Jakarta, 6 Mei 2025 – Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2025 mencapai 4,87% (yoy), sebuah angka yang digambarkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebagai cerminan resiliensi di tengah gejolak ekonomi global yang semakin kompleks. Meskipun angka tersebut menunjukkan perlambatan dibandingkan periode sebelumnya, Sri Mulyani menekankan optimisme pemerintah tetap terjaga, didukung oleh komitmen penggunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) secara optimal untuk melindungi masyarakat dan memastikan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Dalam keterangan tertulisnya, Selasa (6/5/2025), Sri Mulyani mengakui tantangan ekonomi global yang masih sangat berat dan penuh ketidakpastian. Ia mengungkapkan perlunya pemantauan ekonomi secara berkala dan strategi mitigasi yang komprehensif. Upaya tersebut, menurutnya, meliputi deregulasi untuk mempermudah perdagangan dan investasi, pembentukan satgas ketenagakerjaan untuk mengantisipasi dampak perlambatan ekonomi terhadap lapangan kerja, serta strategi mitigasi risiko guna menjaga stabilitas ekonomi, melindungi dunia usaha, dan mempertahankan daya beli masyarakat.
Pemerintah, lanjut Sri Mulyani, telah proaktif melakukan negosiasi bilateral dan mendorong kerja sama multilateral untuk menghadapi tantangan geopolitik global. Inisiatif ini telah dijalankan dalam berbagai forum internasional, termasuk Spring Meeting dan Pertemuan G20 pada April lalu, Sidang Tahunan ADB, serta Pertemuan ASEAN+3 Finance Ministers’ and Central Bank Governors’ Meeting pada awal Mei 2025. Lebih lanjut, pemerintah juga tengah memetakan produk unggulan untuk pasar ASEAN+3, Uni Eropa, dan BRICS guna membuka peluang ekspor baru dan memperkuat posisi Indonesia di pasar internasional.
Di dalam negeri, tantangan global ini justru dipandang sebagai momentum bagi pemerintah untuk meningkatkan koordinasi antar kementerian/lembaga (K/L). Kerja sama yang lebih sinergis, menurut Sri Mulyani, dibutuhkan untuk mendorong deregulasi, mengatasi hambatan perdagangan dan investasi, serta membuka peluang pasar bagi sektor-sektor bernilai tambah tinggi. Hal ini dinilai krusial untuk memperkuat posisi Indonesia dalam rantai nilai global (global value chain).
Program-program prioritas bernilai tambah tinggi juga akan terus diperluas cakupannya. Salah satu contohnya adalah program makan bergizi gratis (MBG) yang akan menjangkau lebih banyak masyarakat. Dukungan bagi sektor perumahan juga akan ditingkatkan melalui insentif perpajakan dan perluasan target perumahan melalui Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), yang ditargetkan lebih tinggi dari angka sebelumnya yaitu 220 ribu unit.
Dari sisi komponen pengeluaran, konsumsi rumah tangga tumbuh 4,89%, didorong oleh peningkatan mobilitas masyarakat pasca libur tahun baru dan pergeseran libur Ramadan dan Idul Fitri ke triwulan I. Sri Mulyani menilai daya beli masyarakat tetap terjaga, didukung oleh berbagai insentif pemerintah seperti pemberian Tunjangan Hari Raya (THR), diskon tarif listrik dan tol, PPN Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk properti, dan PPh 21 DTP sektor padat karya. "Konsumsi rumah tangga tetap terjaga ditopang oleh berbagai insentif dari APBN dan terjangkaunya harga pangan," tegasnya.
Pemerintah juga mengklaim berhasil menjaga harga pangan tetap terjangkau melalui optimalisasi peran Bulog dalam stabilisasi harga. Namun, investasi (Pembentukan Modal Tetap Bruto) hanya tumbuh terbatas di angka 2,12%, terutama dipengaruhi oleh perlambatan investasi bangunan yang tercermin dari kinerja sektor konstruksi. Investasi mesin non-kendaraan juga menunjukkan perlambatan. Konsumsi pemerintah bahkan mengalami kontraksi sebesar 1,38%, disebabkan oleh high base effect belanja tinggi pada triwulan I-2024, pelaksanaan Pemilu, dan percepatan belanja bantuan sosial (bansos) untuk mitigasi dampak El Niño. Meskipun demikian, belanja pemerintah mulai meningkat pesat di akhir triwulan I-2025.
Ekspor tumbuh stabil di angka 6,78%, ditopang oleh ekspor komoditas sawit (HS15) dan besi baja (HS72) yang masing-masing tumbuh 36% dan 6,6%. Dari sisi produksi, sektor pertanian tumbuh signifikan sebesar 10,52%, didorong oleh peningkatan produksi padi pada panen raya dan permintaan bahan pangan selama Ramadan. Distribusi pupuk bersubsidi yang lebih baik juga berkontribusi pada peningkatan produktivitas. Data produksi beras nasional pada Januari-Februari 2025 menunjukkan peningkatan lebih dari 60% (yoy), dengan stok beras di Bulog mencapai 2,5 juta ton. Data Rice Outlook April 2025 bahkan memproyeksikan produksi beras Indonesia pada musim tanam 2024/2025 sebagai yang tertinggi di ASEAN, diperkirakan mencapai 34,6 juta ton atau tumbuh 4,8% (yoy).
Sektor industri pengolahan, yang berkontribusi 19,3% terhadap perekonomian, tumbuh resilien sebesar 4,55%, didukung oleh aktivitas hilirisasi. Sektor perdagangan (13,2% kontribusi) tumbuh 5,03%. Sektor transportasi dan pergudangan serta akomodasi dan makan minum masing-masing tumbuh 9,01% dan 5,75%, mengindikasikan mobilitas dan daya beli masyarakat yang kuat, yang juga dipengaruhi oleh PPN DTP untuk tiket pesawat dan diskon tarif tol. Sektor pengadaan listrik tumbuh 5,11% berkat diskon harga listrik. Sementara itu, sektor pertambangan mengalami kontraksi akibat penurunan harga komoditas global. Sektor konstruksi tumbuh terbatas 2,18% karena sentimen wait and see investor, sedangkan sektor jasa informasi dan komunikasi tumbuh hingga 7,72%, didorong oleh transformasi digital dan adopsi Artificial Intelligence (AI). Jasa pendidikan dan kesehatan juga tumbuh kuat, masing-masing 5,03% dan 5,78%, didukung oleh belanja negara di sektor pendidikan, termasuk Tunjangan Penghasilan Guru (TPG), realisasi pembayaran program Indonesia Pintar (PIP), dan Kartu Indonesia Pintar Kuliah (KIPK).
Secara keseluruhan, angka pertumbuhan ekonomi 4,87% pada kuartal I-2025 menggambarkan tantangan dan peluang yang dihadapi Indonesia. Resiliensi ekonomi yang ditunjukkan perlu terus dijaga dan ditingkatkan melalui strategi yang komprehensif dan koordinasi yang solid antar stakeholder. Pemerintah, dengan berbagai kebijakan dan programnya, berupaya untuk menghadapi gejolak global dan memastikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.