Misteri PT Industri Nuklir Indonesia (Inuki): BUMN Nuklir yang Terhenti Operasinya

Jakarta, 16 Mei 2025 – Keberadaan PT Industri Nuklir Indonesia (Inuki), satu-satunya Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di sektor nuklir di Indonesia, kini menjadi sorotan. Terungkap fakta mengejutkan bahwa perusahaan ini telah menghentikan seluruh operasionalnya sejak Juni 2022, sebuah kondisi yang menimbulkan pertanyaan besar terkait pengelolaan aset negara di sektor yang sangat sensitif ini.

Informasi ini terkuak dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi XII DPR RI dengan Direktur Utama Inuki, R Herry, pada Kamis (15/5/2025). Herry menjelaskan sejarah Inuki yang bermula dari PT Batan Teknologi (Persero), anak perusahaan Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), sebelum bertransformasi menjadi Inuki pada tahun 2014 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1996. Selanjutnya, pada Juni 2022, Inuki bergabung ke dalam Holding BUMN Farmasi.

Pada tahun 2014, Inuki menerima hibah dari Batan berupa tiga pusat penelitian dengan potensi komersial yang signifikan: fasilitas produksi radioisotop dan radiofarmaka, produksi elemen bakar nuklir, dan fasilitas jasa teknik. Ketiga fasilitas ini berlokasi di kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Science Techno Park Habibie) di Serpong, Tangerang Selatan, menempati gedung bernomor 10, 60, dan 70. Herry mengungkapkan bahwa Inuki telah membayar sewa sebesar Rp 7,2 miliar untuk periode 2015-2021 untuk penggunaan fasilitas tersebut.

Bisnis utama Inuki, sebelum penghentian operasionalnya, adalah penyediaan elemen bahan bakar nuklir untuk reaktor nuklir di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Selain itu, perusahaan ini juga menjalin kerjasama dengan mitra untuk menyelenggarakan workshop di luar lokasi fasilitas vital.

Namun, sejak Juni hingga Agustus 2022, Inuki menghentikan seluruh kegiatan produksinya. Herry menegaskan, "Sejak Juni 2022 dan Agustus 2022, Inuki itu sudah tidak berproduksi sehingga tidak ada, kalau katakanlah limbah tidak ada, probability limbah yang dihasilkan tidak ada." Kondisi ini berlanjut hingga izin operasional Inuki dicabut oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) pada tahun 2023. Meskipun Inuki mengklaim telah menerapkan sistem 3S (Safety, Security, dan Safeguard) untuk menjamin aspek ketenaganukliran, pencabutan izin ini menunjukkan adanya permasalahan serius yang belum terselesaikan.

Misteri PT Industri Nuklir Indonesia (Inuki): BUMN Nuklir yang Terhenti Operasinya

Herry menjelaskan, pencabutan izin operasional tersebut disebabkan oleh ketidakmampuan Inuki untuk memenuhi ketentuan Undang-Undang Ketenaganukliran dan peraturan terkait lainnya, seiring dengan keterbatasan akses terhadap fasilitas yang dimiliki.

Penjelasan dari Plt Kepala Bapeten, Sugeng Sumbarjo, memberikan konfirmasi atas pencabutan izin tersebut. Sugeng menyatakan bahwa pencabutan izin operasional Inuki pada tahun 2023 didasarkan pada hasil pengawasan yang menunjukkan bahwa fasilitas Inuki tidak memenuhi standar keselamatan operasi. Meskipun Inuki mengajukan permohonan peninjauan ulang perizinan pada Februari 2023, Bapeten tetap mencabut izin operasi produksi elemen bahan bakar nuklir dan melarang operasi produksi radioisotop dan radiofarmaka pada 18 April 2023.

Keputusan Bapeten ini menunjukkan adanya ketidaksesuaian yang signifikan antara kondisi fasilitas Inuki dengan standar keselamatan dan regulasi ketenaganukliran yang berlaku. Hal ini menimbulkan pertanyaan kritis mengenai pengawasan dan pengelolaan BUMN di sektor yang sangat vital dan berisiko tinggi ini.

Penghentian operasional Inuki menimbulkan sejumlah pertanyaan penting yang perlu dijawab secara transparan dan akuntabel. Pertama, apa penyebab utama penghentian operasional Inuki? Apakah disebabkan oleh masalah teknis, manajemen, keuangan, atau faktor lainnya? Kedua, bagaimana proses pengawasan terhadap Inuki selama periode operasionalnya? Apakah terdapat indikasi kelalaian atau ketidakpatuhan terhadap regulasi yang berlaku? Ketiga, apa langkah pemerintah untuk mengatasi permasalahan ini dan memastikan agar aset negara di sektor nuklir dikelola secara efektif dan aman? Keempat, bagaimana nasib karyawan Inuki setelah pencabutan izin operasional dan penghentian kegiatan produksi? Dan terakhir, apakah terdapat upaya untuk menghidupkan kembali operasional Inuki atau akan dilakukan langkah-langkah lain untuk memanfaatkan aset dan teknologi yang dimiliki?

Kejelasan atas pertanyaan-pertanyaan ini sangat krusial, tidak hanya untuk memastikan akuntabilitas pengelolaan BUMN, tetapi juga untuk menjaga keamanan dan keselamatan nasional di bidang ketenaganukliran. Ke depan, perlu dilakukan evaluasi menyeluruh terhadap pengelolaan BUMN di sektor strategis seperti nuklir, termasuk peningkatan pengawasan dan penegakan regulasi yang lebih ketat. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci untuk mencegah terulangnya kejadian serupa dan memastikan pemanfaatan aset negara secara optimal dan bertanggung jawab. Kegagalan dalam hal ini dapat berdampak serius, tidak hanya pada kerugian ekonomi, tetapi juga pada keamanan dan keselamatan nasional. Oleh karena itu, perlu adanya investigasi yang komprehensif dan transparan untuk mengungkap seluruh fakta dan memberikan solusi yang tepat untuk masa depan sektor nuklir di Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *