Jakarta, 9 Mei 2025 – Pemerintah Indonesia tengah menggenjot percepatan dekarbonisasi sektor industri sebagai langkah strategis menuju target Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2050. Target ambisius ini, yang lebih maju 10 tahun dari target awal 2060, menjadi prioritas mengingat kontribusi signifikan sektor industri terhadap emisi gas rumah kaca yang terus meningkat seiring pertumbuhan ekonomi nasional. Langkah ini tak hanya bertujuan untuk menjaga lingkungan, tetapi juga membuka peluang investasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, menegaskan pentingnya dekarbonisasi industri. Dalam keterangan tertulisnya, Jumat (9/5/2025), Agus menyatakan bahwa upaya ini menawarkan peluang besar bagi industri nasional. "Dekarbonisasi membuka akses ke konsumen yang semakin peduli terhadap produk ramah lingkungan, sekaligus menciptakan pasar baru melalui kebijakan pemerintah yang semakin ketat terhadap emisi," ujarnya. Lebih lanjut, ia menekankan bahwa prinsip keberlanjutan menjadi daya tarik utama bagi investor global, dengan sekitar 57% investor menunjukkan preferensi yang lebih tinggi terhadap investasi berkelanjutan.
Sebagai bagian dari Strategi Dekarbonisasi Industri, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah merumuskan sejumlah langkah konkrit. Langkah-langkah tersebut meliputi penyusunan Peta Jalan Dekarbonisasi yang komprehensif, implementasi Mekanisme Perdagangan Karbon (Carbon Trading) untuk memberikan insentif bagi perusahaan yang berhasil mengurangi emisi, serta penerapan Kebijakan Pengurangan Emisi yang dirancang untuk memastikan adaptasi sektor industri terhadap target NZE 2050.
Kemenperin juga fokus pada penerapan prinsip Ekonomi Sirkular, yang menekankan pada pengurangan limbah dan pemanfaatan kembali sumber daya. Inovasi teknologi seperti Carbon Capture and Utilization (CCU), yang menangkap dan memanfaatkan karbon dioksida, juga menjadi prioritas. Selain itu, pengembangan Standar Industri Hijau yang komprehensif mendorong efisiensi dan keberlanjutan dalam setiap proses produksi. Sembilan sektor industri menjadi prioritas utama dalam pengurangan emisi, yaitu semen, amonia, logam, pulp dan kertas, tekstil, kimia, keramik dan kaca, makanan dan minuman, serta transportasi.
Hingga Desember 2024, Kemenperin telah menerbitkan 149 Sertifikasi Standar Industri Hijau, yang mencakup 62 Standar Industri Hijau dan 46 Regulasi Standar Industri Hijau. Sertifikasi ini meliputi aspek pengelolaan bahan baku, efisiensi energi, pengelolaan air, dan pengurangan limbah. Langkah ini bertujuan untuk mendorong transformasi perusahaan-perusahaan Indonesia menjadi lebih ramah lingkungan dan efisien dalam penggunaan sumber daya, sekaligus mengurangi dampak lingkungan dari aktivitas industri dan berkontribusi pada pencapaian target pengurangan emisi.
Upaya Kemenperin tidak berhenti pada sertifikasi. Pemerintah juga tengah memperkuat ekosistem industri hijau yang sudah ada melalui pengembangan Green Industry Service Company (GISCO). GISCO dirancang sebagai jembatan antara industri dan penyedia pendanaan hijau (green financing provider), memfasilitasi agregasi pendanaan sesuai kebutuhan industri agar perusahaan tidak terbebani biaya tinggi. "GISCO akan kami fasilitasi, dan di dalamnya akan bergabung para investor, termasuk lembaga keuangan, yang akan mendanai program-program transformasi industri menuju keberlanjutan," jelas Agus.
Langkah lain yang diambil adalah mendorong pengembangan kawasan industri hijau menuju Smart-Eco Industrial Park, merupakan kawasan industri generasi keempat yang berbasis teknologi tinggi, padat karya, dan hemat air. Penerapan prinsip Resource Efficiency and Cleaner Production (RECP) menjadi elemen penting dalam pengembangan Eco Industrial Park ini. Hingga April 2025, enam kawasan industri telah menjadi proyek percontohan Kawasan Industri Berwawasan Lingkungan, yaitu Kawasan Industri Medan, Batamindo Industrial Park, Kawasan Industri Krakatau, MM2100 Industrial Town Bekasi, Karawang International Industrial City, dan Greenland International Industrial Center.
Agus berharap upaya-upaya ini akan menghasilkan kolaborasi yang lebih kuat antara pelaku industri, pemerintah, dan media massa. Kolaborasi tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi positif terhadap pembangunan ekonomi berkelanjutan dan pelestarian lingkungan. Percepatan dekarbonisasi industri bukan hanya sekadar target lingkungan, tetapi juga strategi untuk menarik investasi, menciptakan lapangan kerja, dan memastikan Indonesia mampu bersaing di pasar global yang semakin menuntut produk dan proses produksi yang ramah lingkungan. Dengan langkah-langkah strategis ini, Indonesia berupaya untuk menyeimbangkan pertumbuhan ekonomi dengan pelestarian lingkungan, menuju masa depan yang lebih berkelanjutan. Keberhasilan strategi ini akan sangat bergantung pada komitmen semua pihak, baik pemerintah, sektor swasta, maupun masyarakat luas, dalam mendukung transisi menuju industri hijau. Tantangannya memang besar, namun peluang yang ditawarkan juga sangat signifikan bagi kemajuan ekonomi dan lingkungan Indonesia.