Jakarta, 28 Mei 2025 – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah (nama diganti untuk konsistensi jurnalistik, berdasarkan informasi yang ada) meluncurkan Surat Edaran (SE) Nomor M/6/HK.04/V/2025 yang secara tegas melarang segala bentuk diskriminasi dalam proses rekrutmen tenaga kerja. SE ini merupakan langkah signifikan pemerintah dalam menegakkan prinsip kesetaraan dan keadilan dalam dunia kerja, sekaligus menjawab keresahan publik terkait praktik perekrutan yang selama ini sarat dengan bias dan ketidakadilan.
Praktik diskriminatif dalam perekrutan tenaga kerja, menurut Menaker, masih menjadi tantangan serius di Indonesia. Berbagai bentuk diskriminasi, mulai dari pembatasan usia, persyaratan penampilan fisik yang subjektif seperti "harus berpenampilan menarik", status perkawinan, tinggi badan, warna kulit, hingga latar belakang suku, masih marak terjadi. Hal ini jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar negara yang menjamin hak setiap warga negara atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945.
"Dinamika praktik rekrutmen tenaga kerja menunjukkan adanya tantangan dalam mewujudkan prinsip non-diskriminatif," tegas Menaker dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan, Jakarta Selatan. "Contohnya, pembatasan usia, persyaratan penampilan menarik, status perkawinan, tinggi badan, warna kulit, dan suku masih sering ditemukan. SE ini hadir untuk mengubah hal tersebut."
SE ini bukan sekadar himbauan, melainkan penegasan komitmen pemerintah dan pemberi kerja terhadap prinsip non-diskriminatif dalam perekrutan. Dokumen ini berfungsi sebagai pedoman bagi seluruh pemberi kerja, baik perusahaan swasta maupun Badan Usaha Milik Negara (BUMN), untuk menjalankan proses rekrutmen secara objektif, transparan, dan adil. Dengan kata lain, SE ini menjadi landasan hukum yang kuat untuk menindak praktik-praktik perekrutan yang diskriminatif.
Salah satu poin penting dalam SE ini adalah mengenai pembatasan usia. Menaker menjelaskan bahwa pembatasan usia hanya dibenarkan dalam kondisi sangat spesifik dan terbatas. Pembatasan tersebut harus memenuhi dua kriteria utama: pertama, adanya kebutuhan nyata yang berkaitan langsung dengan karakteristik pekerjaan tertentu; dan kedua, pembatasan tersebut tidak boleh mengakibatkan hilangnya kesempatan kerja bagi masyarakat secara umum. Artinya, pembatasan usia hanya diizinkan jika benar-benar diperlukan karena tuntutan pekerjaan, dan tidak boleh digunakan sebagai alat untuk mengecualikan kelompok usia tertentu secara sewenang-wenang.
"Dalam hal ada kepentingan khusus yang dibenarkan secara hukum, pembatasan usia hanya dapat ditentukan jika memang dibutuhkan karena karakteristik pekerjaan tertentu yang secara nyata berkaitan dengan usia, dan tidak menyebabkan hilangnya hak memperoleh pekerjaan bagi masyarakat secara umum," jelas Menaker. Pernyataan ini menekankan pentingnya pertimbangan yang matang dan terukur dalam menerapkan pembatasan usia, bukan sekadar preferensi subjektif pemberi kerja.
Terbitnya SE ini juga didorong oleh banyaknya keluhan masyarakat yang disampaikan selama penyelenggaraan berbagai job fair. Banyak pencari kerja yang menghadapi persyaratan perekrutan yang diskriminatif, sehingga mereka kehilangan kesempatan kerja meskipun memiliki kualifikasi dan kompetensi yang memadai. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya regulasi yang tegas untuk melindungi hak-hak pencari kerja dan menciptakan lapangan kerja yang inklusif.
Langkah pemerintah tidak berhenti pada SE ini. Menaker juga tengah menyiapkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) yang akan lebih komprehensif mengatur proses rekrutmen dan memberikan sanksi tegas bagi perusahaan yang melanggar ketentuan non-diskriminasi. Meskipun belum dapat dipastikan kapan Permenaker tersebut akan diterbitkan, langkah ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk menciptakan sistem rekrutmen yang lebih adil dan berkelanjutan. Permenaker ini diharapkan akan memberikan landasan hukum yang lebih kuat dan rinci, termasuk mekanisme pengawasan dan penindakan terhadap pelanggaran.
SE ini diharapkan dapat menjadi tonggak penting dalam menciptakan iklim kerja yang adil dan setara di Indonesia. Dengan menghapus persyaratan yang diskriminatif seperti penampilan fisik dan tinggi badan, kesempatan kerja akan terbuka lebih luas bagi seluruh warga negara tanpa memandang latar belakang fisik atau sosial ekonomi mereka. Pemerintah berharap bahwa langkah ini akan mendorong terciptanya persaingan yang sehat dan meritokratis dalam dunia kerja, di mana kompetensi dan kualifikasi menjadi penentu utama dalam proses seleksi.
Ke depan, pengawasan dan penegakan aturan ini akan menjadi kunci keberhasilannya. Pemerintah perlu membangun mekanisme pengawasan yang efektif dan responsif terhadap laporan pelanggaran. Selain itu, sosialisasi dan edukasi kepada pemberi kerja juga sangat penting untuk memastikan pemahaman dan kepatuhan terhadap SE ini. Hanya dengan kerja sama yang kuat antara pemerintah, pemberi kerja, dan masyarakat, cita-cita menciptakan lapangan kerja yang inklusif dan bebas dari diskriminasi dapat terwujud. SE ini bukan hanya sekadar aturan, melainkan sebuah komitmen untuk membangun Indonesia yang lebih adil dan setara bagi seluruh warganya.