Jakarta, (**) – Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal pertama tahun 2025 mencapai 4,87% secara year on year (yoy), demikian data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS). Angka ini didorong terutama oleh konsumsi rumah tangga yang berkontribusi sebesar 54,53% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan tumbuh sebesar 4,89% (yoy). Namun, angka pertumbuhan ini menunjukkan perlambatan jika dibandingkan dengan kuartal I-2024 yang mencapai 4,91%. Fenomena ini cukup menarik perhatian, mengingat adanya momen Lebaran yang biasanya menjadi pendorong signifikan peningkatan konsumsi.
Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, menjelaskan bahwa perlambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga ini perlu dilihat dalam konteks yang lebih luas. "Jika dibandingkan dengan kuartal I tahun-tahun sebelumnya yang tidak diwarnai oleh Pemilu, pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada kuartal I-2025 tergolong baik," ujarnya. Ia menekankan bahwa efek euforia belanja Pemilu yang terjadi pada tahun sebelumnya tidak lagi menjadi faktor pendorong pada periode ini.
Lebih lanjut, Amalia menjelaskan bahwa meskipun Lebaran jatuh pada 31 Maret 2025, dampak positifnya terhadap konsumsi rumah tangga tidak sepenuhnya terekam pada kuartal I. "Hari pertama Idul Fitri memang masuk dalam triwulan I, tetapi libur panjang Lebaran, termasuk H+1 dan H+2, termasuk dalam kuartal II-2025," jelasnya. Hal ini, menurutnya, menjadi salah satu faktor yang menyebabkan pertumbuhan konsumsi rumah tangga tidak selincah yang diperkirakan.
Dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun-tahun sebelumnya, pertumbuhan konsumsi rumah tangga kuartal I-2025 memang lebih baik. Pada kuartal I-2022, pertumbuhannya hanya mencapai 4,35%, dan pada kuartal I-2023 sebesar 4,53%. Pertumbuhan pada kuartal I-2025 ini, sebagian besar didorong oleh peningkatan konsumsi pada sektor transportasi dan komunikasi, serta restoran dan hotel, yang mencerminkan aktivitas masyarakat selama bulan Ramadan dan Idul Fitri.
Namun, perlambatan pertumbuhan ini tetap menjadi perhatian. Analisis lebih mendalam diperlukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor lain yang mungkin berperan, di luar faktor musiman dan pergeseran waktu libur Lebaran. Kemungkinan adanya penurunan daya beli masyarakat akibat faktor inflasi atau ketidakpastian ekonomi perlu dikaji lebih lanjut.
Selain konsumsi rumah tangga, pertumbuhan ekonomi kuartal I-2025 juga didukung oleh beberapa faktor lain. Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) berkontribusi sebesar 28,03% terhadap PDB, meskipun pertumbuhannya melambat menjadi 2,12% (yoy). Sektor ekspor menunjukkan kinerja yang positif dengan pertumbuhan sebesar 6,78%, didorong oleh peningkatan nilai ekspor nonmigas dan peningkatan jumlah kunjungan wisatawan mancanegara. Hal ini menunjukkan potensi Indonesia dalam menarik investasi asing dan meningkatkan daya saing produk ekspornya.
Di sisi lain, konsumsi pemerintah yang berkontribusi 5,88% terhadap PDB justru mengalami kontraksi sebesar -1,38%. Kondisi ini perlu menjadi perhatian pemerintah untuk mengoptimalkan belanja negara agar dapat lebih efektif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi.
Dari sisi lapangan usaha, sektor pertanian mencatat capaian yang menggembirakan. Sektor ini mencatatkan pertumbuhan tertinggi dalam beberapa tahun terakhir, mencapai 10,52% (yoy). Ini merupakan peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan kuartal I-2024 yang mengalami kontraksi sebesar -3,54%. Pertumbuhan ini didorong oleh peningkatan produksi padi dan jagung yang masing-masing mencapai 51,45% dan 39,02% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Meningkatnya permintaan domestik juga menjadi faktor pendukung pertumbuhan sektor pertanian ini.
Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2025 menunjukkan tren positif, meskipun terdapat perlambatan pada pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Pemerintah perlu terus memantau perkembangan ekonomi secara cermat dan mengambil langkah-langkah strategis untuk menjaga momentum pertumbuhan, terutama dengan memperhatikan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi daya beli masyarakat dan mengoptimalkan peran sektor-sektor strategis seperti pertanian dan ekspor. Analisis yang lebih mendalam terhadap data BPS, khususnya terkait faktor-faktor yang menyebabkan perlambatan konsumsi rumah tangga, sangat penting untuk merumuskan kebijakan ekonomi yang tepat sasaran dan berkelanjutan. Perlu juga dilakukan kajian lebih lanjut untuk mengantisipasi potensi dampak ekonomi dari berbagai faktor eksternal dan internal yang dapat mempengaruhi kinerja ekonomi Indonesia ke depannya. Pemantauan yang ketat terhadap indikator-indikator ekonomi makro, seperti inflasi, tingkat suku bunga, dan nilai tukar rupiah, juga sangat krusial untuk menjaga stabilitas ekonomi dan memastikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.