Jakarta, 10 Mei 2025 – Pemerintah melalui Kementerian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) tengah berpacu dengan waktu untuk merealisasikan program penghapusan kredit macet bagi satu juta pelaku UMKM. Menteri UMKM, Maman Abdurrahman, menegaskan komitmen pemerintah untuk segera menyelesaikan program yang dinanti-nantikan oleh para pelaku usaha mikro ini. Dalam sebuah pernyataan di Hotel Shangri-La, Jakarta, Kamis (8/5/2025), Maman menekankan urgensi program tersebut. "Kalau ditanya realistisnya, ya secepatnya," tegasnya. "Karena kurang lebih satu juta pelaku UMKM berharap mendapatkan kesempatan kembali untuk berusaha. Dengan status kredit bermasalah, mereka terhambat aktivitas usahanya. Oleh karena itu, kita berupaya secepat mungkin menyelesaikan ini."
Program ambisius ini, yang diperkirakan membutuhkan alokasi anggaran sekitar Rp 15 triliun, bukan tanpa tantangan. Maman mengakui adanya hambatan yang kompleks, meliputi regulasi, anggaran, dan eksekusi program. Namun, ia memastikan bahwa kendala regulasi dan anggaran telah teratasi.
"Alhamdulillah, Himbara (Himpunan Bank Milik Negara) telah menggelar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dan mengalokasikan anggaran untuk penghapusan kredit UMKM. Untuk target satu juta UMKM, anggarannya kurang lebih Rp 15 triliun. Artinya, satu isu krusial telah selesai," jelas Maman.
Kendala utama yang tersisa terletak pada mekanisme penghapusan utang itu sendiri. Praktik umum dalam penghapusan kredit perusahaan besar biasanya melibatkan restrukturisasi utang. Namun, pendekatan ini dinilai tidak efektif dan bahkan kontraproduktif bagi UMKM.
"Pada usaha mikro, pinjamannya rata-rata berkisar Rp 10 juta, Rp 20 juta, hingga Rp 30 juta. Jika kita lakukan restrukturisasi, biayanya akan lebih besar daripada nilai utang itu sendiri. Artinya, restrukturisasi menjadi tidak ekonomis," papar Maman.
Untuk mengatasi hambatan ini, pemerintah telah mengambil langkah strategis dengan memasukkan payung hukum dalam Undang-Undang BUMN yang baru. Undang-undang ini memberikan dasar hukum agar restrukturisasi tidak menjadi syarat mutlak dalam penghapusan kredit UMKM.
"Cukup melalui Peraturan Menteri BUMN yang disetujui oleh Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Ini yang sedang kita finalisasi," tambahnya.
Pernyataan Maman ini sejalan dengan keterangannya sebelumnya pada konferensi pers di kantornya, Selasa (15/4/2025). Saat itu, ia menjelaskan bahwa proses penghapusan kredit macet masih menunggu persetujuan dari jajaran direksi baru di Himbara. Namun, ia menegaskan bahwa masalah anggaran telah terselesaikan.
"Alhamdulillah, dalam RUPS Bank Himbara, anggaran untuk penghapusan piutang UMKM telah dialokasikan. Totalnya untuk kurang lebih satu juta pengusaha UMKM. Khusus untuk Bank BRI, misalnya, estimasi anggarannya sekitar Rp 15,5 triliun. Ini sudah disetujui dalam RUPS. Artinya, masalah anggaran sudah selesai," kata Maman saat itu.
Program penghapusan kredit macet ini memiliki implikasi yang sangat signifikan bagi perekonomian nasional. Sektor UMKM merupakan tulang punggung perekonomian Indonesia, menyerap jutaan tenaga kerja dan berkontribusi besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Dengan menghapus kredit macet, pemerintah berharap dapat memberikan suntikan vital bagi para pelaku UMKM untuk kembali bangkit dan berdaya saing.
Keberhasilan program ini juga akan menjadi indikator penting bagi iklim investasi dan kepercayaan pelaku usaha terhadap kebijakan pemerintah. Kecepatan dan efektivitas eksekusi program ini akan menjadi penentu keberhasilan pemerintah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Meskipun tantangan masih ada, komitmen pemerintah yang tegas dan langkah-langkah strategis yang telah diambil menunjukkan optimisme dalam penyelesaian program ini. Publik kini menantikan realisasi program penghapusan kredit macet ini dan dampak positifnya bagi jutaan pelaku UMKM di Indonesia. Keberhasilan program ini akan menjadi bukti nyata dukungan pemerintah terhadap sektor UMKM dan menjadi tonggak penting dalam pemulihan ekonomi pasca pandemi. Proses finalisasi peraturan dan koordinasi antar lembaga terkait menjadi kunci keberhasilan program ini. Kejelasan mekanisme dan transparansi dalam pelaksanaannya juga akan menjadi faktor penting dalam membangun kepercayaan dan memastikan efektivitas program ini mencapai tujuannya.