Beijing – Perubahan mendadak dalam jajaran negosiator perdagangan China telah memicu spekulasi di tengah meningkatnya ketegangan ekonomi dengan Amerika Serikat (AS). Kementerian Sumber Daya Manusia dan Jaminan Sosial China, pada Rabu (16 April 2025), mengumumkan penggantian Wakil Menteri Perdagangan, Wang Shouwen, dengan Li Chenggang (58), mantan wakil China di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Langkah ini terjadi di tengah eskalasi perang dagang yang berkepanjangan dan kunjungan Presiden Xi Jinping ke Asia Tenggara untuk memperkuat kerja sama ekonomi regional.
Penggantian ini bukan sekadar rotasi birokrasi biasa. Wang Shouwen, dikenal sebagai negosiator yang tangguh dan berpengalaman, telah berhadapan langsung dengan pejabat AS dalam beberapa putaran negosiasi yang seringkali alot, terutama selama pemerintahan Presiden Donald Trump. Sumber dari komunitas bisnis asing di Beijing, yang enggan disebutkan namanya, menggambarkan Wang sebagai sosok yang tak gentar dalam mempertahankan kepentingan China. Keberadaan sosok seperti Wang, yang dikenal keras kepala dalam perundingan, justru dianggap sebagai aset penting dalam menghadapi tekanan dari AS.
Sementara itu, Li Chenggang, meskipun bukan nama asing dalam kancah perdagangan internasional – pernah menjabat sebagai asisten menteri perdagangan selama era Trump – masih relatif kurang dikenal dibandingkan pendahulunya. Profilnya yang kurang menonjol dibandingkan Wang menimbulkan pertanyaan mengenai strategi baru yang ingin diterapkan pemerintah China dalam menghadapi AS. Apakah pergantian ini menandakan perubahan pendekatan Beijing dalam negosiasi perdagangan, atau hanya sekadar penyegaran tim? Pertanyaan ini masih belum terjawab.
Alfredo Montufar-Helu, Penasihat Senior di China Center milik Conference Board, mengungkapkan kekhawatirannya akan dampak pergantian ini. Dalam wawancara dengan Reuters, ia menyebut perubahan tersebut sebagai "sangat mendadak dan berpotensi mengganggu," mengingat eskalasi ketegangan perdagangan dan pengalaman berharga Wang dalam bernegosiasi dengan AS. "Kita hanya bisa berspekulasi mengapa ini terjadi pada saat ini," kata Montufar-Helu. "Namun, bisa jadi menurut pandangan pimpinan tertinggi China, mengingat ketegangan yang terus meningkat, mereka membutuhkan seseorang yang bisa memecah kebuntuan antara kedua negara dan akhirnya memulai negosiasi."
Pernyataan Montufar-Helu menyoroti konteks strategis pergantian ini. Perang dagang antara China dan AS telah berlangsung selama bertahun-tahun, ditandai dengan penerapan tarif, pembatasan perdagangan, dan saling tuduh terkait praktik-praktik ekonomi yang tidak adil. Kedua negara merupakan kekuatan ekonomi terbesar dunia, sehingga perselisihan di antara keduanya berdampak signifikan pada perekonomian global. Dalam situasi yang demikian tegang, pergantian negosiator utama dapat ditafsirkan sebagai upaya untuk mengubah dinamika negosiasi, mencari jalan keluar dari kebuntuan, atau bahkan sebagai sinyal perubahan strategi secara keseluruhan.
Lebih lanjut, timing penggantian ini patut mendapat perhatian. Kunjungan Presiden Xi Jinping ke Asia Tenggara, yang bertujuan untuk memperkuat hubungan ekonomi dan perdagangan dengan negara-negara di kawasan tersebut, menjadi latar belakang yang penting. Kehadiran Menteri Perdagangan Wang Wentao dalam rombongan Xi ke Vietnam, Malaysia, dan Kamboja menunjukkan komitmen China terhadap kerja sama ekonomi regional. Namun, keberadaan perselisihan yang belum terselesaikan dengan AS tetap menjadi bayang-bayang yang signifikan. Mungkinkah pergantian negosiator ini merupakan upaya untuk menunjukkan itikad baik kepada AS, atau justru sebaliknya, sebuah strategi untuk mengalihkan perhatian dari kebuntuan perdagangan bilateral?
Analisis lebih lanjut diperlukan untuk memahami implikasi penuh dari pergantian ini. Apakah Li Chenggang akan mengadopsi pendekatan yang lebih lunak atau lebih keras dibandingkan Wang Shouwen? Apakah pergantian ini akan membuka jalan bagi negosiasi yang lebih konstruktif, atau justru memperburuk situasi? Pertanyaan-pertanyaan ini hanya dapat dijawab melalui pengamatan perkembangan selanjutnya dalam hubungan perdagangan China-AS.
Pergantian ini juga menimbulkan pertanyaan tentang kapasitas negosiasi Li Chenggang. Meskipun memiliki pengalaman di WTO, perannya sebagai wakil China di organisasi internasional tersebut berbeda dengan tantangan yang dihadapi sebagai negosiator utama dalam perundingan bilateral yang penuh tekanan dengan AS. Kemampuannya untuk menavigasi kompleksitas politik dan ekonomi dalam hubungan bilateral tersebut akan menjadi kunci keberhasilannya.
Secara keseluruhan, penggantian Wakil Menteri Perdagangan Wang Shouwen dengan Li Chenggang merupakan peristiwa signifikan yang berpotensi mengubah dinamika perang dagang antara China dan AS. Langkah ini terjadi pada saat yang krusial, di tengah meningkatnya ketegangan dan upaya China untuk memperkuat hubungan ekonomi regional. Meskipun motif di balik pergantian ini masih belum jelas, peristiwa ini patut mendapat perhatian dan analisis mendalam untuk memahami implikasinya bagi hubungan ekonomi global. Masa depan negosiasi perdagangan antara kedua negara kini berada di tangan Li Chenggang, dan dunia akan menyaksikan bagaimana ia akan menghadapi tantangan yang ada. Perubahan ini menjadi pengingat akan betapa dinamis dan kompleksnya hubungan ekonomi global, dan bagaimana bahkan perubahan kecil dalam kepemimpinan dapat berdampak besar pada lanskap perdagangan internasional.