Menelisik Model Bisnis dan Tantangan Koperasi Desa Merah Putih: Wawancara Eksklusif dengan Menko Pangan

Pemerintah Indonesia tengah gencar mendorong pembentukan 80.000 Koperasi Desa/Kelurahan (Kopdeskel) Merah Putih. Langkah ini diiringi dengan diterbitkannya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 9 Tahun 2025 dan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 9 Tahun 2025, yang secara tegas menginstruksikan kementerian/lembaga terkait untuk mempercepat pembentukan dan operasionalisasi Kopdeskel Merah Putih. Keppres tersebut juga menetapkan Satuan Tugas (Satgas) Percepatan Pembentukan Koperasi Desa Merah Putih, yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan (Zulhas), dan dibantu empat wakil ketua dari Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Desa, PDT, dan Transmigrasi, Kementerian Dalam Negeri, serta Kementerian Kelautan dan Perikanan. Inisiatif ini digadang-gadang sebagai solusi untuk mengatasi permasalahan ekonomi di pedesaan dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Dalam wawancara eksklusif dengan redaksi, Menko Pangan Zulhas memaparkan secara detail progres pembentukan Kopdeskel Merah Putih, model bisnis yang diusung, skema pendanaan, serta pengelolaannya. Wawancara ini dilakukan menjelang peluncuran resmi program tersebut pada tanggal 12 Juli 2025.

Zulhas mengawali wawancara dengan menekankan visi Presiden Joko Widodo yang menjadi landasan program ini. "Presiden punya konsep yang sudah matang, visi, misi, dan konsepnya jelas, dan semua itu menunjukkan keberpihakan kepada rakyat yang luar biasa," ujarnya. Ia menambahkan bahwa program ini sejalan dengan cita-cita kemandirian pangan dan ekonomi nasional. "Bapak Presiden ingin kita tidak susah makan, produksi kita untuk makan cukup. Kita harus mandiri, berdaulat pangan," tegas Zulhas.

Program ini, menurut Zulhas, dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama adalah pencapaian swasembada pangan, khususnya protein hewani, setelah sebelumnya berhasil mengatasi ketergantungan impor beras. "Alhamdulillah, stok beras hingga tahun depan cukup, bahkan tertinggi sepanjang sejarah Indonesia. Kita berharap tidak perlu impor beras lagi," katanya. Tahap kedua, yang berjalan paralel, adalah pembangunan ekosistem ekonomi di desa melalui Kopdeskel Merah Putih. "Kita ingin rakyat produktif, kreatif, sehingga bangsa kita kuat dan maju. Bukan hanya mengandalkan bantuan sosial (bansos) terus-menerus," jelasnya.

Model bisnis Kopdeskel Merah Putih dirancang berbeda dari koperasi-koperasi sebelumnya yang seringkali gagal karena pengelolaan yang buruk. Zulhas secara tegas menyatakan, "Tidak ada lagi KUD (Ketua Untung Duluan). Kita ingin ini berhasil, sukses, membuat ekonomi desa berkembang." Salah satu kunci keberhasilannya adalah tidak mengandalkan APBN sebagai sumber pendanaan utama. "Tidak ada pemberian gratis, tidak ada APBN. Hanya biaya notaris Rp 2,5 juta untuk pendirian," tegasnya.

Menelisik Model Bisnis dan Tantangan Koperasi Desa Merah Putih: Wawancara Eksklusif dengan Menko Pangan

Modal usaha Kopdeskel Merah Putih didapatkan melalui berbagai jalur, terutama dari usaha-usaha yang dijalankan koperasi itu sendiri. Zulhas merinci beberapa unit bisnis yang direkomendasikan:

  1. Agen Pupuk Subsidi: Kopdeskel akan menjadi agen penyalur pupuk subsidi, yang menjanjikan keuntungan yang signifikan.
  2. Agen LPG 3 Kg: Menyediakan gas elpiji 3 kg, yang merupakan kebutuhan pokok di pedesaan.
  3. Warung Sembako: Menjual kebutuhan pokok sehari-hari seperti beras, minyak, gula, dan sabun.
  4. Klinik/Pustu Sederhana: Memberikan akses kesehatan dasar bagi warga desa.
  5. Layanan Logistik: Menyediakan transportasi untuk pengangkutan hasil pertanian dari desa ke kota dan sebaliknya. Kerjasama dengan PT Pos Indonesia juga akan difasilitasi.
  6. Lembaga Keuangan Mikro: Menyediakan layanan keuangan mikro melalui kerjasama dengan bank Himbara (BRI, BNI, BSI) untuk menghindari praktik rentenir dan pinjaman online (pinjol) ilegal. Ini juga akan memotong rantai distribusi yang panjang dan mahal.

Setelah usaha-usaha tersebut berjalan, barulah permodalan dari bank akan diakses. "Kita pikirkan usahanya dulu. Setelah usaha kelihatan menguntungkan, bank akan memberikan pinjaman, dengan jaminan dari pemerintah," jelas Zulhas. Plafon pinjaman yang diberikan mencapai Rp 3 miliar per Kopdeskel. Pemerintah menjamin pinjaman tersebut karena Kopdeskel dibentuk oleh pemerintah desa.

Untuk memastikan keberhasilan program, pemerintah menempatkan tenaga pendamping dari P3K (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) di setiap Kopdeskel, bersama dengan perwakilan dari bank yang bermitra. "Kita mandori dulu koperasinya, kita jagain, kita bantu seperti bayi, sampai dia tumbuh, berkembang, sampai kuat, baru nanti dilepas," kata Zulhas.

Zulhas memperkirakan program ini dapat menyerap sekitar 2 juta tenaga kerja di pedesaan. Pengurus Kopdeskel akan dipilih secara profesional, meskipun kepala desa secara ex officio menjadi dewan pengawas. "Banyak anak muda yang pintar, sarjana-sarjana di desa. Mereka akan direkrut untuk mengelola koperasi," ujarnya.

Soal potensi bentrok dengan koperasi yang sudah ada, Zulhas menegaskan bahwa keputusan ada di tangan masyarakat desa melalui Musyawarah Desa Khusus (Musdesus). "Mau bergabung dengan Kopdes Merah Putih, mau bikin baru, mau mengaktifkan koperasi yang mati, terserah mereka," katanya. Kerjasama antar koperasi juga akan difasilitasi untuk menciptakan sinergi dan menghindari persaingan yang tidak sehat.

Terkait isu monopoli, Zulhas membantahnya. "Mana ada monopoli? Warung dimana-mana ada. Kopdes hanya memberikan pilihan lain dengan harga yang lebih terjangkau karena rantai distribusi yang lebih pendek," jelasnya.

Program ini, menurut Zulhas, bertujuan untuk memutus mata rantai rente, mempermudah akses perbankan, menciptakan lapangan kerja, dan menstabilkan harga barang pokok di desa. Pemerintah juga akan melakukan operasi pasar melalui Kopdeskel jika terjadi gejolak harga.

Hingga akhir Mei 2025, lebih dari 50.000 desa telah melakukan Musdesus, dan ditargetkan semua terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM pada 30 Juni 2025. Peluncuran resmi program ini akan dilakukan pada 12 Juli 2025, dengan peluncuran besar-besaran oleh Presiden direncanakan pada 28 Oktober 2025. Kendala utama yang dihadapi adalah sosialisasi dan pemahaman masyarakat tentang program ini, serta penyediaan gedung untuk operasional Kopdeskel. Pemerintah telah mengidentifikasi beberapa alternatif lokasi, termasuk gedung sekolah yang tidak terpakai, aset pemerintah, dan gedung Pos Indonesia.

Zulhas juga menegaskan bahwa informasi yang beredar di media sosial tentang perekrutan pengurus Kopdeskel dengan pungutan biaya adalah hoax. "Tidak ada pungutan biaya apapun. Lapor polisi jika ada yang meminta uang," tegasnya. Perekrutan pengurus akan dilakukan oleh masing-masing Kopdeskel berdasarkan Musdesus, dan pemerintah akan menempatkan tenaga pendamping dari P3K.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *