Jakarta, 28 April 2025 – Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) melontarkan keprihatinan mendalam atas maraknya aksi premanisme yang dinilai semakin menggerogoti iklim investasi di Indonesia. Ketua APINDO, Shinta Kamdani, menyatakan bahwa praktik premanisme, yang kerap disertai pungutan liar, telah menjadi penghambat serius bagi pertumbuhan ekonomi dan daya tarik Indonesia di mata investor asing maupun domestik. Pernyataan ini disampaikan Shinta dalam konferensi pers di The Langham Hotel, Jakarta, Senin (28/4/2025).
"Kami telah menyampaikan permasalahan ini secara langsung kepada pemerintah," ujar Shinta. "Pemerintah telah merespon dan tengah berupaya untuk membantu pelaku usaha dalam menjalankan operasional bisnisnya. Namun, jelas, aksi premanisme ini sangat mengganggu dan menghambat iklim investasi yang kondusif."
Shinta menekankan bahwa premanisme bukanlah masalah baru, namun belakangan ini semakin berani dan terang-terangan muncul ke permukaan. Meskipun APINDO belum dapat menaksir secara pasti kerugian ekonomi akibat praktik ini, Shinta menegaskan bahwa dampaknya sangat signifikan terhadap ekosistem investasi nasional. Variasi pungutan liar yang diterapkan di berbagai daerah semakin mempersulit perhitungan kerugian secara komprehensif. "Kita tidak bisa menerjemahkannya ke dalam angka kerugian ekonomi secara pasti," jelasnya, "namun yang jelas, premanisme mengganggu ekosistem investasi di Indonesia."
Pernyataan APINDO ini semakin diperkuat oleh kasus gangguan terhadap pembangunan pabrik produsen mobil listrik asal China, BYD, yang baru-baru ini mencuat. Wakil Ketua MPR RI, Eddy Soeparno, yang baru saja melakukan kunjungan ke China, mengungkapkan adanya laporan mengenai gangguan dari organisasi masyarakat (ormas) terhadap proyek tersebut. Kejadian ini, menurut Eddy, telah menimbulkan kekhawatiran dan berpotensi merusak citra Indonesia sebagai destinasi investasi yang aman dan terjamin.
"Ada permasalahan terkait premanisme, ormas yang mengganggu pembangunan sarana produksi BYD," ungkap Eddy, seperti dikutip dari detikOto. "Saya kira pemerintah perlu tegas dalam menangani permasalahan ini. Jangan sampai investor merasa tidak mendapatkan jaminan keamanan, karena keamanan merupakan hal paling mendasar bagi investasi di Indonesia."
Pernyataan Eddy Soeparno ini menyoroti betapa seriusnya ancaman premanisme terhadap investasi asing. Kejadian yang melibatkan perusahaan besar seperti BYD menunjukkan bahwa premanisme tidak hanya mengganggu usaha kecil dan menengah (UKM), tetapi juga mengancam investasi skala besar yang sangat dibutuhkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kehilangan kepercayaan investor asing dapat berdampak jangka panjang dan sulit dipulihkan.
APINDO mendesak pemerintah untuk mengambil langkah-langkah konkret dan komprehensif dalam memberantas premanisme. Langkah-langkah tersebut tidak hanya sebatas penegakan hukum, tetapi juga perlu mencakup upaya preventif dan peningkatan kesadaran masyarakat. Peningkatan pengawasan dan koordinasi antar lembaga penegak hukum juga sangat penting untuk memastikan efektivitas penindakan.
Selain penegakan hukum yang tegas, pemerintah juga perlu meningkatkan transparansi dan kemudahan berusaha. Biurokrasi yang rumit dan berbelit-belit seringkali menjadi celah bagi praktik premanisme untuk berkembang. Dengan mempermudah perizinan dan mengurangi hambatan birokrasi, pemerintah dapat menciptakan iklim investasi yang lebih sehat dan mengurangi ruang gerak bagi para pelaku premanisme.
Peran serta masyarakat juga sangat penting dalam memberantas premanisme. Masyarakat perlu berani melaporkan setiap aksi premanisme yang terjadi di lingkungan sekitar mereka. Peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya keamanan dan ketertiban umum akan menciptakan lingkungan yang kurang kondusif bagi para pelaku premanisme.
Keberhasilan dalam memberantas premanisme akan berdampak positif terhadap iklim investasi di Indonesia. Investor akan merasa lebih aman dan nyaman untuk menanamkan modalnya, sehingga akan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih berkelanjutan. Sebaliknya, jika premanisme dibiarkan terus berlanjut, Indonesia akan kehilangan kesempatan untuk menarik investasi asing dan domestik, serta menghambat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Oleh karena itu, pernyataan APINDO dan Wakil Ketua MPR RI ini harus menjadi alarm bagi pemerintah untuk segera bertindak. Tidak hanya tindakan represif, tetapi juga pendekatan preventif dan partisipatif yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan, diperlukan untuk menciptakan iklim investasi yang aman, tertib, dan kondusif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kegagalan dalam mengatasi masalah ini akan berdampak serius terhadap cita-cita Indonesia untuk menjadi negara maju dan berdaya saing di kancah global. Pemerintah harus menunjukkan komitmen nyata dan tindakan tegas untuk melindungi para investor dan menciptakan lingkungan usaha yang bebas dari ancaman premanisme. Kepercayaan investor adalah aset berharga yang harus dijaga dan dipelihara dengan sebaik-baiknya.