Tangerang – Sektor hulu minyak dan gas (migas) Indonesia membutuhkan intervensi pemerintah yang lebih signifikan untuk mencapai target produksi dan mendukung ambisi hilirisasi nasional, demikian disampaikan Pri Agung Rakhmanto, Founder & Advisor Lecturer of ReforMiner Institute, dalam acara Indonesian Petroleum Association (IPA) Convex di ICE BSD, Tangerang, Rabu (21/5/2025). Pernyataan ini muncul di tengah target ambisius Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mencapai produksi minyak 1 juta barel per hari dan gas 12 Billion Cubic Feet (BCF) per hari pada tahun 2030. Target tersebut krusial untuk menjaga ketahanan energi nasional dan menjadi landasan bagi pengembangan industri hilir migas.
Agung menekankan perlunya peran aktif pemerintah dalam pembangunan infrastruktur hulu migas. Menurutnya, mekanisme pasar semata mungkin tidak cukup efisien untuk mendorong pembangunan infrastruktur yang dibutuhkan. "Jika mekanisme pasar gagal membangun dan mengembangkan infrastruktur yang dibutuhkan, pemerintah harus mengambil langkah konkret untuk membangunnya sendiri," tegas Agung. Ia menjelaskan bahwa kapasitas infrastruktur hulu yang memadai merupakan prasyarat mutlak bagi keberhasilan sektor hilir. Kegagalan dalam membangun infrastruktur ini akan menjadi penghambat utama bagi pencapaian target produksi dan hilirisasi.
Lebih lanjut, Agung menyoroti pentingnya intervensi pemerintah untuk meningkatkan harga komoditas hulu migas. Ia berpendapat bahwa kebijakan yang tepat dapat menciptakan insentif yang lebih menarik bagi investor dan pelaku usaha di sektor ini. Selain itu, Agung juga menyarankan diversifikasi pasokan sektor hilir dengan pendekatan berbasis pasar, dengan prioritas pada pertimbangan ekonomi, bukan semata-mata sentimen nasionalisme.
"Penelitian menunjukkan bahwa substitusi input energi atau stok panas untuk sektor hilir dengan meningkatkan output domestik—produksi minyak dan gas—akan menciptakan efek pengganda (multiplier effect) yang signifikan bagi keseluruhan struktur industri dan perekonomian nasional," jelas Agung. Ia menekankan pentingnya pendekatan yang terukur dan berbasis data untuk memaksimalkan dampak positif dari intervensi pemerintah.
Sementara itu, Asisten Deputi Pengembangan Minyak dan Gas Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Marcia Tamba, menjelaskan bahwa pemerintah telah merumuskan berbagai strategi untuk memacu produksi hulu migas. Sektor migas, menurut Tamba, termasuk dalam enam sektor prioritas dalam roadmap hilirisasi yang dirancang untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 8% sebagaimana yang dicanangkan pemerintah. Sektor hilir migas sendiri berkontribusi sekitar 26% dari total investasi nasional.
Tamba menekankan pentingnya peningkatan produksi hulu migas tidak hanya untuk mendukung hilirisasi, tetapi juga untuk transisi energi menuju target nol emisi bersih pada tahun 2060. Pernyataan ini menggarisbawahi pentingnya sektor migas dalam konteks pembangunan berkelanjutan dan komitmen Indonesia terhadap isu perubahan iklim.
Pernyataan Agung dan Tamba mencerminkan adanya tantangan dan peluang yang signifikan di sektor hulu migas Indonesia. Di satu sisi, terdapat target produksi yang ambisius yang memerlukan investasi dan infrastruktur yang besar. Di sisi lain, terdapat potensi ekonomi yang besar yang dapat dihasilkan dari hilirisasi dan peningkatan produksi migas.
Peran pemerintah dalam hal ini menjadi sangat krusial. Intervensi yang tepat sasaran dan terukur, yang mempertimbangkan aspek ekonomi dan keberlanjutan, sangat dibutuhkan untuk mendorong pertumbuhan sektor hulu migas. Hal ini mencakup tidak hanya pembangunan infrastruktur, tetapi juga kebijakan yang mampu meningkatkan daya saing dan menarik investasi. Kegagalan dalam hal ini dapat menghambat pencapaian target produksi dan hilirisasi, serta berdampak negatif pada perekonomian nasional dan komitmen Indonesia terhadap transisi energi.
Lebih jauh, diperlukan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan sektor migas. Masyarakat perlu dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil sejalan dengan kepentingan nasional jangka panjang. Evaluasi berkala terhadap efektivitas kebijakan pemerintah juga penting untuk memastikan bahwa intervensi yang dilakukan memberikan hasil yang optimal.
Kesimpulannya, pernyataan Agung Rakhmanto dan Marcia Tamba menyoroti urgensi intervensi pemerintah yang lebih aktif dan terukur di sektor hulu migas. Suksesnya hilirisasi dan pencapaian target produksi migas bergantung pada keberhasilan pemerintah dalam mengatasi tantangan infrastruktur, meningkatkan daya saing, dan menciptakan iklim investasi yang kondusif. Keberhasilan ini tidak hanya akan berdampak positif pada perekonomian nasional, tetapi juga pada upaya Indonesia untuk mencapai target transisi energi dan pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, perhatian dan komitmen yang serius dari pemerintah sangat diperlukan untuk memastikan keberhasilan sektor hulu migas dalam jangka panjang.