Ottawa/Washington D.C. – Perang tarif yang dipicu oleh pemerintahan Presiden Donald Trump telah menimbulkan guncangan dahsyat bagi perekonomian Kanada, memaksa perusahaan-perusahaan, dari produsen farmasi hingga manufaktur komponen baja, untuk merestrukturisasi strategi bisnis mereka dan mencari alternatif pasar di luar Amerika Serikat. Hubungan dagang bilateral yang selama puluhan tahun terjalin erat kini berada di ambang jurang, menandai babak baru yang penuh ketidakpastian dalam hubungan Kanada-AS.
Laporan Reuters pada Rabu (7 Mei 2025) mengungkap dampak signifikan kebijakan proteksionis Trump terhadap sektor manufaktur Kanada. Perusahaan-perusahaan skala kecil dan menengah, tulang punggung ekonomi Kanada, kini berjuang keras untuk bertahan di tengah badai tarif yang dijatuhkan secara sepihak oleh AS. Produsen kapsul dan tablet farmasi, misalnya, tengah gencar menjajaki peluang kemitraan di pasar Asia sebagai alternatif ekspor yang lebih stabil. Sementara itu, produsen komponen baja yang selama ini mengandalkan pasar AS menghadapi dilema: menaikkan harga jual untuk menutupi biaya tambahan tarif, atau kehilangan pangsa pasar yang signifikan. Ironisnya, bahkan perusahaan yang memproduksi kostum maskot untuk acara olahraga dan sekolah pun terpaksa menurunkan harga jual demi mempertahankan pelanggan di AS, sebuah gambaran nyata betapa meluasnya dampak perang tarif ini.
Dampaknya terasa begitu nyata. Ekonomi Kanada, yang selama ini sangat bergantung pada pasar AS – sebanyak 75% ekspor Kanada ditujukan ke Negeri Paman Sam – kini menghadapi ancaman resesi. Sektor manufaktur, penyumbang utama perekonomian Kanada, merasakan pukulan terberat. Sebanyak 42% produksi sektor manufaktur diekspor ke AS, dan 41% dari 1,7 juta pekerja di sektor ini bergantung pada perdagangan dengan AS. Dengan kata lain, kebijakan Trump secara langsung mengancam mata pencaharian jutaan warga Kanada.
Langkah Trump menaikkan tarif impor, yang dia klaim sebagai respons atas masuknya fentanil dari Kanada, dinilai sebagai tindakan proteksionis yang tidak berdasar. Data resmi menunjukkan bahwa kurang dari 1% barang yang disita di perbatasan AS berasal dari Kanada, membantah klaim Trump tersebut. Pada Maret lalu, Trump menjatuhkan tarif 25% pada semua impor baja dan aluminium dari Kanada, kemudian menambah beban dengan tarif 25% lagi pada mobil dan suku cadang yang tidak memenuhi syarat perjanjian perdagangan bebas Amerika Utara (NAFTA). Langkah ini dinilai sebagai tindakan sewenang-wenang yang mengabaikan hubungan bilateral yang telah terjalin selama berpuluh-puluh tahun.
Perdana Menteri Kanada, Mark Carney, yang dijadwalkan bertemu Presiden Trump di Gedung Putih pada Selasa, telah secara terbuka menyatakan bahwa era hubungan lama Kanada-AS telah berakhir. Bahkan jika AS bersedia menegosiasikan perjanjian perdagangan baru, ketidakpastian kebijakan Trump dan iklim bisnis yang tidak menentu di AS akan tetap menjadi penghalang besar bagi perusahaan-perusahaan Kanada. Pernyataan Carney ini mencerminkan keputusasaan dan kekecewaan pemerintah Kanada terhadap sikap AS yang dinilai tidak adil dan merugikan.
Menanggapi dampak tarif ini, juru bicara Gedung Putih, Kush Desai, memberikan pernyataan yang dianggap sinis dan meremehkan oleh banyak pihak. Desai menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan Kanada "tidak perlu khawatir sama sekali tentang tarif ketika Kanada menjadi negara bagian ke-51 yang kita cintai." Pernyataan ini dinilai sebagai penghinaan dan menunjukkan kurangnya pemahaman atas dampak serius kebijakan Trump terhadap perekonomian Kanada. Pernyataan tersebut justru semakin memperburuk hubungan bilateral yang sudah tegang.
Situasi ini memaksa Kanada untuk mengambil langkah-langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan pada pasar AS. Diversifikasi pasar ekspor menjadi prioritas utama, dengan negara-negara Asia menjadi target utama. Pemerintah Kanada juga tengah mempertimbangkan berbagai kebijakan untuk mendukung perusahaan-perusahaan domestik yang terdampak perang tarif, termasuk insentif fiskal dan program pelatihan untuk meningkatkan daya saing di pasar global.
Perang tarif ini bukan hanya sekadar perselisihan ekonomi; ini adalah krisis hubungan bilateral yang berdampak luas pada berbagai aspek kehidupan masyarakat Kanada. Ketidakpastian ekonomi yang ditimbulkan oleh kebijakan Trump telah memicu kekhawatiran akan penurunan investasi, pengurangan lapangan kerja, dan melemahnya daya beli masyarakat. Kanada, yang selama ini dikenal sebagai mitra dagang yang handal dan terpercaya bagi AS, kini terpaksa mencari jalan keluar dari ketergantungan yang selama ini dianggap sebagai pilar kekuatan ekonomi nasional.
Langkah Kanada untuk mengurangi ketergantungan pada pasar AS merupakan strategi bertahan hidup yang terpaksa ditempuh di tengah ketidakpastian politik dan ekonomi yang ditimbulkan oleh pemerintahan Trump. Masa depan hubungan Kanada-AS masih belum jelas, namun satu hal yang pasti: era hubungan dagang yang harmonis dan saling menguntungkan tampaknya telah berakhir, digantikan oleh persaingan yang penuh tantangan dan ketidakpastian. Kanada, dengan segala daya dan upaya, tengah berjuang untuk membangun kembali fondasi ekonominya dan mencari jalan menuju masa depan yang lebih mandiri dan berkelanjutan. Perang tarif Trump telah memaksa Kanada untuk tumbuh dewasa secara ekonomi, sebuah pelajaran pahit yang akan diingat untuk waktu yang lama.