Likuiditas Perekonomian RI Melonjak: Uang Beredar Tembus Rp 9.239 Triliun di Februari 2025

Jakarta, 21 Maret 2025 – Bank Indonesia (BI) melaporkan lonjakan signifikan pada likuiditas perekonomian Indonesia pada Februari 2025. Uang beredar dalam arti luas (M2), yang menjadi indikator utama likuiditas, mencapai angka fantastis Rp 9.239,9 triliun, mencatatkan pertumbuhan tahunan (year-on-year/yoy) sebesar 5,7%. Angka ini menunjukkan peningkatan dibandingkan pertumbuhan pada Januari 2025 yang tercatat sebesar 5,5% (yoy), mengindikasikan tren positif dalam pergerakan uang di dalam negeri.

Kepala Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso, dalam keterangan resminya menjelaskan bahwa pertumbuhan M2 yang lebih tinggi pada Februari 2025 didorong oleh dua faktor utama. Pertama, pertumbuhan uang beredar sempit (M1) yang mencapai 7,4% (yoy). M1, yang meliputi uang kartal dan giro, mencerminkan aktivitas transaksi ekonomi harian yang semakin dinamis. Kedua, pertumbuhan uang kuasi, yang mencakup deposito dan tabungan, mencapai 1,8% (yoy), menunjukkan peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap sektor perbankan dan instrumen investasi.

"Perkembangan M2 pada Februari 2025 terutama dipengaruhi oleh perkembangan penyaluran kredit dan aktiva luar negeri bersih," tegas Ramdan. Penjelasan ini memberikan gambaran lebih detail mengenai pendorong utama pertumbuhan likuiditas. Pertumbuhan penyaluran kredit yang mencapai 9,0% (yoy) pada Februari 2025, relatif stabil dibandingkan bulan sebelumnya, menunjukkan aktivitas peminjaman yang tetap aktif dan mendukung sektor riil. Hal ini mengindikasikan optimisme pelaku usaha terhadap prospek ekonomi ke depan.

Lebih lanjut, Ramdan menjelaskan kontribusi signifikan dari aktiva luar negeri bersih. Pertumbuhan aktiva luar negeri bersih mencapai 4,1% (yoy) pada Februari 2025, meningkat tajam dibandingkan pertumbuhan pada Januari 2025 yang hanya sebesar 2,4% (yoy). Peningkatan ini menunjukkan arus modal asing yang positif ke Indonesia, yang dapat memperkuat cadangan devisa dan menstabilkan nilai tukar Rupiah. Hal ini menunjukkan kepercayaan investor internasional terhadap perekonomian Indonesia.

Namun, di tengah pertumbuhan positif ini, terdapat satu indikator yang menunjukkan tren kontrasif. Tagihan bersih kepada Pemerintah Pusat (Pempus) mengalami kontraksi sebesar 5,7% (yoy) pada Februari 2025. Meskipun angka ini lebih baik dibandingkan kontraksi 14,1% (yoy) pada bulan sebelumnya, hal ini tetap perlu menjadi perhatian. Kontraksi ini dapat mengindikasikan pengurangan pengeluaran pemerintah atau peningkatan efisiensi dalam pengelolaan keuangan negara. Analisis lebih lanjut diperlukan untuk memahami implikasi dari tren ini terhadap perekonomian secara keseluruhan.

Likuiditas Perekonomian RI Melonjak: Uang Beredar Tembus Rp 9.239 Triliun di Februari 2025

Sementara itu, Uang Primer (M0) adjusted pada Februari 2025 tercatat sebesar Rp 1.882,7 triliun, tumbuh 13,0% (yoy). Pertumbuhan ini relatif stabil dibandingkan dengan pertumbuhan pada Januari 2025 sebesar 13,2% (yoy). M0, yang terdiri dari uang kartal dan giro Bank Umum di BI, merupakan indikator yang mencerminkan jumlah uang yang beredar secara langsung di masyarakat. Komponen M0 adjusted menunjukkan pertumbuhan uang kartal sebesar 9,8% (yoy) dan giro Bank Umum di BI adjusted sebesar 5,1% (yoy). Pertumbuhan uang kartal yang lebih tinggi mengindikasikan peningkatan transaksi tunai, sementara pertumbuhan giro menunjukkan aktivitas perbankan yang tetap aktif.

Secara keseluruhan, data yang dirilis BI menunjukkan gambaran yang kompleks mengenai likuiditas perekonomian Indonesia pada Februari 2025. Pertumbuhan M2 yang signifikan didorong oleh peningkatan penyaluran kredit, arus modal asing yang positif, dan aktivitas transaksi yang dinamis. Namun, kontraksi tagihan bersih kepada Pempus perlu dipantau lebih lanjut untuk memahami implikasinya terhadap perekonomian. BI perlu terus memantau perkembangan ini dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Analisis lebih lanjut mengenai faktor-faktor penentu pertumbuhan M2, serta implikasi dari pertumbuhan ini terhadap inflasi dan stabilitas makroekonomi, sangat diperlukan untuk memberikan gambaran yang lebih komprehensif. Perlu pula dikaji lebih dalam mengenai dampak dari kebijakan moneter BI terhadap perkembangan likuiditas ini, serta bagaimana BI akan mengelola likuiditas ke depan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Ke depan, transparansi dan keterbukaan informasi dari BI akan semakin penting untuk memberikan keyakinan kepada publik dan investor terhadap kesehatan perekonomian Indonesia.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *