Respon Sri Mulyani Terhadap Gerakan Global Pemangkasan Suku Bunga Acuan

Jakarta, 23 Mei 2025 – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memberikan tanggapannya terhadap tren global pemangkasan suku bunga acuan oleh sejumlah bank sentral dunia. Dalam konferensi pers di kantornya, Jumat (23/5/2025), Sri Mulyani menganalisis langkah-langkah tersebut dalam konteks dinamika ekonomi global yang masih bergejolak, meskipun terdapat kesepakatan antara Amerika Serikat (AS) dan China terkait tarif impor.

Situasi ekonomi global, menurut Sri Mulyani, masih diwarnai ketidakpastian yang tinggi. Meskipun terdapat negosiasi dan kesepakatan antara AS dan China terkait tarif impor – sebuah perkembangan yang seharusnya meredakan ketegangan – beberapa faktor tetap menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi global. Salah satu faktor tersebut adalah sikap The Federal Reserve (The Fed), bank sentral AS, yang mempertahankan suku bunga acuannya pada level 4,25%-4,50% untuk pertemuan ketiga berturut-turut pada Mei 2025.

Keputusan The Fed untuk menahan suku bunga, menurut penjelasan Sri Mulyani, didasarkan pada kekhawatiran akan potensi inflasi yang masih membayangi perekonomian AS. Meskipun negosiasi tarif telah dilakukan, The Fed masih melihat potensi dampak inflasi dari kebijakan tarif impor yang sebelumnya diterapkan oleh pemerintahan Trump ke sejumlah negara. Hal ini menunjukkan bahwa dampak kebijakan ekonomi masa lalu masih terasa dan menjadi pertimbangan penting dalam pengambilan keputusan moneter saat ini.

Berbeda dengan The Fed, sejumlah bank sentral di negara lain mengambil langkah yang lebih agresif. Sri Mulyani mencatat bahwa Bank Sentral Eropa (ECB) dan Bank of England (BoE) secara bersamaan memangkas suku bunga acuan mereka. ECB menurunkan suku bunga acuan menjadi 2,40%, sementara BoE menjadi 4,25%. Langkah ini, menurut Sri Mulyani, mencerminkan penilaian kedua bank sentral tersebut terhadap melemahnya prospek pertumbuhan ekonomi Eropa dan Inggris akibat eskalasi perang dagang sebelumnya. Pemangkasan suku bunga menjadi respons cepat untuk merangsang pertumbuhan ekonomi yang tertekan.

Tidak hanya Eropa, Asia juga mengalami pergerakan serupa. Bank Sentral Republik Rakyat China (PBoC) turut memangkas suku bunga acuannya sebesar 10 basis poin (bps). Sri Mulyani menjelaskan bahwa langkah PBoC ini merupakan bagian dari strategi stimulus moneter. Tekanan ekonomi yang ditimbulkan oleh tarif impor AS mendorong PBoC untuk mengambil tindakan, yaitu menurunkan suku bunga dan Required Reserve Ratio (RRR) untuk mendorong aktivitas ekonomi domestik. Hal ini menunjukkan bahwa dampak perang dagang global masih berimbas luas, bahkan hingga ke perekonomian China yang selama ini relatif kuat.

Respon Sri Mulyani Terhadap Gerakan Global Pemangkasan Suku Bunga Acuan

Di tengah dinamika global ini, Bank Indonesia (BI) juga melakukan penyesuaian suku bunga. BI menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 5,5%. Sri Mulyani menjelaskan bahwa keputusan BI didasarkan pada kondisi inflasi domestik yang rendah dan stabilitas nilai tukar rupiah yang terjaga. Langkah ini, menurutnya, bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Dengan suku bunga yang lebih rendah, diharapkan investasi dan konsumsi domestik akan meningkat, sehingga dapat memacu pertumbuhan ekonomi nasional.

Secara keseluruhan, pernyataan Sri Mulyani menunjukkan gambaran kompleksitas situasi ekonomi global saat ini. Meskipun terdapat kesepakatan antara AS dan China, dampak dari kebijakan ekonomi masa lalu masih terasa dan memengaruhi pengambilan keputusan moneter di berbagai negara. Perbedaan respons dari berbagai bank sentral – dari mempertahankan suku bunga hingga melakukan pemangkasan signifikan – menunjukkan keragaman tantangan ekonomi yang dihadapi masing-masing negara dan pendekatan yang berbeda dalam mengatasinya.

Pernyataan Menkeu juga menyoroti pentingnya koordinasi dan antisipasi dalam menghadapi dinamika ekonomi global. Respon yang cepat dan tepat dari bank sentral di berbagai negara menjadi kunci dalam menjaga stabilitas ekonomi dan mendorong pertumbuhan. Langkah BI dalam menurunkan suku bunga, menurut Sri Mulyani, merupakan strategi yang terukur dan sejalan dengan kondisi ekonomi domestik Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah Indonesia berupaya untuk menjaga stabilitas ekonomi nasional di tengah ketidakpastian global.

Kesimpulannya, pernyataan Sri Mulyani memberikan wawasan yang berharga tentang kompleksitas situasi ekonomi global dan respons yang beragam dari berbagai bank sentral. Pernyataan tersebut juga menekankan pentingnya strategi yang terukur dan responsif dalam menghadapi tantangan ekonomi global, serta peran penting koordinasi dan antisipasi dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional. Ke depan, perkembangan ekonomi global dan dampaknya terhadap perekonomian Indonesia akan terus menjadi perhatian utama pemerintah. Langkah-langkah kebijakan yang diambil akan terus disesuaikan dengan dinamika yang terjadi, dengan tujuan untuk menjaga stabilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *