Kemacetan Tanjung Priok: Sinyal Krisis Sistem Logistik Nasional yang Membutuhkan Perbaikan Segera

Kemacetan parah yang melumpuhkan akses Pelabuhan Tanjung Priok pasca libur Lebaran 2025 menjadi sorotan tajam, mengungkap kelemahan mendasar dalam sistem logistik nasional. Antrean ribuan truk logistik membentang hingga lebih dari delapan kilometer, mengganggu aktivitas masyarakat sekitar dan menimbulkan kerugian ekonomi yang signifikan. Kejadian yang berlangsung selama dua hari, Rabu dan Kamis (16-17 April 2025), dipicu oleh lonjakan volume kendaraan logistik yang drastis. Jumlah truk yang biasanya mencapai 2.500 unit per hari melonjak menjadi lebih dari 4.000 unit, mengungkap ketidakmampuan sistem pengelolaan pelabuhan dalam menghadapi fluktuasi permintaan.

Marcellus Hakeng Jayawibawa, pengamat maritim dari IKAL Strategic Center (ISC), menilai bahwa peningkatan volume tersebut tidak diimbangi dengan manajemen arus masuk yang efektif dan adaptif. Meskipun Pelindo telah menerapkan sistem digital, sistem pembatasan dan pengaturan gate pass berbasis waktu real-time terbukti belum optimal dalam menangani lonjakan tersebut. Hakeng menekankan bahwa masalah ini bukan sekadar kemacetan musiman, melainkan indikator serius dari disfungsi sistem logistik nasional yang membutuhkan penanganan segera dan komprehensif.

"Tantangan utamanya bukan hanya infrastruktur fisik pelabuhan, tetapi juga lemahnya regulasi mikro dan kurangnya koordinasi antar sektor yang terlibat dalam pengelolaan sistem logistik nasional," tegas Hakeng dalam keterangan tertulisnya pada Jumat (18 April 2025). Ia mendesak transformasi tata kelola pelabuhan menjadi sistem yang prediktif dan berbasis data untuk mengantisipasi berbagai permasalahan yang mungkin timbul di masa mendatang. Sistem yang reaktif terbukti gagal mengatasi lonjakan volume pasca libur Lebaran, menunjukkan urgensi perencanaan yang lebih matang dan berbasis data.

Data terbaru menunjukkan aktivitas peti kemas di Pelabuhan Tanjung Priok pada kuartal pertama 2025 mencapai 1,88 juta TEUs, meningkat 7,2% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Peningkatan signifikan ini, menurut Hakeng, menunjukkan ketidakmampuan sistem penerimaan dan pengeluaran kontainer dalam menangani volume yang terus meningkat. Ketidakakuratan sistem stacking di container yard menjadi salah satu penyebab utama waktu sandar kapal yang lebih lama, berujung pada penumpukan kontainer dan antrean truk yang panjang.

Meskipun Pelindo telah menerapkan sejumlah sistem modern seperti Terminal Operating System (TOS), autogate, dan jadwal gate pass berbasis waktu, implementasinya masih terhambat oleh rendahnya kepatuhan operator logistik dan kurangnya integrasi data yang efektif antar stakeholder. Pelabuhan, penyedia jasa truk, dan pengelola lalu lintas masih beroperasi dalam silo informasi, mengakibatkan inefisiensi dan kemacetan. Sistem yang sudah ada terbukti belum mampu mengatasi masalah antrean, mengindikasikan kompleksitas permasalahan yang melampaui sekadar manajemen waktu masuk dan keluar kendaraan.

Kemacetan Tanjung Priok: Sinyal Krisis Sistem Logistik Nasional yang Membutuhkan Perbaikan Segera

Perbandingan dengan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia semakin mempertegas permasalahan yang dihadapi Indonesia. Negara-negara tersebut telah berhasil mengatasi masalah klasik seperti antrean kendaraan yang panjang, penumpukan kontainer, dan keterbatasan infrastruktur serta sumber daya manusia (SDM). Indonesia, sebaliknya, masih terjebak dalam permasalahan yang sudah berlangsung lama dan seharusnya telah teratasi.

Untuk mengatasi krisis ini, Hakeng merekomendasikan beberapa langkah strategis. Penerapan sistem pre-booking gate time berbasis data real-time menjadi kunci untuk mengelola arus masuk kendaraan secara lebih efisien. Pengembangan digital twin pelabuhan juga perlu dikaji untuk melakukan simulasi beban harian dan mengantisipasi potensi kemacetan di masa mendatang. Simulasi ini akan memungkinkan perencanaan yang lebih akurat dan responsif terhadap fluktuasi volume.

Selain itu, peningkatan koordinasi antar lembaga menjadi sangat krusial. Kerjasama yang lebih erat antara Pelindo, Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Direktorat Lalu Lintas (Ditlantas), dan asosiasi logistik sangat diperlukan untuk menciptakan sinergi dan efisiensi dalam pengelolaan sistem logistik nasional. Koordinasi yang terintegrasi akan memungkinkan perencanaan yang komprehensif dan respon yang cepat terhadap berbagai tantangan yang muncul.

Kemacetan di Tanjung Priok bukan sekadar masalah infrastruktur, tetapi juga masalah tata kelola, regulasi, dan koordinasi. Perbaikan sistem logistik nasional membutuhkan pendekatan holistik yang melibatkan semua pemangku kepentingan. Kegagalan untuk mengatasi masalah ini akan berdampak negatif terhadap perekonomian nasional, mengurangi daya saing Indonesia di pasar global, dan menghambat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Oleh karena itu, perbaikan sistem logistik nasional bukan lagi sekadar pilihan, melainkan keharusan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *