OJK Cabut Izin BPRS Gebu Prima: Langkah Tegas Lindungi Konsumen dan Stabilitas Perbankan

Jakarta, 20 April 2025 – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kembali mengambil tindakan tegas dalam upaya menjaga stabilitas sistem keuangan nasional. Melalui Keputusan Anggota Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-23/D.03/2025 tanggal 17 April 2025, OJK resmi mencabut izin usaha PT Bank Perekonomian Rakyat Syariah Gebu Prima (BPRS Gebu Prima), yang beralamat di Jalan AR Hakim/Jalan Bakti Nomor 139, Kota Medan, Sumatera Utara. Pencabutan izin ini merupakan langkah lanjutan dari proses pengawasan yang menunjukkan komitmen OJK dalam melindungi konsumen dan menjaga kesehatan industri perbankan.

Dalam keterangan resminya, OJK menjelaskan bahwa pencabutan izin BPRS Gebu Prima merupakan bagian integral dari strategi pengawasan yang berkelanjutan. Proses ini diawali dengan penetapan status BPRS Gebu Prima sebagai Bank Dalam Penyehatan pada 6 Mei 2024. Keputusan tersebut diambil berdasarkan temuan OJK yang menunjukkan bahwa BPRS Gebu Prima tidak memenuhi ketentuan minimum permodalan dan rasio kesehatan perbankan yang telah ditetapkan.

Kegagalan BPRS Gebu Prima dalam memenuhi standar kesehatan keuangan tersebut berlanjut hingga akhirnya pada 20 Maret 2025, OJK menetapkan bank tersebut sebagai Bank Dalam Resolusi. Langkah ini diambil setelah OJK memberikan tenggat waktu yang cukup kepada pemegang saham, dewan komisaris, dan direksi BPRS Gebu Prima untuk melakukan upaya penyehatan sesuai dengan Peraturan OJK Nomor 28 Tahun 2023 tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Perekonomian Rakyat dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah. Namun, upaya penyehatan yang dilakukan terbukti tidak membuahkan hasil.

Lebih lanjut, OJK menjelaskan bahwa berdasarkan Keputusan Anggota Dewan Komisioner Bidang Program Penjaminan Simpanan dan Resolusi Bank Nomor 21/ADK3/2025 tanggal 11 April 2025, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah menetapkan cara penanganan Bank Dalam Resolusi BPRS Gebu Prima melalui proses likuidasi. LPS kemudian meminta OJK untuk mencabut izin usaha BPRS Gebu Prima, yang selanjutnya dipenuhi OJK berdasarkan Pasal 19 POJK yang berlaku.

LPS Siap Bayar Klaim Simpanan Nasabah:

OJK Cabut Izin BPRS Gebu Prima:  Langkah Tegas Lindungi Konsumen dan Stabilitas Perbankan

Pencabutan izin usaha BPRS Gebu Prima otomatis memicu proses pembayaran klaim penjaminan simpanan dan pelaksanaan likuidasi oleh LPS. Proses ini dimulai sejak tanggal 17 April 2025. LPS memastikan bahwa pembayaran klaim penjaminan simpanan nasabah akan dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Untuk itu, LPS akan melakukan rekonsiliasi dan verifikasi data simpanan dan informasi lainnya untuk menentukan jumlah simpanan yang akan dibayarkan. Proses rekonsiliasi dan verifikasi ini ditargetkan selesai dalam waktu paling lama 90 hari kerja. Dana yang digunakan untuk pembayaran klaim berasal dari dana LPS.

Sekretaris LPS, Jimmy Ardianto, menjelaskan bahwa nasabah dapat memantau status simpanannya melalui kantor BPRS Gebu Prima atau website LPS (www.lps.go.id) setelah LPS mengumumkan jadwal pembayaran klaim penjaminan simpanan. Bagi debitur, pembayaran cicilan atau pelunasan pinjaman tetap dapat dilakukan di kantor BPRS Gebu Prima dengan menghubungi Tim Likuidasi LPS.

Ardianto juga menghimbau agar nasabah tetap tenang dan tidak terprovokasi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang mungkin menawarkan bantuan pengurusan pembayaran klaim dengan imbalan tertentu. Ia menekankan bahwa hal tersebut merupakan tindakan penipuan. Ardianto juga memastikan bahwa masih banyak BPR/BPRS dan bank umum lain yang beroperasi dan aman, sehingga nasabah tidak perlu khawatir untuk menyimpan uangnya di perbankan.

Untuk memastikan simpanan nasabah terjamin oleh LPS, Ardianto mengingatkan kembali syarat 3T yang harus dipenuhi nasabah, yaitu: Tercatat dalam pembukuan bank, Tingkat bunga simpanan yang diterima tidak melebihi tingkat bunga penjaminan LPS, dan Tidak melakukan tindak pidana yang merugikan bank.

Implikasi dan Analisis:

Pencabutan izin BPRS Gebu Prima menjadi bukti nyata pengawasan ketat OJK terhadap sektor perbankan. Kejadian ini juga menyoroti pentingnya manajemen risiko dan kepatuhan terhadap regulasi perbankan yang baik. Kegagalan BPRS Gebu Prima dalam memenuhi ketentuan permodalan dan rasio kesehatan menunjukkan adanya kelemahan dalam manajemen internal bank tersebut. Hal ini menjadi pelajaran berharga bagi seluruh lembaga keuangan, khususnya BPR/BPRS, untuk senantiasa menjaga kesehatan keuangan dan kepatuhan terhadap regulasi.

Kecepatan respon OJK dan LPS dalam menangani kasus ini menunjukkan kesiapan sistem penjaminan simpanan di Indonesia dalam melindungi kepentingan nasabah. Proses likuidasi dan pembayaran klaim yang terencana dan terstruktur diharapkan dapat meminimalisir dampak negatif terhadap kepercayaan publik terhadap sektor perbankan. Transparansi informasi kepada nasabah juga menjadi kunci penting dalam menjaga stabilitas dan kepercayaan tersebut.

Ke depan, OJK perlu terus memperkuat pengawasan dan meningkatkan edukasi kepada masyarakat mengenai pentingnya memilih lembaga keuangan yang sehat dan terdaftar resmi. Peningkatan literasi keuangan juga sangat krusial untuk melindungi konsumen dari potensi kerugian akibat memilih lembaga keuangan yang bermasalah. Kasus BPRS Gebu Prima menjadi pengingat penting bagi semua pihak untuk bersama-sama menjaga kesehatan dan stabilitas sistem keuangan Indonesia. Dengan pengawasan yang ketat dan edukasi yang memadai, diharapkan kejadian serupa dapat diminimalisir di masa mendatang. Langkah-langkah proaktif dan responsif dari OJK dan LPS dalam menangani kasus ini patut diapresiasi sebagai upaya menjaga kepercayaan publik terhadap sistem perbankan Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *