Jakarta, 7 Mei 2025 – Nilai tukar rupiah kembali melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Rabu pagi ini, mendekati level Rp16.500. Data Bloomberg menunjukkan penguatan dolar AS sebesar 44 poin atau 0,27% pada pukul 09.10 WIB, mencapai level Rp16.493. Kondisi ini menandai pergerakan yang signifikan dari level pembukaan di Rp16.461. Bank Indonesia (BI) mengakui kesulitan untuk mengembalikan rupiah ke level Rp16.400 per dolar AS dalam waktu dekat, mengingat berbagai faktor fundamental dan sentimen pasar yang tengah mempengaruhi pergerakan mata uang domestik.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter & Aset Sekuritas (DPMA) BI, Erwin Gunawan Hutapea, dalam acara "Efektivitas Kebijakan Moneter Pro-market untuk Stabilisasi Nilai Tukar Rupiah" di Kantor BI Jakarta, menjelaskan bahwa pelemahan rupiah disebabkan oleh beberapa faktor eksternal dan internal. "Kondisi ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari sentimen pasar terkait perang dagang hingga konflik India-Pakistan," ujarnya. Ia menekankan bahwa meskipun rupiah sempat menyentuh level terendah Rp16.420 beberapa waktu lalu, dukungan (support) terhadap level Rp16.400 terbilang kuat, sehingga upaya untuk menembus level tersebut menghadapi tantangan signifikan. "Nilai tukar kita sempat bergerak di bawah Rp16.500, terendah di Rp16.420. Namun, untuk turun di bawah Rp16.400, support-nya cukup kuat, selalu kembali ke level semula, dan hari ini kita lihat bergerak di sekitar Rp16.500-an," jelas Erwin.
Meskipun demikian, Erwin mengungkapkan beberapa sentimen positif yang dapat menopang perekonomian Indonesia dan secara tidak langsung mempengaruhi nilai tukar rupiah. Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2025 yang mencapai 4,87% masih dinilai cukup tinggi oleh pelaku pasar, meskipun berada di bawah ekspektasi konsensus sebesar 4,92%. "Meskipun rilis kemarin kuartal I di bawah konsensus pelaku pasar (4,92%), yang terealisasi 4,87%, angka tersebut masih cukup tinggi bagi investor," tegasnya.
Lebih lanjut, Erwin menunjukkan sinyal pemulihan di pasar Surat Berharga Negara (SBN). Lelang SBN terakhir mencatat partisipasi investor asing yang signifikan, menunjukkan peningkatan kepercayaan investor terhadap perekonomian Indonesia. "Ini tanda-tanda yang menurut kami menunjukkan kepercayaan investor mulai kembali. Upaya kami untuk menjaga ketersediaan instrumen dan stabilitas nilai tukar, serta kecukupan rupiah di pasar, terus dilakukan," tambahnya.
Pernyataan Erwin ini memberikan gambaran yang lebih komprehensif mengenai dinamika nilai tukar rupiah. Ia tidak hanya menekankan faktor-faktor negatif yang menyebabkan pelemahan, tetapi juga menyoroti aspek-aspek positif yang dapat menjadi penyeimbang. Pertumbuhan ekonomi yang masih relatif tinggi dan pemulihan di pasar SBN menjadi indikator penting yang perlu diperhatikan dalam menilai prospek nilai tukar rupiah ke depan.
Kontras dengan kondisi hari Rabu, pada Senin, 5 Mei 2025, dolar AS justru melemah terhadap rupiah, berada di level Rp16.430 atau turun 7 poin (0,04%). Perbedaan yang signifikan antara pergerakan nilai tukar pada Senin dan Rabu ini menunjukkan volatilitas yang tinggi di pasar valuta asing, membuat prediksi pergerakan nilai tukar menjadi lebih kompleks.
Kondisi geopolitik internasional, khususnya perang dagang dan konflik India-Pakistan, tampaknya menjadi faktor eksternal yang signifikan mempengaruhi pergerakan rupiah. Sentimen negatif dari peristiwa-peristiwa global ini dapat dengan cepat mempengaruhi kepercayaan investor dan menyebabkan fluktuasi nilai tukar. BI, sebagai otoritas moneter, dihadapkan pada tantangan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian global tersebut.
Meskipun BI mengakui kesulitan untuk membawa rupiah kembali ke level Rp16.400 per dolar AS dalam waktu dekat, pernyataan Erwin menunjukkan optimisme yang hati-hati. Ia menekankan upaya BI dalam menjaga stabilitas pasar dan meningkatkan kepercayaan investor. Keberhasilan upaya tersebut akan sangat menentukan kemampuan rupiah untuk menahan tekanan dan kembali menguat.
Analisis lebih lanjut diperlukan untuk memahami dampak jangka panjang dari faktor-faktor yang mempengaruhi nilai tukar rupiah. Perlu dikaji lebih dalam bagaimana BI dapat mengoptimalkan kebijakan moneternya untuk menghadapi tantangan eksternal dan internal, serta bagaimana pemerintah dapat menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif untuk menarik aliran modal asing yang dapat menopang nilai tukar rupiah. Perkembangan ekonomi global dan regional juga akan terus menjadi faktor penentu utama dalam pergerakan nilai tukar rupiah ke depan. Oleh karena itu, pantauan dan analisis yang berkelanjutan sangat penting untuk memahami dinamika pasar dan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menjaga stabilitas ekonomi makro Indonesia. Peran BI dalam hal ini sangat krusial, karena stabilitas nilai tukar merupakan salah satu pilar penting dalam menjaga kesehatan perekonomian nasional.