Jakarta, 5 Maret 2025 – Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah (nama dalam berita asli tidak disebutkan secara lengkap, diasumsikan sebagai Ida Fauziyah) hari ini memberikan klarifikasi terkait isu maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) di Indonesia. Menanggapi data yang beredar di publik, Menaker menegaskan bahwa angka PHK yang tercatat di Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencapai 50 ribu pekerja pada tahun 2024. Namun, ia menekankan bahwa angka tersebut merupakan data kumulatif sepanjang tahun lalu dan tidak mencerminkan gambaran menyeluruh situasi ketenagakerjaan saat ini. Pernyataan ini disampaikan Menaker dalam konferensi pers di kantor Kemnaker, menanggapi data Kementerian Perindustrian (Kemenperin) yang menunjukkan tren positif penyerapan tenaga kerja di sektor manufaktur.
Menaker Ida Fauziyah menjelaskan bahwa data Kemnaker perlu dilihat secara kontekstual. Ia membandingkannya dengan data Kemenperin yang menunjukkan sektor manufaktur menyerap lebih dari 1 juta tenaga kerja baru pada tahun 2024, tepatnya 1.082.998 orang. "Saya telah berkomunikasi dengan Menteri Perindustrian," ujar Menaker. "Jika kita lihat data penyerapan tenaga kerja di sektor manufaktur tahun lalu yang mencapai lebih dari 1 juta, dan membandingkannya dengan data PHK yang kami miliki sekitar 50 ribu, maka terlihat pesan positif yang perlu kita sampaikan kepada publik."
Pernyataan Menaker ini bertujuan untuk mengimbangi persepsi negatif yang mungkin muncul akibat pemberitaan mengenai PHK. Ia mengakui adanya beberapa sektor ekonomi yang mengalami kontraksi dan berujung pada PHK. Namun, Menaker menekankan bahwa penyebab PHK bersifat multifaktorial dan tidak selalu mencerminkan kondisi ekonomi makro secara keseluruhan. "Walaupun saya tidak menutup mata bahwa memang ada beberapa perusahaan atau industri yang mengalami fase kontraksi, namun ada juga yang justru tumbuh pesat," jelasnya.
Menaker secara tegas membantah klaim adanya PHK massal yang meluas di berbagai perusahaan. Ia mencontohkan kasus PT Mayora Indah Tbk yang sempat ramai diberitakan mengalami PHK besar-besaran. "Memang ada beberapa perusahaan yang pemberitaannya di media menyebutkan adanya PHK. Namun, setelah kami lakukan pengecekan, ternyata informasi tersebut tidak sepenuhnya akurat. Contohnya kasus Mayora, setelah kami verifikasi, faktanya tidak seperti yang diberitakan," tegas Menaker.
Penjelasan Menaker ini sejalan dengan data yang disampaikan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangan persnya pada hari yang sama. Menteri Agus memaparkan data Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) yang menunjukkan penyerapan tenaga kerja di sektor manufaktur mencapai angka yang signifikan pada tahun 2024. Angka tersebut jauh lebih besar dibandingkan dengan jumlah PHK yang dilaporkan Kemnaker pada periode yang sama. Penting untuk dicatat, angka PHK 48.345 yang disampaikan Kemenperin merupakan angka total PHK di seluruh sektor ekonomi, bukan hanya sektor manufaktur.
Menteri Agus juga menyampaikan empati kepada perusahaan dan pekerja yang terdampak PHK. "Memang benar ada penutupan beberapa pabrik dan pemutusan hubungan kerja (PHK)," akui Menteri Agus. "Kami menyampaikan empati kepada perusahaan industri dan pekerja yang mengalami hal tersebut. Kemenperin terus berupaya meningkatkan investasi baru di sektor manufaktur, mendorong munculnya industri baru untuk mulai berproduksi sehingga menyerap tenaga kerja baru lebih banyak dan menjadi alternatif lapangan kerja bagi pekerja yang terdampak PHK."
Perbedaan angka PHK antara data Kemnaker dan Kemenperin perlu ditelaah lebih lanjut. Kemungkinan perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan metodologi pengumpulan data, cakupan sektor yang diamati, dan waktu pelaporan. Kemnaker mungkin memiliki akses ke data yang lebih luas, mencakup berbagai sektor ekonomi dan jenis PHK, sementara data Kemenperin lebih spesifik pada sektor manufaktur. Hal ini menunjukkan perlunya koordinasi dan sinkronisasi data antar kementerian untuk memberikan gambaran yang lebih komprehensif dan akurat mengenai situasi ketenagakerjaan di Indonesia.
Lebih lanjut, penting untuk diingat bahwa angka PHK, meskipun signifikan, tidak sepenuhnya menggambarkan seluruh dinamika pasar kerja. Angka tersebut perlu diimbangi dengan data mengenai penciptaan lapangan kerja baru di berbagai sektor. Data Kemenperin menunjukkan potensi positif dalam hal penyerapan tenaga kerja di sektor manufaktur, yang perlu dikaji lebih mendalam untuk memahami tren jangka panjang dan dampaknya terhadap perekonomian nasional.
Kesimpulannya, pernyataan Menaker dan Menteri Perindustrian memberikan gambaran yang lebih kompleks mengenai situasi ketenagakerjaan di Indonesia. Meskipun angka PHK memang terjadi, data menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja di beberapa sektor, khususnya manufaktur, masih cukup signifikan. Perlu kajian lebih lanjut untuk menganalisis faktor-faktor penyebab PHK, dampaknya terhadap perekonomian, dan strategi pemerintah dalam mengantisipasi dan meminimalisir dampak negatifnya. Transparansi data dan koordinasi antar kementerian menjadi kunci untuk memberikan informasi yang akurat dan membantu publik memahami situasi ketenagakerjaan secara lebih komprehensif. Penting juga untuk menghindari generalisasi dan penyederhanaan informasi, serta fokus pada analisis yang lebih mendalam dan berimbang.