Pasar Mangga Dua Kembali Jadi Sorotan AS Terkait Peredaran Barang Bajakan Merek Ternama

Jakarta, 26 April 2025 – Pasar Mangga Dua, pusat perbelanjaan terkenal di Jakarta, kembali menjadi sorotan tajam Pemerintah Amerika Serikat (AS) terkait maraknya peredaran barang-barang bajakan merek internasional. Laporan National Trade Estimate (NTE) Report on Foreign Trade Barriers yang dirilis akhir Maret 2025 oleh United States Trade Representative (USTR) secara eksplisit mencantumkan Pasar Mangga Dua sebagai salah satu lokasi yang menjadi perhatian serius, bersama beberapa platform perdagangan daring di Indonesia. Hal ini memicu kekhawatiran di kalangan pelaku usaha AS dan berpotensi memicu dampak negatif pada hubungan perdagangan bilateral kedua negara.

Laporan USTR tersebut menyebutkan bahwa meskipun Indonesia telah menunjukkan upaya peningkatan perlindungan dan penegakan Hak Kekayaan Intelektual (HKI), termasuk pembentukan gugus tugas khusus dan peningkatan upaya pemberantasan pembajakan daring, permasalahan pembajakan dan pemalsuan merek dagang, baik secara daring maupun di pasar fisik, masih menjadi kekhawatiran signifikan. Pasar Mangga Dua, dalam laporan tersebut, disebutkan secara spesifik sebagai salah satu pasar yang terus tercantum dalam Tinjauan Pasar Terkenal untuk Pemalsuan dan Pembajakan Tahun 2024.

Kementerian Perdagangan (Kemendag) Republik Indonesia mengakui adanya laporan dari sejumlah merek global terkait penjualan barang palsu di Pasar Mangga Dua. Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kemendag, Moga Simatupang, menyatakan bahwa laporan tersebut diterima dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (KI) Kementerian Hukum dan HAM. Hingga 12 Desember 2024, sejumlah merek ternama telah melaporkan temuan barang bajakan yang beredar luas di pasar tersebut.

Merek-merek yang menjadi korban pemalsuan, antara lain: LEGO (mainan), Comotomo (botol dot bayi), Mimi White (lotion), Louis Vuitton (tas wanita, dompet, dan sabuk), Christian Louboutin (sepatu wanita), Tokai (pemantik api), Orion Choco Pie (makanan/snack), dan Honda (suku cadang dan genset). Daftar panjang ini menunjukkan betapa luasnya skala pemalsuan yang terjadi dan beragamnya produk yang menjadi target.

Menanggapi laporan USTR dan maraknya kasus pemalsuan, Moga Simatupang menjelaskan bahwa penindakan terhadap peredaran barang bajakan hanya dapat dilakukan melalui laporan resmi dari pemilik merek. Hal ini merujuk pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, khususnya Pasal 103 yang mengatur mekanisme pengaduan. Produsen atau pemegang merek yang merasa dirugikan diharuskan melaporkan secara resmi kepada pihak berwenang untuk menindaklanjuti kasus pemalsuan yang terjadi.

Pasar Mangga Dua Kembali Jadi Sorotan AS Terkait Peredaran Barang Bajakan Merek Ternama

"Terkait isu yang menjadi konsen USTR, kami sudah berkoordinasi dengan Ditjen Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum. Di sana pun sudah dibentuk intellectual property task force. Mereka sudah bekerja dan mereka juga langsung menindaklanjuti terhadap isu tersebut," ujar Moga saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Kamis (24/4/2025).

Moga juga menyinggung fenomena konsumen yang membeli barang palsu, mengatakan bahwa hal tersebut merupakan pilihan konsumen itu sendiri. Ia menekankan bahwa regulasi yang ada saat ini lebih berfokus pada perlindungan hak merek dan penindakan terhadap pelaku pemalsuan, bukan pada konsumen yang membeli produk tiruan. "Coba tanya konsumennya. Senang atau nggak senang? Kamu beli LV palsu itu senang atau nggak senang? Kalau beli LV bohongan pernah nggak ngadu ke saya? Nggak pernah, kan?" tambahnya.

Pernyataan Moga ini memicu pertanyaan tentang efektivitas strategi penegakan hukum yang ada. Jika fokus hanya pada pelaku usaha dan pemegang merek, apakah upaya tersebut cukup efektif untuk memberantas peredaran barang bajakan secara menyeluruh? Perlu adanya strategi komprehensif yang melibatkan edukasi konsumen mengenai dampak negatif pembelian barang palsu, baik dari sisi ekonomi maupun kualitas produk.

Laporan USTR yang dirilis beberapa hari sebelum Presiden AS Donald Trump mengumumkan kebijakan tarif impor resiprokal semakin mempertegas urgensi penanganan masalah ini. Indonesia, yang tercatat dalam Daftar Pantauan Prioritas dalam Laporan Khusus 301 tahun 2024, dihadapkan pada tantangan besar untuk menunjukkan komitmen nyata dalam melindungi HKI dan memberantas pemalsuan. Kegagalan dalam hal ini berpotensi memicu retaliasi ekonomi dari AS yang dapat berdampak negatif pada perekonomian Indonesia.

Ke depan, Indonesia perlu memperkuat strategi penegakan hukum, meningkatkan kerjasama antar lembaga terkait, dan memperluas edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya membeli produk asli dan dampak negatif dari pemalsuan. Selain itu, peningkatan pengawasan di pasar-pasar tradisional seperti Pasar Mangga Dua, serta peningkatan pengawasan di platform perdagangan daring, merupakan langkah krusial untuk menekan peredaran barang bajakan dan melindungi kepentingan pelaku usaha, baik domestik maupun internasional. Langkah-langkah konkret dan komprehensif diperlukan untuk mengatasi masalah ini dan menghindari dampak negatif yang lebih besar bagi perekonomian Indonesia. Kepercayaan dunia internasional terhadap komitmen Indonesia dalam melindungi HKI menjadi taruhannya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *