Musim Kemarau 2025 Diprediksi Lebih Pendek, BMKG Ungkap Dampaknya ke Pertanian

Cuaca Ekstrem Terus Berlanjut, Tapi Ada Harapan untuk Petani

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memperkirakan bahwa musim kemarau tahun 2025 akan berlangsung lebih pendek dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Hal ini dipengaruhi oleh pola iklim global dan regional, termasuk pergeseran fase El Niño ke La Niña yang mulai terasa sejak awal tahun.

Dalam konferensi pers hari ini, Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menyampaikan bahwa curah hujan masih akan terjadi di sejumlah wilayah yang seharusnya sudah memasuki musim kemarau, khususnya di sebagian besar Pulau Jawa, Sumatera bagian Selatan, dan Sulawesi Tengah.


Mengapa Musim Kemarau 2025 Lebih Pendek?

BMKG menjelaskan bahwa anomali suhu permukaan laut di Samudera Pasifik dan Hindia yang menurun menjadi salah satu indikator bahwa La Niña lemah mulai terbentuk. La Niña cenderung membawa udara lembap dan hujan yang lebih sering terjadi.

“Kami melihat sinyal bahwa musim kemarau 2025 hanya akan berlangsung sekitar 2 sampai 3 bulan di banyak wilayah. Ini jauh lebih singkat dari pola normal yang biasanya 4 hingga 5 bulan,” jelas Dwikorita.


Dampaknya Terhadap Dunia Pertanian

Singkatnya musim kemarau ini bisa menjadi kabar baik bagi petani, terutama petani padi. Dengan ketersediaan air yang lebih stabil, potensi gagal panen karena kekeringan bisa ditekan.

Keuntungan Bagi Petani:

  • Bisa menanam padi dua kali di musim transisi.

  • Ketersediaan air irigasi tetap terjaga.

  • Lebih sedikit biaya tambahan untuk pompa air atau sistem penyiraman.

Namun demikian, BMKG juga mengingatkan bahwa hujan yang datang di luar musim bisa memicu serangan hama dan penyakit tanaman, terutama jika petani tidak menyesuaikan jadwal tanam.


Wilayah yang Masih Akan Mengalami Kemarau Panjang

Tidak semua daerah menikmati musim kemarau yang pendek. BMKG mencatat bahwa wilayah seperti:

  • Nusa Tenggara Timur (NTT)

  • Bali bagian Utara

  • Sebagian Kalimantan Selatan

diperkirakan tetap akan mengalami kemarau lebih dari 4 bulan dengan potensi kekeringan.

Pemerintah daerah diminta untuk bersiap, terutama dengan penguatan cadangan air dan bantuan irigasi darurat.


Langkah Pemerintah: Siapkan Early Warning System dan Bantuan Petani

Sebagai langkah antisipasi, Kementerian Pertanian bekerja sama dengan BMKG untuk mengeluarkan kalender tanam terbaru berbasis cuaca. Pemerintah juga akan mempercepat distribusi benih unggul dan pupuk organik ke wilayah yang berpotensi mengalami pergeseran pola tanam.

“Data dari BMKG akan jadi dasar utama penyesuaian kebijakan pertanian tahun ini,” ujar Menteri Pertanian.


Kesimpulan: Tantangan Iklim, Peluang Baru

Musim kemarau yang lebih pendek memang menantang, tapi juga bisa menjadi peluang bagi petani untuk memaksimalkan hasil panen. Dengan dukungan data cuaca yang akurat, kolaborasi antarinstansi, dan kesiapan petani, 2025 bisa menjadi momentum pemulihan sektor pertanian dari dampak perubahan iklim.

Untuk informasi prakiraan cuaca dan musim lebih lengkap, kunjungi situs resmi BMKG.go.id.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *