Jakarta, 6 Mei 2025 – Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, memberikan penjelasan terkait sejumlah kasus keracunan yang terjadi dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) di beberapa wilayah Indonesia. Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi IX DPR RI di Senayan, Jakarta Pusat, Dadan menekankan bahwa insiden serupa bukanlah hal yang asing, bahkan terjadi di negara-negara maju yang telah lama menjalankan program serupa. Ia menyoroti pentingnya belajar dari pengalaman negara lain untuk mencegah terulangnya kejadian serupa dan memastikan keberlangsungan program MBG.
Dadan memaparkan sejumlah contoh kasus keracunan makanan dalam program gizi di berbagai negara maju, yang terjadi bahkan setelah program tersebut berjalan selama puluhan tahun. Hal ini, menurutnya, menunjukkan bahwa meskipun telah memiliki infrastruktur dan sistem yang mapan, risiko keracunan tetap ada dan memerlukan pengawasan yang berkelanjutan.
"Di Mesir, misalnya, program serupa dimulai pada tahun 1991, namun kasus keracunan besar yang melibatkan 3.353 siswa sakit dan 435 siswa lainnya terdampak baru terjadi pada tahun 2017 – setelah 26 tahun program berjalan," ungkap Dadan. Ia melanjutkan, "Di Tiongkok, bahkan ada beberapa kasus kematian yang dilaporkan setelah program berjalan selama 10 hingga 13 tahun. Di Jepang, kasus serupa terjadi setelah 49 tahun program berjalan."
Dadan juga mencontohkan kasus di Amerika Serikat (AS) yang mengalami insiden keracunan setelah lebih dari 51 tahun program serupa berjalan. Finlandia, dengan sejarah program gizi selama 80 tahun, juga pernah mengalami kasus keracunan. Republik Dominika melaporkan 300 anak sakit akibat mengonsumsi susu terkontaminasi pada tahun 2010, tujuh tahun setelah program tersebut dimulai. Afrika Selatan pun mengalami kasus serupa pada tahun 2014, dengan satu anak meninggal dunia setelah program berjalan selama 20 tahun.
"Contoh-contoh ini menunjukkan bahwa meskipun program telah berjalan sukses selama 2-3 bulan, kewaspadaan tetap harus dijaga," tegas Dadan. "Kejadian di negara lain menjadi pelajaran berharga bagi kita. Perlu ada penyegaran dan pengawasan berkelanjutan untuk memastikan makanan yang disajikan bersih, higienis, sehat, dan menyehatkan. Target BGN adalah nol kejadian keracunan," tambahnya.
Sementara itu, Dadan mengakui adanya beberapa kasus keracunan dalam program MBG di Indonesia. Ia merinci beberapa kejadian yang telah terjadi dan langkah-langkah yang telah diambil untuk mengatasinya.
Salah satu kasus terjadi di Sukoharjo, Jawa Tengah, pada awal Januari 2025, yang menyebabkan sekitar 40 siswa mengalami keracunan. "Penyebabnya bersifat teknis karena program masih baru," jelas Dadan. "Saat itu, gas untuk memasak habis ketika makanan hampir siap digoreng. Kejadian ini menjadi pelajaran berharga, dan Alhamdulillah, hingga saat ini tidak terulang lagi."
Kasus lain terjadi di Batang, Jawa Tengah. Meskipun makanan disiapkan dengan baik dan dikirim tepat waktu, keterlambatan konsumsi makanan di sekolah akibat adanya acara sekolah menyebabkan beberapa siswa mengalami masalah kesehatan.
Di Cianjur, Jawa Barat, terjadi kasus keracunan yang melibatkan dua sekolah dari sembilan sekolah yang tergabung dalam program. Dari 72 siswa yang terdampak, hasil uji laboratorium menunjukkan hasil negatif racun. "Hasil uji laboratorium terhadap nampan makanan, air, fasilitas, masakan, dan muntahan siswa menunjukkan hasil negatif racun," kata Dadan. Namun, BGN masih menyelidiki penyebab muntah-muntah yang dialami para siswa.
Selain Cianjur, BGN juga masih menyelidiki kasus di Bandung, Tasikmalaya, dan Pali, Sumatera Selatan. Dadan menjelaskan bahwa kasus-kasus di daerah tersebut diduga disebabkan oleh makanan yang dimasak terlalu awal dan tidak segera dikirim ke sekolah. "Kejadian-kejadian ini mendorong kita untuk melakukan perbaikan Standar Operasional Prosedur (SOP)," ujarnya.
Dadan menekankan pentingnya evaluasi dan perbaikan berkelanjutan dalam program MBG. Ia menyatakan bahwa BGN akan terus meningkatkan pengawasan dan pelatihan bagi petugas dapur serta memperkuat kerjasama dengan pihak terkait untuk mencegah terjadinya kasus keracunan serupa di masa mendatang. BGN juga berkomitmen untuk menyelidiki secara menyeluruh setiap kasus yang terjadi dan mengambil langkah-langkah korektif yang diperlukan untuk memastikan keamanan dan kesehatan siswa penerima manfaat program MBG. Kejadian di Indonesia, menurutnya, menjadi momentum untuk memperkuat sistem pengawasan dan memastikan program MBG berjalan efektif dan aman bagi seluruh peserta. Pengalaman negara lain menjadi acuan penting untuk meningkatkan kualitas dan keamanan program MBG di Indonesia, sehingga tujuan utama program, yaitu peningkatan gizi anak sekolah, dapat tercapai dengan optimal dan tanpa risiko kesehatan yang membahayakan. BGN berkomitmen untuk terus berbenah dan belajar dari setiap kejadian untuk menciptakan program MBG yang lebih baik dan lebih aman.