Pelindo Akui Pendangkalan Alur Pelayaran di Sejumlah Pelabuhan, Minta Dukungan Pemerintah

Jakarta, 28 April 2025 – PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo mengakui adanya masalah pendangkalan alur pelayaran di sejumlah pelabuhan yang berada di bawah pengelolaannya. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan terganggunya arus logistik nasional dan keselamatan pelayaran. Tujuh pelabuhan terdampak, yakni Belawan, Bengkulu, Kumai, Sampit, Pontianak, Banjarmasin, dan Samarinda. Namun, hanya Pelabuhan Bengkulu yang saat ini mengalami gangguan operasional signifikan akibat pendangkalan tersebut.

Ardhy Wahyu Basuki, Sekretariat Perusahaan Pelindo, dalam keterangannya kepada detikcom Minggu (27/4/2025), menyatakan bahwa Pelindo siap menangani masalah ini untuk menjaga kelancaran dan keselamatan aktivitas kepelabuhanan. Namun, perusahaan pelat merah ini menekankan pentingnya dukungan pemerintah dalam hal pendanaan dan regulasi.

"Pendangkalan memang terjadi, tetapi hanya Bengkulu yang mengalami gangguan operasional serius," ujar Ardhy. "Untuk menjamin keberlanjutan operasional dan efektivitas pengerukan, diperlukan dukungan skema pembiayaan yang jelas dari pemerintah."

Pelindo mengusulkan penerapan channel fee, atau biaya yang dikenakan kepada pengguna jasa pelayaran yang melintasi alur pelayaran yang telah dinormalisasi oleh pemerintah. Skema ini, menurut Ardhy, telah diterapkan di alur pelayaran barat Tanjung Perak Surabaya dan alur sungai Barito Banjarmasin. Saat ini, Pelindo tengah mengurus perizinan konsesi dari Kementerian Perhubungan untuk menerapkan channel fee di Pelabuhan Belawan, Bengkulu, Semarang, dan Kumai.

"Penerapan channel fee memerlukan dukungan asosiasi terkait," tambah Ardhy. "Namun, ini merupakan salah satu solusi yang kami tawarkan untuk keberlanjutan proyek pengerukan."

Pelindo Akui Pendangkalan Alur Pelayaran di Sejumlah Pelabuhan, Minta Dukungan Pemerintah

Ardhy menegaskan bahwa penanganan pendangkalan alur pelayaran membutuhkan kolaborasi yang erat antara Pelindo sebagai operator, pemerintah sebagai regulator dan pemilik kewenangan, serta pengguna jasa dan pelaku logistik. Koordinasi yang baik diperlukan untuk merumuskan solusi yang efektif dan berkelanjutan, termasuk pembagian peran, skema pendanaan, dan penentuan prioritas pengerukan.

"Kolaborasi ini krusial untuk memastikan kelancaran dan efisiensi kegiatan pelayaran dan logistik," tegas Ardhy. "Tidak mungkin Pelindo mengatasi ini sendirian."

Sebelumnya, Anggota Komisi VII DPR, Bambang Haryo Soekartono, telah menyoroti masalah ini dan mendesak pemerintah untuk segera bertindak. Dalam keterangannya Senin (14/4/2025), Bambang mengungkapkan keprihatinannya atas dampak pendangkalan yang signifikan terhadap arus logistik nasional dan keselamatan pelayaran.

Bambang menyebutkan beberapa pelabuhan yang mengalami pendangkalan parah, termasuk Pelabuhan Pulau Baai (Bengkulu), Tanjung Api-api (Palembang), Luwuk Banggai (Sulawesi Tengah), Mako (Timika), serta pelabuhan-pelabuhan di Pontianak, Kumai, Sampit, Banjarmasin, dan Samarinda.

"Pendangkalan menyebabkan kapal kandas, kerusakan lambung kapal, dan gangguan distribusi logistik," kata Bambang. "Ini berdampak pada lonjakan biaya logistik dan ketidakefisienan distribusi barang."

Ia menjelaskan bahwa pendangkalan yang dibiarkan bertahun-tahun memaksa kapal menunggu air pasang untuk masuk atau keluar pelabuhan. Kedalaman alur saat surut di beberapa lokasi hanya berkisar 2-3 meter, sehingga hanya kapal-kapal kecil yang dapat beroperasi. Kondisi ini mengakibatkan antrean kapal yang panjang, bahkan berhari-hari, dan meningkatkan risiko tabrakan.

"Ini bukan hanya soal efisiensi, tetapi juga keselamatan dan keberlangsungan ekonomi daerah," tegas Bambang. "Antrean berjam-jam, bahkan berhari-hari, dan risiko tabrakan merupakan ancaman serius."

Bambang mendesak Kementerian Perhubungan untuk segera melakukan normalisasi dan pengerukan alur pelayaran sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, PP Nomor 5 Tahun 2010, dan Permenhub Nomor 40 Tahun 2021. Ia menekankan bahwa penundaan penanganan masalah ini dapat dianggap sebagai pelanggaran hukum dan menghambat pertumbuhan ekonomi nasional.

"Kemenhub harus segera mengambil langkah konkret," ujar Bambang. "Jika dibiarkan, ini akan melanggar undang-undang dan merusak target pertumbuhan ekonomi nasional."

Pernyataan Pelindo dan desakan dari DPR ini menyoroti pentingnya perhatian serius pemerintah terhadap masalah pendangkalan alur pelayaran. Solusi yang komprehensif dan kolaboratif antara Pelindo, pemerintah, dan para pemangku kepentingan lainnya sangat diperlukan untuk mengatasi masalah ini dan memastikan kelancaran arus logistik serta keselamatan pelayaran di Indonesia. Keberhasilan dalam mengatasi masalah ini akan berdampak positif terhadap perekonomian nasional dan mengurangi biaya logistik. Kegagalan, di sisi lain, akan berakibat fatal terhadap perekonomian dan keamanan maritim Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *