Jakarta, 25 Mei 2025 – Pemerintah Indonesia gencar berupaya memperkuat kerja sama ekonomi dengan China sebagai langkah strategis untuk mengatasi defisit perdagangan non-migas yang mencapai angka signifikan. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan defisit tersebut mencapai sekitar US$ 10 miliar atau setara dengan Rp 163,2 triliun (dengan kurs Rp 16.328 per dolar AS). Angka ini menjadi sorotan utama dalam upaya pemerintah untuk menyeimbangkan neraca perdagangan bilateral.
"Selisih perdagangan kita dengan China mencapai sekitar US$ 10 miliar," ungkap Airlangga usai pertemuan bilateral Presiden Prabowo Subianto dengan Perdana Menteri China Li Qiang di Istana Merdeka, Jakarta. Pertemuan tersebut, yang berlangsung pada Minggu, 25 Mei 2025, berfokus pada penguatan kemitraan strategis kedua negara.
Dalam upaya menekan defisit yang cukup besar ini, pemerintah Indonesia menawarkan sejumlah program strategis kepada pihak China sebagai potensi investasi. Airlangga menuturkan, pemerintah berharap agar China dapat meningkatkan investasinya di berbagai program unggulan pemerintahan Presiden Prabowo, antara lain: Program Makan Bergizi Gratis (MBG), program ketahanan energi nasional, dan proyek infrastruktur skala besar seperti pembangunan giant sea wall.
"Kita berharap peningkatan investasi dari China, terutama di program-program unggulan pemerintah. Program MBG, swasembada energi, dan proyek strategis seperti giant sea wall menjadi prioritas," jelas Airlangga. Ia menekankan bahwa investasi di sektor-sektor tersebut tidak hanya akan mengurangi defisit perdagangan, tetapi juga berkontribusi pada pembangunan ekonomi Indonesia secara berkelanjutan.
Pertemuan bilateral antara Presiden Prabowo dan Perdana Menteri Li Qiang menghasilkan sejumlah nota kesepahaman (MoU) di berbagai sektor ekonomi, meliputi sektor digital, industri, dan sektor ekonomi lainnya. Salah satu poin penting dalam MoU tersebut adalah perpanjangan kerja sama two countries twin park.
Program two countries twin park ini akan melibatkan tiga kawasan industri: Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Industropolis Batang di Indonesia, kawasan industri di Bintan, dan kawasan industri di Provinsi Fujian, China. Kerja sama ini diharapkan dapat meningkatkan investasi di Indonesia, memperkuat rantai pasok kedua negara, dan menciptakan sinergi ekonomi yang saling menguntungkan.
Airlangga menjelaskan lebih lanjut mengenai potensi investasi di KEK Batang. Ia memproyeksikan investasi di tahap pengembangan KEK Batang akan mencapai US$ 3 miliar. Sementara itu, investasi di kawasan industri lainnya masih dalam tahap penjajakan. "Di KEK Batang, kita berharap lebih dari 100.000 lapangan kerja dapat tercipta," tambahnya. Proyeksi ini menunjukkan potensi besar KEK Batang dalam menyerap tenaga kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi lokal.
Secara keseluruhan, strategi pemerintah Indonesia dalam mengatasi defisit perdagangan dengan China berfokus pada peningkatan investasi di sektor-sektor strategis. Dengan menawarkan program-program unggulan dan memperkuat kerja sama bilateral, pemerintah berharap dapat mengurangi ketergantungan pada impor dari China dan meningkatkan ekspor produk Indonesia. Kesepakatan MoU dan pengembangan two countries twin park menjadi langkah konkret dalam mewujudkan tujuan tersebut.
Namun, keberhasilan strategi ini bergantung pada beberapa faktor kunci. Pertama, keseriusan China dalam merealisasikan komitmen investasinya. Kedua, kemampuan Indonesia dalam menyediakan infrastruktur dan regulasi yang mendukung investasi asing. Ketiga, peningkatan daya saing produk Indonesia di pasar internasional agar dapat bersaing dengan produk impor dari China.
Tantangan lain yang perlu dihadapi adalah potensi ketidakseimbangan dalam kerja sama ini. Pemerintah perlu memastikan bahwa kerja sama tersebut tidak hanya menguntungkan China, tetapi juga memberikan manfaat yang signifikan bagi perekonomian Indonesia. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan investasi asing menjadi krusial untuk mencegah potensi eksploitasi sumber daya alam dan tenaga kerja Indonesia.
Ke depan, pemerintah perlu terus memantau perkembangan kerja sama ekonomi dengan China dan melakukan evaluasi secara berkala. Adaptasi terhadap perubahan dinamika ekonomi global juga diperlukan untuk memastikan keberlanjutan strategi ini. Komitmen yang kuat dari kedua belah pihak, disertai dengan strategi yang terukur dan transparan, akan menjadi kunci keberhasilan dalam menekan defisit perdagangan dan memperkuat kemitraan ekonomi yang saling menguntungkan antara Indonesia dan China. Keberhasilan ini akan berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi Indonesia dan kesejahteraan rakyatnya.