Perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China memasuki babak baru yang lebih brutal. Keputusan Presiden Donald Trump untuk menaikkan tarif impor barang-barang asal China sebesar 10% telah memicu gelombang guncangan yang lebih dahsyat dibandingkan dengan konflik serupa pada tahun 2018. Bukan hanya para produsen di China yang terdampak, namun juga raksasa ritel AS seperti Walmart dan Costco merasakan tekanan yang signifikan, mengancam stabilitas ekonomi kedua negara adikuasa tersebut.
Laporan Reuters, yang diterbitkan pada 31 Maret 2025, mengungkap dampak devastasi dari kebijakan proteksionis Trump ini. Para pemasok China dan importir AS sepakat menyebutnya sebagai "perang dagang jilid II", namun dengan intensitas yang jauh lebih merusak. Perbedaan signifikan terletak pada kondisi ekonomi para produsen China yang saat ini jauh lebih rentan.
"Kali ini berbeda," tulis Reuters, mengutip sumber-sumbernya. "Produsen kelas bawah sudah berjuang dengan margin keuntungan yang sangat tipis. Mereka tidak mampu lagi memangkas harga untuk mengakomodasi kenaikan tarif, sehingga beban sepenuhnya ditanggung oleh mereka." Kondisi ini diperparah oleh keterbatasan dana pemerintah China untuk memberikan subsidi. Dukungan pemerintah yang selama ini menjadi penyangga bagi para pekerja dan produsen, kini semakin menipis, meninggalkan mereka menghadapi badai ekonomi sendirian.
Tekanan untuk menurunkan harga sebesar 10% – sesuai dengan kenaikan tarif – telah diterima oleh para pemasok China dari berbagai klien di AS. Wawancara dengan 10 produsen dan eksportir China serta dua eksekutif ritel AS mengkonfirmasi hal ini. Salah satu eksekutif, Jonathan Chitayat, bos Asia dari Genimex Group, mengungkapkan bahwa beberapa perusahaan di AS bahkan mengirimkan surat massal kepada pemasok mereka, menuntut pengurangan harga secara menyeluruh sebesar 10% untuk semua produk. Ini menunjukkan betapa besarnya tekanan yang dihadapi oleh rantai pasokan global akibat kebijakan Trump.
Dampaknya langsung terasa pada raksasa ritel AS. Costco dan Walmart, yang mengandalkan impor barang-barang dari China dalam jumlah besar, terpaksa menghadapi dilema yang sulit. Walmart, dalam keterangan resminya kepada Reuters, hanya menyatakan akan terus bekerja sama dengan pemasok China dan mencari solusi terbaik di tengah ketidakpastian ekonomi yang sedang melanda. Namun, pernyataan tersebut tidak cukup meyakinkan, mengingat besarnya tekanan yang dihadapi oleh perusahaan tersebut.
Di sisi lain, para pemasok China telah menerapkan strategi baru untuk melindungi diri dari risiko kerugian yang lebih besar. Mereka mulai menuntut pembayaran di muka 100% sebelum mengirimkan produk. Dominic Desmarais, kepala bagian solusi di Liya Solutions – perusahaan yang menghubungkan usaha kecil dan menengah AS dengan pemasok di China – menjelaskan bahwa kebijakan ini diambil sebagai antisipasi terhadap dampak buruk dari kenaikan tarif. Liya Solutions sendiri menangani berbagai produk, mulai dari mainan dan furnitur hingga produk titanium. Kebijakan pembayaran di muka ini menunjukkan betapa tingginya tingkat ketidakpercayaan dan kekhawatiran di antara para pemasok China terhadap stabilitas ekonomi di masa mendatang.
Lebih jauh lagi, analis dan produsen China memprediksi bahwa pengenaan tarif ini akan menimbulkan guncangan besar pada pusat-pusat industri di China, berpotensi menyebabkan PHK massal dan penutupan pabrik. He-Ling Shi, seorang profesor ekonomi di Universitas Monash di Melbourne, mengungkapkan bahwa banyak produsen China telah menyerah menghadapi tekanan dari AS. "Saya perhatikan bahwa cukup banyak perusahaan telah memutuskan untuk menutup usaha mereka," katanya. Pernyataan ini menggambarkan betapa seriusnya dampak perang dagang ini terhadap perekonomian China, yang berpotensi memicu krisis sosial dan ekonomi yang lebih luas.
Kesimpulannya, perang dagang jilid II yang dipicu oleh Trump bukan hanya sebuah konflik ekonomi semata, melainkan sebuah krisis yang berpotensi menimbulkan dampak domino yang meluas. Kenaikan tarif impor sebesar 10% telah menciptakan tekanan yang luar biasa bagi para produsen di China dan importir di AS. Kehilangan keuntungan, ancaman PHK massal, dan perubahan pola pembayaran menunjukkan betapa seriusnya situasi ini. Ketidakpastian ekonomi yang ditimbulkan oleh kebijakan proteksionis Trump ini tidak hanya mengancam stabilitas ekonomi China, namun juga berpotensi menimbulkan dampak negatif yang signifikan terhadap perekonomian AS sendiri, mengancam rantai pasokan global dan kesejahteraan jutaan pekerja di kedua negara. Perang dagang ini, jauh dari menjadi solusi, justru memperburuk situasi dan menjerumuskan kedua negara ke dalam ketidakpastian ekonomi yang lebih dalam.