Pasar Arang yang Membara: Ancaman Mematikan bagi Gorila Grauer di Kongo

Republik Demokratik Kongo (RDK) tengah menghadapi krisis lingkungan yang serius. Meningkatnya produksi arang di sekitar Taman Nasional Kahuzi-Biega, sebuah situs Warisan Dunia UNESCO dan habitat terakhir bagi gorila Grauer yang terancam punah, telah memicu keprihatinan global. Aktivitas penebangan liar yang tak terkendali ini mengancam kelangsungan hidup spesies langka tersebut dan merusak ekosistem hutan yang rapuh.

Lonjakan produksi arang ini, yang dimulai sejak awal tahun 2025, bertepatan dengan pengambilalihan wilayah oleh kelompok pemberontak M23. Pembukaan kembali akses jalan yang sebelumnya dibatasi oleh konflik telah membuka jalur distribusi arang ke pasar-pasar utama seperti Murhesa dan Bukavu, memicu peningkatan drastis dalam perdagangan komoditas tersebut. Kemudahan akses ini telah mengubah pasar arang menjadi bisnis yang sangat menguntungkan.

Di pasar Murhesa, sekitar 27 kilometer sebelah utara Bukavu, pemandangannya sungguh mencengangkan. Karung-karung arang seberat 70 kilogram diperjualbelikan dengan harga yang relatif murah, sekitar 45.000 franc Kongo. Harga ini jauh lebih rendah dibandingkan harga sebelumnya yang mencapai 120.000 franc Kongo, mencerminkan limpahan pasokan yang diakibatkan oleh peningkatan produksi yang signifikan. Meskipun pedagang memperoleh keuntungan tipis di tingkat lokal, volume perdagangan yang sangat besar menghasilkan keuntungan keseluruhan yang signifikan, mendorong terus berlanjutnya aktivitas penebangan liar.

Namun, di balik keuntungan ekonomi yang tampak menggiurkan ini, tersimpan ancaman yang jauh lebih besar bagi kelestarian lingkungan dan keanekaragaman hayati di RDK. Penebangan pohon secara masif untuk memproduksi arang telah menyebabkan deforestasi yang meluas, menghancurkan habitat vital bagi gorila Grauer ( Gorilla beringei graueri). Spesies ini, yang hanya ditemukan di kawasan timur RDK, telah diklasifikasikan sebagai spesies yang sangat terancam punah oleh IUCN (International Union for Conservation of Nature) dan populasinya terus menurun drastis. Kehilangan habitat akibat penebangan liar ini semakin memperparah ancaman kepunahan yang sudah membayangi mereka.

Organisasi lingkungan internasional dan nasional telah berupaya keras untuk menghentikan praktik ilegal ini. Surat-surat protes telah dikirimkan kepada pemimpin M23, mendesak mereka untuk menghentikan eksploitasi hutan yang tak terkendali. Namun, hingga saat ini, belum ada tanggapan resmi dari kelompok pemberontak tersebut, menunjukkan kurangnya komitmen terhadap pelestarian lingkungan dan upaya internasional untuk melindungi spesies yang terancam punah. Keheningan ini semakin memperkuat kekhawatiran akan dampak jangka panjang dari krisis ini.

Pasar Arang yang Membara: Ancaman Mematikan bagi Gorila Grauer di Kongo

Skala kerusakan lingkungan akibat perdagangan arang ini sungguh mengkhawatirkan. Perkiraan menunjukkan bahwa sekitar 3.000 karung arang memasuki Bukavu atau menuju Goma setiap hari. Angka ini menggambarkan betapa besarnya volume penebangan yang terjadi dan betapa cepatnya hutan di sekitar Taman Nasional Kahuzi-Biega menghilang. Jika tren ini berlanjut, konsekuensinya akan sangat fatal.

Para aktivis lingkungan memperingatkan bahwa jika eksploitasi hutan untuk produksi arang terus berlanjut tanpa kendali, Taman Nasional Kahuzi-Biega berisiko kehilangan statusnya sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO. Kehilangan status ini akan berdampak signifikan pada upaya konservasi dan perlindungan gorila Grauer. Lebih jauh lagi, ancaman kepunahan bagi gorila Grauer akan semakin nyata dan tak terhindarkan. Hilangnya spesies ini akan menjadi kerugian besar bagi keanekaragaman hayati global dan merupakan tragedi lingkungan yang tak terampuni.

Krisis ini menyoroti kompleksitas masalah lingkungan di negara-negara yang sedang berkembang, di mana konflik bersenjata dan kemiskinan seringkali menjadi faktor pendorong eksploitasi sumber daya alam secara ilegal. Perlu adanya kerjasama internasional yang kuat untuk mengatasi masalah ini, termasuk upaya diplomasi untuk menekan kelompok-kelompok bersenjata agar menghentikan aktivitas ilegal, dukungan ekonomi bagi masyarakat lokal agar beralih ke mata pencaharian alternatif yang berkelanjutan, dan peningkatan pengawasan dan penegakan hukum untuk mencegah penebangan liar.

Keberadaan gorila Grauer di ambang kepunahan merupakan panggilan bagi seluruh dunia untuk bertindak. Tidak hanya pemerintah RDK, tetapi juga komunitas internasional, organisasi konservasi, dan masyarakat global secara keseluruhan memiliki tanggung jawab untuk melindungi spesies langka ini dan mencegah kerusakan lingkungan yang lebih lanjut. Langkah-langkah konkret dan komprehensif harus segera diambil untuk menghentikan perdagangan arang ilegal dan melindungi habitat gorila Grauer sebelum terlambat. Masa depan gorila Grauer dan kelestarian Taman Nasional Kahuzi-Biega berada di ujung tanduk, dan waktu untuk bertindak adalah sekarang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *