Jakarta, 26 Mei 2025 – Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) menyatakan keprihatinannya atas kasus Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang menimpa ratusan karyawan PT Maruwa Indonesia di Batam, Kepulauan Riau. Perusahaan asal Jepang tersebut diduga telah melakukan PHK massal terhadap sekitar 205 karyawannya tanpa memberikan hak-hak pekerja secara penuh, termasuk gaji dan pesangon. Kasus ini mencuat ke publik setelah video yang memperlihatkan para karyawan, sebagian besar perempuan, menuntut hak-hak mereka di depan kantor perusahaan viral di media sosial. Video tersebut menggambarkan keputusasaan para pekerja yang mengaku terus dijanjikan namun hak-haknya tak kunjung dibayarkan oleh manajemen PT Maruwa Indonesia.
Kepala Biro Humas Kemnaker, Sunardi Manampiar Sinaga, dalam keterangan resminya kepada detikcom, menegaskan sikap tegas Kemnaker terkait permasalahan ini. “Terkait pelanggaran norma ketenagakerjaan yang terjadi di PT Maruwa Indonesia di Batam, kita harapkan supaya perusahaan memberikan seluruh hak-hak pekerja,” tegas Sunardi. Ia menekankan pentingnya perusahaan memenuhi kewajibannya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Keengganan perusahaan untuk membayar gaji dan pesangon merupakan pelanggaran serius yang tidak dapat dibiarkan.
Sunardi menjelaskan langkah-langkah yang dapat ditempuh oleh para pekerja yang dirugikan. Ia mendorong agar para pekerja, dibantu oleh serikat pekerja atau serikat buruh, untuk segera melaporkan kasus ini kepada Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) setempat. Laporan ke Disnaker merupakan langkah awal yang krusial sebelum kasus tersebut ditangani oleh Kemnaker. “Jika tidak ditunaikan, sebaiknya para pekerja dibantu Serikat Buruh/Serikat pekerja untuk melaporkan ke Dinas tenaga kerja daerah dan paralel dilaporkan juga ke Kementerian ketenagakerjaan,” imbuhnya.
Kemnaker, lanjut Sunardi, siap memfasilitasi penyelesaian permasalahan ini melalui jalur mediasi. Pihak Kemnaker akan menyediakan mediator untuk membantu mencapai kesepakatan antara manajemen PT Maruwa Indonesia dan para pekerja yang dirugikan. Proses mediasi ini diharapkan dapat menghasilkan solusi yang adil dan mengakhiri konflik yang telah menimbulkan keresahan di kalangan pekerja.
Namun, jika upaya mediasi gagal mencapai kesepakatan, Kemnaker tidak akan tinggal diam. Pihak Kemnaker, berkolaborasi dengan Disnaker setempat, akan mengambil langkah tegas dengan menerjunkan pengawas ketenagakerjaan untuk melakukan penegakan hukum. “Kita akan tempuh melalui mediasi untuk penyelesaian seluruh hak-hak pekerja melalui mediator. Dan bilamana mediasi tidak berhasil maka Kemnaker bersama Disnaker akan menerjunkan Pengawas ketenagakerjaan untuk melakukan penegakan hukum norma ketenagakerjaan,” jelas Sunardi. Hal ini menunjukkan komitmen Kemnaker untuk melindungi hak-hak pekerja dan memastikan kepatuhan perusahaan terhadap peraturan ketenagakerjaan.
Kasus PT Maruwa Indonesia ini menjadi sorotan tajam karena menyangkut ratusan pekerja yang terancam kehilangan mata pencaharian. Mayoritas pekerja yang terkena dampak PHK adalah perempuan, yang rentan terhadap dampak ekonomi yang lebih berat. Situasi ini semakin memprihatinkan mengingat klaim kebangkrutan perusahaan yang menjadi alasan PHK tersebut belum didukung oleh bukti-bukti yang memadai. Para pekerja merasa ditipu dan diabaikan oleh manajemen perusahaan yang terus menunda-nunda pembayaran hak-hak mereka.
Video viral yang beredar di media sosial memperlihatkan suasana tegang dan penuh emosi saat para pekerja menuntut hak-hak mereka. Mereka terlihat kecewa dan frustrasi karena upaya mereka untuk berkomunikasi dengan manajemen perusahaan selama ini tidak membuahkan hasil. Kejadian ini menyoroti pentingnya perlindungan hukum bagi pekerja dan pengawasan yang ketat terhadap praktik-praktik perusahaan yang merugikan pekerja.
Peristiwa ini juga menjadi pengingat pentingnya peran serikat pekerja dalam memperjuangkan hak-hak anggotanya. Kehadiran dan peran aktif serikat pekerja sangat dibutuhkan untuk membantu pekerja dalam menghadapi situasi seperti ini, baik dalam proses negosiasi dengan perusahaan maupun dalam mengajukan laporan kepada pihak berwenang. Serikat pekerja dapat menjadi jembatan komunikasi yang efektif antara pekerja dan perusahaan, serta dapat memberikan dukungan hukum dan advokasi yang dibutuhkan oleh para pekerja.
Ke depan, kasus PT Maruwa Indonesia ini diharapkan dapat menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak, baik perusahaan maupun pemerintah. Perusahaan harus bertanggung jawab penuh atas kewajiban mereka kepada pekerja, sementara pemerintah harus memastikan penegakan hukum ketenagakerjaan berjalan efektif dan memberikan perlindungan yang memadai bagi pekerja. Perlindungan pekerja bukan hanya sebatas wacana, tetapi harus diwujudkan dalam tindakan nyata untuk menciptakan iklim kerja yang adil dan bermartabat. Kemnaker, melalui langkah-langkah tegasnya, diharapkan dapat memberikan keadilan bagi para pekerja PT Maruwa Indonesia dan mencegah terulangnya kasus serupa di masa mendatang. Transparansi dan akuntabilitas dari pihak perusahaan juga sangat penting untuk mencegah terjadinya manipulasi informasi dan melindungi hak-hak pekerja. Perlu adanya investigasi menyeluruh untuk memastikan kebenaran klaim kebangkrutan perusahaan dan memastikan tidak ada unsur kesengajaan dalam PHK massal ini.