tekanan yang memaksa BI untuk segera bertindak.

Rupiah Tertekan Kebijakan AS, BI Gelar Rapat Dadakan di Tengah Lebaran

BI tidak hanya melakukan intervensi di pasar NDF. Langkah-langkah stabilisasi juga dilakukan di pasar domestik. Intervensi di pasar offshore NDF secara berkesinambungan dilakukan di pasar Asia, Eropa, dan New York untuk meredam tekanan global yang signifikan terhadap rupiah. Strategi ini, menurut BI, merupakan bagian dari upaya terintegrasi untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

Perry menjelaskan bahwa respons kebijakan yang cepat dan terukur dari BI telah memberikan hasil positif. Buktinya, rupiah berhasil terkendali dan bahkan menguat. Pada 22 April 2025, nilai tukar rupiah mencapai Rp 16.855 per USD, membaik dibandingkan dengan level Rp 16.865 per USD pada hari pertama pembukaan pasar domestik pasca libur Lebaran, tanggal 8 April 2025.

Peristiwa ini menyoroti pentingnya antisipasi dan respons cepat terhadap gejolak ekonomi global. Keberhasilan BI dalam menstabilkan rupiah menunjukkan kapasitas dan kewaspadaan otoritas moneter dalam menghadapi tantangan eksternal. Meskipun intervensi di pasar valuta asing membutuhkan sumber daya yang signifikan, langkah ini dinilai krusial untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan melindungi perekonomian nasional dari dampak negatif fluktuasi nilai tukar.

Ke depan, BI akan terus memantau perkembangan ekonomi global dan domestik dengan cermat. Antisipasi terhadap potensi gejolak eksternal akan terus ditingkatkan, termasuk melalui koordinasi yang intensif dengan pemerintah dan otoritas terkait. Transparansi dan komunikasi yang efektif dengan publik juga akan menjadi prioritas BI dalam menjaga kepercayaan pasar dan stabilitas sistem keuangan.

Peristiwa ini juga menjadi pengingat akan pentingnya diversifikasi ekonomi dan peningkatan daya saing produk domestik. Ketergantungan yang tinggi terhadap faktor eksternal, seperti kebijakan ekonomi negara lain, dapat meningkatkan kerentanan perekonomian terhadap guncangan global. Oleh karena itu, upaya untuk memperkuat fundamental ekonomi domestik, meningkatkan produktivitas, dan mendorong ekspor menjadi sangat penting untuk mengurangi dampak negatif gejolak nilai tukar di masa mendatang.

Secara keseluruhan, tindakan cepat dan tepat BI dalam menghadapi tekanan nilai tukar rupiah akibat kebijakan AS menunjukkan komitmen kuat dalam menjaga stabilitas makroekonomi. Intervensi di pasar offshore, dikombinasikan dengan langkah-langkah stabilisasi di pasar domestik, terbukti efektif dalam meredam gejolak dan menjaga kepercayaan pasar. Keberhasilan ini menjadi bukti kapasitas dan kewaspadaan BI dalam menghadapi tantangan ekonomi global yang semakin kompleks. Namun, peristiwa ini juga menjadi pelajaran berharga tentang pentingnya antisipasi dan diversifikasi ekonomi untuk mengurangi kerentanan terhadap guncangan eksternal di masa mendatang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *