Pungli Menggerogoti Pedagang Pasar Blok Rengas Indramayu: Tangis di Balik Karcis Rp 2.000

Indramayu, Jawa Barat – Tangis seorang pedagang di Pasar Blok Rengas, Jatibarang, Kabupaten Indramayu, menggema di dunia maya. Bukan tangis bahagia, melainkan luapan kepiluan akibat praktik pungutan liar (pungli) yang diduga dilakukan oleh oknum pengelola pasar dan organisasi masyarakat (ormas) setempat. Video yang viral di media sosial memperlihatkan pedagang tersebut menunjukkan setumpuk karcis retribusi, masing-masing bernilai Rp 2.000, yang harus dibayarkannya hingga 15 kali sehari. Jumlah yang terbilang fantastis bagi pedagang kecil, yang sehari-harinya berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Rekaman video tersebut, yang diunggah oleh akun @cir*****, dengan cepat menyebar luas dan memicu gelombang kecaman dari berbagai pihak. Dalam keterangan video, pengunggah menjelaskan bahwa pedagang tersebut harus menanggung beban iuran hingga Rp 30.000 per hari. Jumlah tersebut, menurut pengunggah, merupakan beban yang sangat memberatkan bagi pedagang kecil yang penghasilannya pas-pasan. Dugaan kuat mengarah pada keterlibatan oknum ormas dalam praktik pungli ini, meskipun hingga saat ini belum ada konfirmasi resmi dari pihak berwenang.

Praktik pungli yang terjadi di Pasar Blok Rengas ini menjadi sorotan tajam, mengingat dampaknya yang signifikan terhadap perekonomian pedagang kecil. Mereka, yang sudah terbebani dengan biaya sewa lapak, retribusi resmi, dan operasional usaha sehari-hari, harus menanggung beban tambahan yang tidak masuk akal. Keberadaan karcis retribusi dengan nominal kecil, namun dengan frekuensi penagihan yang tinggi, menunjukkan modus operandi yang sistematis dan terorganisir. Hal ini mengindikasikan adanya jaringan yang memungkinkan praktik pungli tersebut berlangsung secara terus-menerus.

Menanggapi viralnya video tersebut, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI), Mujiburohman, memberikan penjelasan terkait praktik pungli di pasar. Ia mengakui bahwa pungli memang sering terjadi, namun umumnya menimpa pedagang yang berjualan di tempat yang tidak resmi, seperti trotoar atau lahan milik umum. "Ormas atau preman seringkali mengincar pedagang yang berjualan di fasilitas umum atau ruang-ruang kosong yang tidak resmi," ungkap Mujiburohman kepada detikcom, Sabtu (17/5/2025). Pedagang-pedagang tersebut, lanjut Mujiburohman, terpaksa membayar iuran agar usaha mereka tidak diganggu. Namun, ia menekankan bahwa pungutan yang dilakukan oleh oknum-oknum tersebut seringkali sangat tinggi dan memberatkan.

Berbeda dengan pedagang yang berjualan di lapak resmi, Mujiburohman menjelaskan bahwa iuran yang mereka bayarkan akan masuk ke Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Dana tersebut, dipergunakan untuk berbagai keperluan, seperti membayar gaji karyawan pengelola pasar, biaya kebersihan, keamanan, ketertiban, dan perawatan pasar. Sistem pembayaran retribusi di setiap pasar, menurut Mujiburohman, berbeda-beda, ada yang harian, mingguan, maupun bulanan. Transparansi dan sistematisasi pembayaran retribusi menjadi kunci untuk mencegah praktik pungli.

Pungli Menggerogoti Pedagang Pasar Blok Rengas Indramayu: Tangis di Balik Karcis Rp 2.000

Sementara itu, Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI) DKI Jakarta turut menyoroti permasalahan pungli yang memberatkan pedagang. Ketua IKAPPI DKI Jakarta, Miftahudin, mengatakan bahwa pungli akan menambah beban pedagang yang sudah harus menanggung biaya sewa, retribusi resmi, dan operasional harian. Namun, ia memastikan bahwa 153 pasar di bawah naungan Perumda Pasar Jaya di Jakarta bebas dari praktik pungli. Hal ini berkat penerapan Cash Management System (CMS) yang menjamin transparansi dan mencegah pungutan liar.

"Mekanisme CMS dibuat agar transparan dan tidak ada lagi pungutan-pungutan liar di lapangan," tegas Miftahudin. Ia menambahkan bahwa pungutan di luar sistem CMS, terutama yang dilakukan oleh oknum yang mengaku sebagai ormas, merupakan tindakan ilegal dan sangat merugikan pedagang.

Kasus pungli di Pasar Blok Rengas ini menjadi cerminan permasalahan yang lebih luas terkait penegakan hukum dan perlindungan pedagang kecil. Keberadaan oknum-oknum yang memanfaatkan posisi dan kekuasaan untuk melakukan pungli, merupakan ancaman serius bagi keberlangsungan usaha pedagang kecil. Perlu adanya pengawasan yang ketat dari pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk memberantas praktik pungli ini dan menciptakan iklim usaha yang adil dan kondusif bagi para pedagang. Transparansi dalam pengelolaan pasar, serta penerapan sistem pembayaran retribusi yang terstruktur dan terintegrasi, merupakan langkah penting untuk mencegah praktik pungli serupa terjadi di masa mendatang. Selain itu, perlu pula adanya edukasi dan perlindungan hukum bagi pedagang agar mereka berani melapor jika mengalami praktik pungli. Tangis pedagang di Pasar Blok Rengas harus menjadi momentum untuk menciptakan perubahan yang nyata dan memberikan keadilan bagi para pedagang kecil. Mereka adalah tulang punggung perekonomian, dan perlu dilindungi dari praktik-praktik yang merugikan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *