Jakarta, 8 Mei 2025 – Pemerintah Indonesia saat ini belum memiliki rencana untuk memberikan insentif fiskal bagi kendaraan bertenaga hidrogen. Keputusan ini didasarkan pada pertimbangan matang terkait rendahnya penetrasi teknologi tersebut di pasar domestik dan belum tercukupinya ekosistem pendukungnya. Hal ini disampaikan langsung oleh Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita, usai menghadiri acara Mata Lokal Fest 2025 di Hotel Shangri-La, Jakarta.
"Oh, belum ada. Insentif mobil hidrogen belum ada dalam agenda pemerintah. Teknologinya sendiri masih dalam tahap pengembangan," tegas Menperin Agus. Pernyataan ini sekaligus membantah spekulasi yang beredar mengenai rencana pemberian insentif tersebut dalam waktu dekat.
Meskipun demikian, Menperin Agus mengakui potensi mobil hidrogen sebagai salah satu alternatif kendaraan ramah lingkungan di masa depan. Ia membuka peluang bagi pemerintah untuk memberikan insentif jika teknologi ini menunjukkan perkembangan signifikan dan kebutuhannya semakin mendesak.
"Sejak enam tahun lalu saya menjabat sebagai Menperin, kami selalu mendorong perkembangan semua teknologi otomotif di Indonesia, dengan catatan teknologi tersebut terus menunjukkan peningkatan ramah lingkungan," jelas Agus. Ia menekankan pendekatan pemerintah yang inklusif terhadap berbagai teknologi, selama teknologi tersebut berkontribusi pada upaya pelestarian lingkungan.
Menperin Agus juga menyoroti perbedaan teknologi kendaraan ramah lingkungan yang ada saat ini. Ia mencontohkan, mobil berbahan bakar minyak (BBM) dengan teknologi Internal Combustion Engine (ICE) telah menunjukkan peningkatan efisiensi dan pengurangan emisi dibandingkan generasi sebelumnya. Lebih lanjut, ia juga menyinggung perkembangan pesat kendaraan hybrid di Indonesia, dengan penjualan bulanan yang mencapai ribuan unit. Hal ini menunjukkan bahwa teknologi hybrid telah lebih siap dan diterima pasar dibandingkan teknologi hidrogen.
"Intinya, semua teknologi otomotif terbuka bagi Kemenperin, selama teknologi tersebut menunjukkan progres menuju ramah lingkungan," pungkas Agus. Pernyataan ini menggarisbawahi komitmen pemerintah untuk mendukung inovasi di sektor otomotif, namun dengan pendekatan yang pragmatis dan berorientasi pada hasil yang nyata.
Sementara itu, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, sebelumnya telah memberikan pernyataan senada dalam acara Global Hydrogen Ecosystem 2025 Summit & Exhibition di Jakarta Convention Center (JCC) pada 15 April 2025. Bahlil menegaskan bahwa pemberian insentif untuk kendaraan hidrogen akan dipertimbangkan setelah adanya investasi konkret dari pihak swasta.
"Kita sedang menunggu investor yang berminat masuk ke sektor ini. Kami meminta proposal investasi mereka. Jika proposal tersebut layak dan memenuhi kriteria, barulah kita akan membahas pemberian insentif," ungkap Bahlil.
Bahlil mencontohkan skema pemberian insentif yang serupa dengan yang diberikan kepada investor mobil listrik, seperti yang dilakukan saat Hyundai membangun pabrik mobil listrik di Karawang, Jawa Barat.
"Sama seperti ketika Hyundai membangun pabrik mobil listrik di Karawang. Saat itu, saya masih menjabat sebagai Menteri Investasi, dan model pemberian insentifnya bisa menjadi rujukan untuk mobil hidrogen. Kita akan melihat variabel apa saja yang perlu mendapat dukungan pemerintah agar investasi di sektor ini menjadi layak secara finansial," jelas Bahlil.
Pernyataan kedua menteri ini menunjukkan adanya keselarasan pandangan pemerintah dalam menghadapi perkembangan teknologi kendaraan ramah lingkungan. Pemerintah tidak menutup pintu bagi teknologi hidrogen, namun menekankan pentingnya kesiapan teknologi dan keterlibatan investor swasta sebagai prasyarat pemberian insentif. Hal ini menunjukkan pendekatan pemerintah yang berhati-hati dan berorientasi pada keberlanjutan, menghindari pemberian insentif yang tidak efektif dan hanya menghamburkan anggaran negara.
Pemerintah tampaknya lebih memprioritaskan pengembangan teknologi yang sudah matang dan memiliki potensi pasar yang jelas di dalam negeri. Dengan demikian, fokus saat ini lebih tertuju pada teknologi yang sudah terbukti efektif dan efisien, seperti kendaraan hybrid dan listrik, yang telah menunjukkan perkembangan signifikan dan penerimaan pasar yang baik.
Keputusan untuk menunda pemberian insentif mobil hidrogen juga dapat diinterpretasikan sebagai strategi pemerintah untuk memastikan penggunaan anggaran negara secara efisien dan efektif. Pemberian insentif hanya akan diberikan jika ada kepastian teknologi tersebut akan berkembang dan memberikan dampak positif bagi perekonomian dan lingkungan Indonesia. Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk mengelola sumber daya negara secara bertanggung jawab dan berkelanjutan.
Ke depan, perkembangan teknologi hidrogen dan kebijakan pemerintah terkait insentif akan terus menjadi sorotan. Pemerintah perlu terus memantau perkembangan teknologi ini dan berkolaborasi dengan pihak swasta untuk menciptakan ekosistem yang kondusif bagi pengembangan dan penerapan teknologi hidrogen di Indonesia. Ketersediaan infrastruktur pendukung, seperti stasiun pengisian hidrogen, juga menjadi faktor krusial yang perlu diperhatikan untuk memastikan keberhasilan implementasi teknologi ini di masa mendatang. Dengan demikian, keputusan pemerintah untuk menunda pemberian insentif saat ini dapat dimaklumi sebagai langkah strategis untuk memastikan investasi yang tepat sasaran dan berkelanjutan.