Jakarta, 16 April 2025 – Gejolak politik kembali mengguncang dunia pendidikan tinggi Amerika Serikat. Pemerintahan Presiden Donald Trump secara resmi membekukan dana hibah federal senilai US$ 2,3 miliar, atau setara dengan Rp 38,64 triliun (berdasarkan kurs Rp 16.803 per dolar AS), untuk Universitas Harvard. Keputusan kontroversial ini memicu perdebatan sengit mengenai batasan kekuasaan pemerintah federal dalam mengatur institusi pendidikan swasta dan kebebasan akademik.
Pembekuan dana tersebut merupakan buntut dari penolakan Universitas Harvard terhadap sejumlah tuntutan Kementerian Pendidikan AS di bawah pemerintahan Trump. Tuntutan tersebut, yang dianggap oleh banyak pihak sebagai intervensi berlebihan pemerintah dalam urusan internal universitas, meliputi revisi sistem penerimaan mahasiswa dan pelaporan mahasiswa internasional yang dianggap “melanggar aturan”, khususnya mereka yang terlibat dalam demonstrasi pro-Palestina.
Latar belakang keputusan ini dapat ditelusuri hingga munculnya isu antisemitisme di kampus-kampus AS pasca-serangan Hamas 2023 di Israel dan serangan balasan Israel di Gaza pada tahun yang sama. Protes-protes mahasiswa pro-Palestina yang meluas di berbagai universitas, termasuk Harvard, pada tahun 2024, menciptakan iklim politik yang tegang dan dimanfaatkan oleh pemerintahan Trump untuk memperkuat narasi tentang ancaman terhadap keamanan nasional dan nilai-nilai Amerika.
Juru bicara Gedung Putih, Harrison Fields, dalam sebuah pernyataan resmi yang dikutip oleh Reuters, menyatakan bahwa langkah pembekuan dana ini merupakan bagian dari upaya Presiden Trump untuk "membuat perguruan tinggi di Amerika kembali menjadi yang terbaik di dunia dengan mengakhiri isu antisemitisme." Fields lebih lanjut menuduh Harvard mendukung "diskriminasi rasial yang berbahaya atau kekerasan bermotif rasial," dan menegaskan bahwa uang pajak wajib digunakan secara bertanggung jawab.
Namun, Kementerian Pendidikan AS dalam surat resmi tanggal 11 April 2025, menyatakan bahwa pembekuan dana tersebut juga didasarkan pada dugaan kegagalan Harvard dalam memenuhi persyaratan hak intelektual dan hak sipil. Kementerian juga menuntut agar Harvard mengurangi pengaruh fakultas, staf, dan mahasiswa yang lebih aktif dalam kegiatan aktivisme daripada kegiatan akademik. Lebih jauh lagi, Kementerian meminta dilakukannya audit eksternal terhadap fakultas dan mahasiswa di setiap departemen untuk memastikan "keberagaman sudut pandang."
Tuntutan yang paling kontroversial adalah instruksi agar Harvard, mulai Agustus 2025, hanya menerima mahasiswa berdasarkan prestasi akademik semata dan menghentikan semua preferensi berdasarkan ras, warna kulit, atau asal kebangsaan. Universitas juga diharuskan untuk melakukan penyaringan ketat terhadap mahasiswa internasional untuk mencegah penerimaan mahasiswa yang dianggap "menentang nilai-nilai Amerika" dan melaporkan kepada otoritas imigrasi federal mahasiswa asing yang melanggar aturan perilaku.
Presiden Harvard, Alan Garber, dalam surat terbuka menanggapi langkah tersebut dengan tegas. Ia menyatakan bahwa tuntutan Kementerian Pendidikan tersebut merupakan upaya pemerintah federal untuk mengendalikan komunitas Harvard dan mengancam nilai-nilai perguruan tinggi sebagai lembaga swasta yang independen. Garber menekankan bahwa tidak ada pemerintah, terlepas dari afiliasi politiknya, yang berhak mendikte apa yang diajarkan di universitas swasta, siapa yang diterima dan dipekerjakan, serta bidang studi apa yang diteliti. Pernyataan Garber ini merepresentasikan sentimen banyak akademisi yang melihat tindakan Trump sebagai serangan terhadap kebebasan akademik dan otonomi universitas.
Sebagai konsekuensi dari pembekuan dana, Harvard telah mengambil langkah untuk meminjam US$ 750 juta (Rp 12,6 triliun) dari Wall Street untuk meringankan dampak finansial. Namun, langkah ini tidak menghilangkan kekhawatiran akan potensi dampak jangka panjang bagi universitas dan institusi pendidikan tinggi lainnya. Laporan menyebutkan bahwa pemerintahan Trump juga telah membekukan dana hibah federal senilai ratusan juta dolar untuk sejumlah universitas lain di AS, mendesak mereka untuk melakukan perubahan kebijakan yang sejalan dengan agenda pemerintahan.
Kasus pembekuan dana Harvard ini menimbulkan pertanyaan mendasar tentang peran pemerintah dalam pendidikan tinggi dan keseimbangan antara tanggung jawab publik dan kebebasan akademik. Tindakan Trump telah memicu perdebatan nasional yang luas, dengan kritikus yang menuduhnya melakukan politisasi pendidikan dan upaya untuk membungkam suara-suara kritis, sementara pendukungnya berpendapat bahwa tindakan tersebut diperlukan untuk memastikan akuntabilitas dan mencegah penggunaan dana publik untuk tujuan yang bertentangan dengan nilai-nilai Amerika. Perkembangan selanjutnya dari kasus ini akan terus dipantau dengan saksama, mengingat implikasinya yang luas bagi masa depan pendidikan tinggi di Amerika Serikat. Perdebatan ini juga menimbulkan pertanyaan global tentang sejauh mana pemerintah dapat campur tangan dalam otonomi universitas dan bagaimana menjaga keseimbangan antara tanggung jawab publik dan kebebasan akademik.