Jakarta, 14 Maret 2025 – Nasib puluhan proyek jalan tol Strategis Nasional (PSN) era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) kini berada dalam ketidakpastian. Meskipun pembangunan sejumlah proyek masih berlanjut, statusnya sebagai PSN di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto masih abu-abu, memicu pertanyaan mengenai kelanjutan dan pendanaan proyek-proyek infrastruktur vital tersebut.
Perubahan signifikan terlihat dalam jumlah proyek PSN jalan tol. Di era Jokowi, jumlahnya mencapai lebih dari 30 proyek. Namun, Perpres Nomor 12 Tahun 2025 yang dikeluarkan oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto hanya menetapkan empat proyek jalan tol sebagai PSN periode 2025-2029: Tol Serang-Panimbang, Tol Probolinggo-Banyuwangi, Tol Akses Pelabuhan Patimban, dan Jalan Tol Trans Sumatra (JTTS). Angka ini jauh lebih sedikit dibandingkan dengan daftar PSN era Jokowi yang tercantum dalam Permenko Bidang Perekonomian Nomor 12 Tahun 2024.
Direktur Jalan Bebas Hambatan Ditjen Bina Marga Kementerian PUPR, Wilan Oktavian, mengungkapkan bahwa hingga saat ini, Kementerian PUPR masih melanjutkan pembangunan dan pembebasan lahan untuk sejumlah proyek jalan tol yang sebelumnya masuk dalam daftar PSN era Jokowi. Namun, kejelasan statusnya sebagai PSN di bawah pemerintahan saat ini masih belum terungkap.
“Belum tahu (statusnya dicabut atau tidak). Karena setahu kami yang dulu kan belum cabut juga. Jadi statusnya yang dulu tuh seperti apa kita belum tahu,” ujar Wilan saat ditemui di Kantor Kementerian PUPR, Jakarta, Rabu (12/3/2025).
Wilan menjelaskan bahwa salah satu indikator utama sebuah proyek jalan tol masuk dalam kategori PSN adalah pendanaan pembebasan lahannya yang berasal dari Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN). Proses pembebasan lahan oleh LMAN untuk sejumlah proyek tersebut masih berlanjut, mengindikasikan bahwa proyek-proyek tersebut belum secara resmi dihentikan.
“PSN kalau di jalan tol itu, salah satu indikatornya adalah pembahasan lahannya oleh LMAN. Nanti kalau elemennya berhenti, ya itu memang itu cabut. Tapi sekarang belum ada, perintah stop gitu belum ada. Terutama yang on going ya,” jelasnya.
Ketidakjelasan status ini dipertegas dengan contoh nyata beberapa proyek. Jalan Tol Jogja-Bawean, misalnya, tidak tercantum dalam Perpres 12/2025 sebagai PSN. Namun, proses pembebasan lahannya masih terus berjalan. Hal serupa terjadi pada Jalan Tol Bekasi Cawang-Kampung Melayu (Becakayu), di mana pembebasan lahan Seksi 2B Duren Jaya-Tambun masih berlanjut meskipun proyek ini juga tidak terdaftar sebagai PSN dalam Perpres tersebut.
Proyek Becakayu, senilai Rp 5,9 triliun, pernah terhenti akibat efisiensi anggaran. Namun, kementerian PUPR berupaya mencari sumber pendanaan alternatif untuk melanjutkan proyek tersebut.
“Kalau Becakayu sementara karena sumber dana kan awalnya dari Rupiah Murni. Rupiah Murni sekarang memang masih belum ada, sehingga sementara di-hold konstruksinya. Tapi kalau arahan Pak Dirjen (Roy Rizali Anwar) tetap kita lanjut, kita akan cari sumber dana lain. Barangkali bisa,” ungkap Wilan.
Perpres 12/2025 sendiri menyebutkan bahwa daftar PSN yang tercantum merupakan daftar indikatif dan dapat diubah atau ditambah berdasarkan evaluasi dan penilaian terhadap proyek-proyek yang ada dan proyek-proyek baru yang memenuhi kriteria. Namun, ketidakjelasan mengenai mekanisme pencabutan atau penghentian proyek-proyek PSN era Jokowi menimbulkan kekhawatiran dan menimbulkan pertanyaan besar mengenai kepastian hukum dan kelanjutan proyek-proyek tersebut.
Wilan mengakui bahwa hingga saat ini belum ada pengumuman resmi mengenai pencabutan status PSN dari proyek-proyek yang tidak masuk dalam Perpres 12/2025. Ketiadaan pernyataan resmi ini semakin memperkuat ketidakpastian yang melingkupi nasib proyek-proyek tersebut.
Perbedaan signifikan antara jumlah PSN di era Jokowi dan era Prabowo Subianto menimbulkan spekulasi mengenai prioritas pembangunan infrastruktur. Pemerintahan Prabowo Subianto menetapkan 77 proyek dan program sebagai PSN periode 2025-2029, jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah PSN di era Jokowi. Hal ini memicu pertanyaan mengenai kriteria pemilihan proyek dan implikasinya terhadap pembangunan infrastruktur nasional.
Ketidakjelasan mengenai status dan kelanjutan proyek-proyek jalan tol era Jokowi ini menimbulkan beberapa pertanyaan krusial. Apakah proyek-proyek yang tidak masuk dalam Perpres 12/2025 akan sepenuhnya dihentikan? Apa mekanisme yang akan digunakan untuk menyelesaikan proyek-proyek yang sudah berjalan? Bagaimana dampak penghentian proyek terhadap anggaran negara dan masyarakat?
Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini sangat penting untuk memberikan kepastian hukum dan mengurangi ketidakpastian bagi investor dan masyarakat yang terdampak oleh proyek-proyek tersebut. Transparansi dan komunikasi yang efektif dari pemerintah sangat dibutuhkan untuk mengatasi kekhawatiran dan memastikan kelanjutan pembangunan infrastruktur nasional yang berkelanjutan. Kejelasan status proyek-proyek ini bukan hanya penting bagi kelancaran pembangunan infrastruktur, tetapi juga untuk menjaga kepercayaan publik terhadap kebijakan pemerintah di bidang pembangunan.