Perang Dagang Memanas: Ancaman Resesi Global Kian Nyata

Jakarta – Eskalasi perang dagang yang dipicu oleh kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali mengguncang perekonomian global. Penerapan tarif impor baru terhadap sejumlah negara mitra dagang AS telah memicu reaksi balasan yang signifikan, meningkatkan kekhawatiran akan terjadinya resesi global. Situasi ini semakin menegangkan seiring dengan aksi tit-for-tat yang dilakukan oleh negara-negara seperti Tiongkok, Kanada, dan Uni Eropa, yang turut memberlakukan tarif impor retaliatif terhadap produk-produk AS.

Langkah terbaru Tiongkok, yang mengenakan tarif impor sebesar 34% terhadap seluruh barang impor dari AS, menjadi pukulan telak bagi pasar global. Keputusan ini, yang menyusul pengumuman kebijakan tarif resiprokal Trump, langsung berdampak pada koreksi tajam di bursa saham global selama dua hari berturut-turut. Investor di seluruh dunia merespon dengan kekhawatiran yang mendalam terhadap prospek pertumbuhan ekonomi global, yang tercermin dalam penurunan harga minyak mentah dan pergeseran investasi ke aset-aset aman seperti obligasi pemerintah.

"Pasar memperkirakan satu hal, resesi global," tegas George Saravelos, Kepala Penelitian Valuta Asing Global di Deutsche Bank, seperti dikutip dari Reuters pada Jumat, 4 April 2025. Pernyataan ini merefleksikan sentimen pesimis yang tengah menyelimuti pasar keuangan internasional. Ancaman resesi bukan lagi sekadar spekulasi, melainkan sebuah kemungkinan yang semakin nyata di tengah ketidakpastian yang membayangi perekonomian global.

Kebijakan proteksionis Trump tidak hanya memicu reaksi balasan dari negara-negara lain, tetapi juga berdampak negatif terhadap kepercayaan bisnis terhadap AS. Anjloknya pasar saham global menjadi bukti nyata dari dampak negatif tersebut. Di Eropa, indeks STOXX 600 mencatat penurunan sebesar 4,2% pada hari Jumat, setelah sebelumnya melemah pada hari Kamis. Penurunan ini merupakan yang terburuk sejak pandemi COVID-19 melanda dunia pada tahun 2020, menunjukkan betapa seriusnya dampak perang dagang ini terhadap perekonomian Eropa.

Situasi serupa juga terjadi di pasar Asia. Indeks Nikkei 225 Jepang mengalami penurunan sebesar 2,8% untuk sesi kedua berturut-turut, sementara indeks S&P 500 AS tercatat minus 2,5% setelah anjlok 4,8% pada hari Kamis. Nasdaq pun ikut terdampak, mencatat penurunan sebesar 2,6%. Kondisi ini menunjukkan bahwa dampak negatif perang dagang telah menyebar secara global, tidak hanya terbatas pada negara-negara yang secara langsung terlibat dalam konflik perdagangan.

Perang Dagang Memanas: Ancaman Resesi Global Kian Nyata

Aneeka Gupta, Ekonom dan Ahli Strategi Ekuitas di WisdomTree, memberikan pandangan yang pesimistis. "Jika kita mulai melihat negosiasi berlangsung, atau Trump mengurangi beberapa tarif ini, itulah satu-satunya cara yang memungkinkan untuk meredakan aksi jual. Namun untuk saat ini, hal itu tampaknya sangat tidak mungkin," ujarnya. Pernyataan ini menunjukkan rendahnya harapan akan adanya penyelesaian damai dalam waktu dekat, dan memperkuat prediksi akan berlanjutnya tekanan negatif terhadap pasar global.

Sebelum penurunan tajam pada hari Jumat, pasar saham di seluruh kawasan Asia-Pasifik dan Eropa telah mengalami penurunan sehari sebelumnya, tepat setelah Presiden Trump mengumumkan kebijakan tarif impor barunya. Pengumuman tersebut langsung memicu aksi jual besar-besaran di pasar saham AS setelah jam kerja hari Rabu, dan berlanjut ke pasar Asia pada hari Kamis. Indeks Nikkei 225 Jepang anjlok lebih dari 4% setelah pembukaan, dan ditutup turun 2,8%. Indeks Kospi Korea Selatan turun 2,7% dan ditutup minus 1%, sementara indeks Hang Seng Hong Kong turun 1,5%. Bahkan Australia, yang menghadapi tarif 10%, juga merasakan dampaknya dengan indeks ASX 200 ditutup turun 0,9%.

Secara keseluruhan, situasi ini menggambarkan betapa seriusnya dampak perang dagang terhadap perekonomian global. Tidak hanya terbatas pada penurunan kinerja pasar saham, tetapi juga berpotensi memicu resesi global jika tidak segera diatasi. Ketidakpastian yang ditimbulkan oleh kebijakan proteksionis Trump telah menciptakan iklim investasi yang negatif, yang berdampak pada kepercayaan bisnis, investasi, dan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Kegagalan dalam mencapai kesepakatan perdagangan yang adil dan berkelanjutan akan semakin memperparah situasi dan berpotensi memicu krisis ekonomi yang lebih besar. Perlu adanya langkah-langkah konkret dan segera dari para pemimpin dunia untuk meredakan ketegangan dan mencegah terjadinya resesi global yang dapat berdampak sangat buruk bagi perekonomian dunia. Ketidakpastian yang berkelanjutan hanya akan memperburuk situasi dan memperpanjang penderitaan ekonomi bagi banyak negara.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *