Jakarta, 24 April 2025 – Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Rosan Roeslani, menyerukan percepatan adopsi kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) dalam industri pertambangan Indonesia. Langkah ini, menurutnya, krusial untuk meningkatkan daya saing sektor pertambangan nasional di tengah fluktuasi harga komoditas global yang tak menentu. Dalam pidato kunci pada acara Indonesia AI Day di Jakarta, Rosan menekankan potensi transformatif AI bagi industri ekstraktif yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia.
"Manfaat AI bagi sektor pertambangan sangatlah signifikan," tegas Rosan. "Tidak hanya meningkatkan efisiensi dan produktivitas, AI juga akan menjadi kunci bagi Indonesia untuk bersaing secara global, mengalahkan kompetitor dari negara-negara lain dengan industri pertambangan yang maju." Pernyataan ini disampaikan di tengah kekhawatiran akan ketergantungan Indonesia pada harga komoditas global yang seringkali berada di luar kendali pemerintah dan pelaku usaha.
Rosan menjelaskan bahwa industri pertambangan Indonesia menghadapi dua tantangan utama: harga komoditas yang fluktuatif dan operasional pertambangan yang kompleks. Sementara harga komoditas merupakan faktor eksternal yang sulit dikendalikan, operasional pertambangan justru menawarkan ruang yang luas untuk optimasi melalui penerapan teknologi AI.
"Dengan memanfaatkan AI, perusahaan pertambangan dapat meningkatkan efisiensi operasional, meningkatkan produktivitas, dan menekan biaya produksi secara signifikan," papar Rosan. "Ini adalah kunci untuk meningkatkan daya saing dan profitabilitas di tengah ketidakpastian pasar global." Ia menambahkan bahwa penerapan AI tidak hanya akan meningkatkan efisiensi dalam hal ekstraksi, tetapi juga dalam hal pengelolaan sumber daya manusia, pemeliharaan peralatan, dan prediksi potensi risiko operasional.
Lebih lanjut, Rosan menyoroti tantangan energi yang dihadapi Indonesia. "Kita masih sangat bergantung pada energi fosil, dengan sekitar 70% energi kita berasal dari sumber daya tersebut," ujarnya. Penerapan AI dalam sektor pertambangan, menurutnya, juga dapat berkontribusi pada efisiensi energi, sekaligus mendorong transisi menuju energi terbarukan yang lebih berkelanjutan. Penggunaan AI untuk mengoptimalkan proses ekstraksi dan pengolahan mineral dapat mengurangi konsumsi energi dan emisi karbon, sejalan dengan komitmen global untuk mengurangi dampak perubahan iklim.
Namun, Rosan juga menekankan pentingnya pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang terampil dalam memanfaatkan teknologi AI. "Keberhasilan implementasi AI sangat bergantung pada kualitas SDM kita," katanya. "Kita perlu investasi besar dalam pelatihan dan pengembangan SDM agar mampu mengoperasikan, memelihara, dan mengembangkan solusi AI di sektor pertambangan." Ia mendorong kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan lembaga pendidikan untuk menciptakan program pelatihan yang komprehensif dan relevan dengan kebutuhan industri. Hal ini mencakup pelatihan dalam bidang data science, machine learning, dan keahlian teknis lainnya yang dibutuhkan untuk mengoptimalkan penggunaan AI.
Rosan juga mengamati tren global yang menunjukkan adopsi AI yang semakin masif oleh dunia usaha. "Dunia usaha, termasuk masyarakat luas, menyadari bahwa AI akan menjadi penggerak utama kemajuan ekonomi global di masa depan," katanya. Ia melihat AI bukan hanya sebagai teknologi pendukung, tetapi sebagai transformasi fundamental yang akan mengubah cara industri pertambangan beroperasi dan bersaing. Oleh karena itu, Indonesia tidak boleh tertinggal dalam perlombaan global ini dan harus segera mengambil langkah-langkah strategis untuk memanfaatkan potensi AI secara maksimal.
Lebih dari sekadar efisiensi operasional, Rosan melihat penerapan AI sebagai kunci untuk menciptakan industri pertambangan yang lebih aman dan bertanggung jawab. AI dapat digunakan untuk memonitor kondisi kerja, memprediksi potensi kecelakaan, dan meningkatkan keselamatan pekerja. Selain itu, AI juga dapat membantu dalam pengelolaan lingkungan, meminimalkan dampak negatif pertambangan terhadap ekosistem, dan memastikan praktik pertambangan yang berkelanjutan.
Kesimpulannya, seruan Rosan Roeslani untuk mengadopsi AI di sektor pertambangan Indonesia bukan hanya sekadar imbauan, tetapi merupakan strategi kunci untuk meningkatkan daya saing, efisiensi, dan keberlanjutan industri ini. Namun, keberhasilan implementasi AI sangat bergantung pada investasi yang signifikan dalam pengembangan SDM dan kolaborasi yang erat antara pemerintah, sektor swasta, dan akademisi. Tantangan ini membutuhkan komitmen dan aksi nyata dari seluruh pemangku kepentingan untuk memastikan Indonesia dapat meraih manfaat maksimal dari revolusi AI di sektor pertambangan. Kegagalan untuk beradaptasi dan berinovasi akan menempatkan Indonesia pada posisi yang kurang kompetitif di pasar global yang semakin dinamis dan teknologi-driven.