Jakarta, 17 April 2025 – Gelombang protes dari kalangan pengusaha terkait kenaikan tarif royalti mineral dan batu bara (minerba) menimpa pemerintah. Para pelaku usaha mengeluhkan disparitas antara angka tarif yang diterapkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2025 dengan sosialisasi yang sebelumnya telah dilakukan. Menanggapi hal tersebut, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bapak Bahlil Lahadalia, memberikan klarifikasi dan penjelasan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat.
Dalam keterangan persnya, Menteri Bahlil menyatakan pemahamannya terhadap keresahan yang dirasakan para pengusaha. Sebagai mantan pengusaha, ia mengaku memahami sudut pandang dan kesulitan yang dihadapi para pelaku bisnis di sektor minerba. Namun, ia menekankan pentingnya menjaga keseimbangan antara kepentingan dunia usaha dengan kebutuhan negara untuk meningkatkan pendapatan.
“Saya pikir, teman-teman pengusaha pasti memahami situasi ini. Saya sangat mengerti, karena saya sendiri pernah menjadi pengusaha. Tetapi di sisi lain, pemerintah juga berkewajiban untuk membuat regulasi yang dapat meningkatkan pendapatan negara demi kepentingan masyarakat luas. Di sinilah kita berupaya mencari titik keseimbangan,” ujar Menteri Bahlil.
PP Nomor 19 Tahun 2025, yang ditandatangani Presiden Prabowo Subianto pada 11 April 2025 dan mulai berlaku efektif pada 26 April 2025, menggantikan PP Nomor 26 Tahun 2022. Peraturan pemerintah terbaru ini mengatur penyesuaian tarif atas berbagai jenis produk minerba, termasuk batu bara, nikel, emas, tembaga, dan logam timah. Kenaikan tarif ini menjadi sumber utama protes dari para pengusaha.
Menteri Bahlil menjelaskan bahwa pemerintah telah mempertimbangkan mekanisme fleksibel dalam penerapan tarif royalti tersebut. Sistem yang diterapkan tidak bersifat kaku dan memperhitungkan fluktuasi harga komoditas di pasar internasional. Ia menekankan bahwa kenaikan tarif royalti baru akan signifikan jika harga komoditas di pasar mengalami peningkatan yang substantial. Sebaliknya, jika harga komoditas mengalami penurunan, maka kenaikan tarif royalti tidak akan signifikan.
“Sebenarnya, tabel tarif yang tercantum dalam PP ini dirancang sedemikian rupa. Jika harga komoditas turun, maka kenaikan tarif royalti tidak akan tinggi. Namun, jika harga komoditas naik secara signifikan, maka kenaikan tarif royalti pun akan lebih signifikan,” papar Menteri Bahlil. Penjelasan ini bertujuan untuk meredam protes dan memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai mekanisme penetapan tarif royalti yang baru.
Pernyataan Menteri Bahlil ini perlu dilihat dalam konteks yang lebih luas. Pemerintah, melalui Kementerian ESDM, berupaya menyeimbangkan kepentingan berbagai pihak. Di satu sisi, pemerintah ingin mendorong pertumbuhan ekonomi dan investasi di sektor minerba. Di sisi lain, pemerintah juga memiliki kewajiban untuk meningkatkan pendapatan negara guna membiayai pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Kenaikan tarif royalti merupakan salah satu instrumen fiskal yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut.
Namun, kritik dari kalangan pengusaha juga perlu mendapatkan perhatian serius. Perbedaan persepsi antara angka tarif yang disosialisasikan sebelumnya dengan angka yang tertera dalam PP Nomor 19 Tahun 2025 perlu diinvestigasi lebih lanjut. Kemungkinan adanya miskomunikasi atau perbedaan interpretasi atas aturan yang berlaku perlu diklarifikasi secara transparan. Pemerintah perlu memastikan bahwa sosialisasi kebijakan dilakukan secara efektif dan komprehensif agar tidak menimbulkan kesalahpahaman di kalangan pelaku usaha.
Lebih lanjut, kejelasan dan transparansi dalam penerapan regulasi menjadi kunci utama dalam menjaga iklim investasi yang kondusif. Regulasi yang rumit dan kurang transparan dapat menimbulkan ketidakpastian dan menghambat pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, pemerintah perlu memastikan bahwa seluruh proses penetapan dan penerapan tarif royalti minerba dilakukan secara transparan dan akuntabel. Hal ini penting untuk membangun kepercayaan antara pemerintah dan dunia usaha.
Ke depan, dialog dan komunikasi yang intensif antara pemerintah dan para pengusaha menjadi sangat krusial. Pemerintah perlu membuka ruang dialog yang lebih luas untuk mendengarkan aspirasi dan masukan dari para pelaku usaha. Dengan demikian, kebijakan yang dihasilkan dapat mengakomodasi kepentingan semua pihak dan menciptakan iklim investasi yang sehat dan berkelanjutan di sektor minerba.
Perlu diingat bahwa sektor minerba merupakan salah satu sektor andalan ekonomi Indonesia. Keberhasilan sektor ini berdampak signifikan terhadap perekonomian nasional. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah untuk mengambil langkah-langkah yang tepat dan bijak dalam mengatur sektor ini, sehingga dapat memberikan manfaat optimal bagi seluruh stakeholders, baik pemerintah, pengusaha, maupun masyarakat luas.
Kesimpulannya, pernyataan Menteri Bahlil memberikan gambaran mengenai pertimbangan pemerintah dalam menetapkan tarif royalti minerba yang baru. Namun, perbedaan persepsi antara sosialisasi sebelumnya dan aturan yang terbit menuntut klarifikasi dan komunikasi yang lebih intensif antara pemerintah dan para pengusaha. Transparansi dan dialog yang konstruktif menjadi kunci dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif di sektor minerba Indonesia.