Jakarta, 19 Maret 2025 – Industri penjaminan di Indonesia masih menghadapi tantangan signifikan yang menghambat pertumbuhannya. Keterbatasan permodalan, khususnya di perusahaan penjaminan daerah (Jamkrida), menjadi kendala utama yang perlu segera diatasi. Hal ini diungkapkan oleh Ketua Asosiasi Perusahaan Penjaminan Indonesia (Asippindo), Ivan Soeparno, dalam keterangan tertulisnya hari ini.
Soeparno menekankan perlunya penguatan modal di sejumlah perusahaan penjaminan, terutama Jamkrida. Ia mencatat bahwa hingga saat ini baru terdapat 18 Jamkrida yang beroperasi di berbagai provinsi di Indonesia. Minimnya jumlah ini mencerminkan cakupan layanan penjaminan kredit yang masih terbatas, khususnya di daerah-daerah. Lebih jauh, ia menyoroti absennya perusahaan penjaminan ulang (re-guarantee) di Indonesia. Keberadaan perusahaan tersebut dinilai krusial untuk mengurangi risiko yang ditanggung oleh perusahaan penjaminan primer dan mendorong ekspansi bisnis.
"Sampai saat ini, perusahaan penjaminan ulang masih dalam proses perizinan di Otoritas Jasa Keuangan (OJK)," ujar Soeparno. Ia menambahkan bahwa tantangan ini membutuhkan solusi kolaboratif yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk pemerintah pusat dan daerah, Asosiasi Penjaminan Indonesia (Asippindo), Badan Usaha Milik Negara (BUMN), sektor swasta, dan para pelaku usaha terkait. Kerjasama yang sinergis dinilai sebagai kunci untuk mengatasi hambatan struktural yang menghambat perkembangan industri penjaminan.
Asippindo sendiri, menurut Soeparno, saat ini beranggotakan 23 perusahaan yang terdiri dari tiga grup BUMN, 18 perusahaan daerah/BUMD, dan dua perusahaan swasta. Meskipun demikian, Asosiasi terus berupaya meningkatkan kualitas anggotanya melalui berbagai program peningkatan kapasitas.
"Asippindo masih terus melakukan perbaikan untuk para anggotanya dalam rangka meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan meningkatkan sistem teknologi informasi di perusahaan masing-masing," jelasnya. Upaya peningkatan kapasitas SDM dan teknologi informasi ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi operasional dan daya saing perusahaan penjaminan anggota Asippindo.
Selain itu, Asippindo juga berkomitmen untuk mendorong pengembangan industri penjaminan syariah. Meskipun pangsa pasar penjaminan syariah masih relatif kecil dibandingkan dengan penjaminan konvensional, pertumbuhannya dinilai cukup menjanjikan dan bahkan melampaui pertumbuhan sektor konvensional. Kolaborasi dengan berbagai pihak dianggap penting untuk mempercepat pengembangan sektor ini.
Soeparno juga menyinggung roadmap industri penjaminan tahun 2024-2028 yang telah diluncurkan pada 27 Agustus 2024. Asippindo, tegasnya, akan terus mengawal dan mendorong implementasi visi, misi, dan program-program yang tertuang di dalam roadmap tersebut. Roadmap ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi seluruh pelaku industri dalam mencapai target pertumbuhan yang telah ditetapkan.
Tantangan yang dihadapi industri penjaminan tidak hanya terbatas pada permodalan. Regulasi yang mendukung juga menjadi faktor penting yang perlu diperhatikan. Kejelasan regulasi dan simplifikasi proses perizinan diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan industri ini. Perlu adanya koordinasi yang lebih baik antara OJK dan Kementerian terkait untuk memastikan regulasi yang kondusif bagi perkembangan industri penjaminan.
Lebih lanjut, perlu dikaji ulang mekanisme penjaminan kredit yang ada saat ini. Apakah mekanisme tersebut sudah cukup efektif dan efisien dalam mendukung akses pembiayaan bagi UMKM dan sektor riil lainnya? Perlu adanya evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme yang ada dan melakukan inovasi untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penjaminan.
Selain itu, perlu juga ditingkatkan literasi dan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya peran industri penjaminan. Masyarakat perlu memahami manfaat dari adanya penjaminan kredit, sehingga dapat lebih banyak memanfaatkan layanan ini. Peningkatan literasi ini dapat dilakukan melalui berbagai media dan kerjasama dengan lembaga-lembaga terkait.
Secara keseluruhan, tantangan yang dihadapi industri penjaminan di Indonesia cukup kompleks dan membutuhkan solusi terintegrasi. Penguatan permodalan, penyempurnaan regulasi, peningkatan kualitas SDM, dan kolaborasi yang kuat antar pemangku kepentingan menjadi kunci untuk mendorong pertumbuhan industri penjaminan yang lebih berkelanjutan dan inklusif. Keberhasilan ini akan berdampak positif pada akses pembiayaan bagi UMKM dan sektor riil, serta mendorong pertumbuhan ekonomi nasional secara keseluruhan. Oleh karena itu, perlu adanya komitmen yang kuat dari seluruh pihak untuk mengatasi tantangan ini dan mewujudkan industri penjaminan yang lebih maju dan berkembang. Pemerintah, melalui OJK dan Kementerian terkait, memiliki peran yang sangat penting dalam menciptakan ekosistem yang kondusif bagi pertumbuhan industri ini.