Jakarta, 6 Mei 2025 – Industri ritel Indonesia kembali menyaksikan kepergian pemain besar. GS Supermarket, raksasa ritel asal Korea Selatan yang selama ini beroperasi di Tanah Air, dipastikan akan menutup seluruh gerainya pada akhir Mei 2025. Kabar ini telah dikonfirmasi oleh sejumlah karyawan di beberapa cabang, termasuk GS The Fresh di Mampang dan Legenda Wisata Cibubur, yang menyatakan operasional akan berakhir pada 31 Mei mendatang. Kehadiran supermarket baru di lokasi-lokasi tersebut diisyaratkan sebagai pengganti.
Penutupan ini bukan merupakan keputusan sepihak dari GS Supermarket, melainkan bagian dari proses pengambilalihan oleh pihak lain. Hal ini diungkapkan oleh Budiharjo Iduansjah, Ketua Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO). Pernyataan ini membantah spekulasi mengenai kebangkrutan atau kegagalan bisnis yang mendadak. Proses take over ini menandai berakhirnya kiprah GS Supermarket di pasar ritel Indonesia, setelah bertahun-tahun beroperasi dan bersaing dengan pemain lokal maupun internasional.
Kehadiran GS Supermarket di Indonesia pernah menjadi sorotan, menandai ekspansi agresif perusahaan ritel Korea Selatan ke pasar Asia Tenggara. Dengan menawarkan konsep dan produk yang terkadang berbeda dari supermarket lokal, GS Supermarket mencoba memikat konsumen Indonesia. Namun, perjalanan mereka di Indonesia ternyata tidak semulus yang diharapkan. Penutupan seluruh gerai ini menjadi bukti nyata tantangan yang dihadapi perusahaan ritel asing dalam menembus dan bertahan di pasar Indonesia yang dinamis dan kompetitif.
Budiharjo Iduansjah, dalam keterangannya, mengungkapkan bahwa penutupan GS Supermarket merupakan bagian dari tren yang lebih luas di industri ritel Indonesia. Ia menunjuk pada penutupan sejumlah gerai ritel besar lainnya dalam beberapa tahun terakhir, seperti Matahari, Giant, dan yang terbaru, Lulu Hypermarket. Fenomena ini, menurutnya, tak lepas dari perubahan perilaku konsumen Indonesia dalam berbelanja. Perubahan tersebut mencakup beberapa aspek, antara lain:
-
Pergeseran ke belanja online: Pertumbuhan pesat e-commerce dan platform belanja online telah mengubah kebiasaan belanja masyarakat. Konsumen semakin terbiasa berbelanja dari rumah melalui aplikasi dan situs web, mengurangi frekuensi kunjungan ke toko fisik. Hal ini memberikan tekanan besar pada supermarket konvensional, yang harus beradaptasi dengan cepat agar tetap relevan.
-
Meningkatnya preferensi terhadap toko serba ada (minimarket): Minimarket dengan jangkauan yang luas dan jam operasional yang fleksibel semakin diminati. Konsumen cenderung memilih berbelanja kebutuhan sehari-hari di minimarket terdekat, daripada mengunjungi supermarket yang mungkin lebih jauh dan membutuhkan waktu lebih lama.
-
Persaingan yang ketat: Pasar ritel Indonesia sangat kompetitif, dengan kehadiran pemain lokal dan internasional yang kuat. Perusahaan ritel harus mampu menawarkan harga yang kompetitif, kualitas produk yang baik, dan pengalaman belanja yang memuaskan untuk dapat bersaing dan mempertahankan pangsa pasar. Kegagalan dalam hal ini dapat berujung pada penutupan gerai atau bahkan keluar dari pasar.
-
Perubahan gaya hidup: Perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia juga turut mempengaruhi perilaku belanja. Konsumen cenderung lebih selektif dalam memilih produk dan lebih memperhatikan aspek kesehatan, kualitas, dan keberlanjutan. Supermarket harus mampu menyesuaikan penawaran produk dan strategi pemasaran mereka agar sesuai dengan perubahan gaya hidup ini.
-
Kenaikan biaya operasional: Meningkatnya biaya sewa, tenaga kerja, dan logistik juga memberikan tekanan pada profitabilitas perusahaan ritel. Supermarket harus mampu mengelola biaya operasional secara efisien agar tetap dapat bersaing dan menghasilkan keuntungan.

Penutupan GS Supermarket menjadi pelajaran berharga bagi pemain ritel lainnya. Keberhasilan di pasar internasional tidak menjamin keberhasilan di pasar Indonesia. Memahami karakteristik konsumen Indonesia, beradaptasi dengan perubahan perilaku belanja, dan mampu mengelola biaya operasional secara efisien merupakan kunci keberhasilan dalam industri ritel yang semakin kompetitif ini.
Lebih lanjut, kasus ini juga menimbulkan pertanyaan mengenai strategi ekspansi ritel asing di Indonesia. Apakah model bisnis yang berhasil di negara lain dapat secara langsung diterapkan di Indonesia? Apakah pemahaman yang mendalam tentang budaya dan perilaku konsumen lokal menjadi faktor penentu keberhasilan? Pertanyaan-pertanyaan ini perlu dikaji lebih lanjut agar dapat memberikan gambaran yang lebih jelas tentang tantangan dan peluang dalam industri ritel Indonesia.
Ke depan, menarik untuk melihat siapa yang akan mengambil alih lokasi-lokasi GS Supermarket dan bagaimana mereka akan mengisi kekosongan yang ditinggalkan oleh raksasa ritel asal Korea Selatan ini. Apakah mereka akan mempertahankan konsep yang sama atau akan menawarkan konsep yang lebih sesuai dengan tren pasar saat ini? Pertanyaan-pertanyaan ini akan menjadi fokus perhatian bagi para pelaku industri ritel dan konsumen di Indonesia. Penutupan GS Supermarket bukan hanya sekadar berita bisnis, tetapi juga mencerminkan dinamika yang kompleks dalam industri ritel Indonesia dan bagaimana perusahaan harus beradaptasi untuk bertahan hidup. Kisah GS Supermarket menjadi pengingat akan pentingnya pemahaman pasar lokal dan kemampuan beradaptasi dalam menghadapi perubahan yang cepat dan kompetitif.