Jakarta, 15 April 2025 – Pemerintah Indonesia menegaskan komitmennya untuk mengembangkan industri kendaraan hidrogen sebagai alternatif energi bersih dan mengurangi ketergantungan pada Bahan Bakar Minyak (BBM) impor. Namun, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bapak Bahlil Lahadalia, menyatakan bahwa pemberian insentif bagi pengembangan kendaraan hidrogen akan diberikan secara selektif dan bergantung pada masuknya investasi swasta yang signifikan ke sektor ini.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Menteri Bahlil dalam acara Global Hydrogen Ecosystem 2025 Summit & Exhibition di Jakarta Convention Center (JCC). Beliau menekankan bahwa pemerintah saat ini tengah menunggu proposal investasi dari pihak-pihak yang berminat mengembangkan teknologi dan produksi kendaraan hidrogen di Indonesia. "Kita sedang menunggu siapa yang akan masuk, siapa yang akan berinvestasi. Kami meminta mereka untuk mengajukan proposal. Jika proposal tersebut layak dan memenuhi kriteria yang telah ditetapkan, barulah kita akan memberikan insentif," tegas Menteri Bahlil.
Model pemberian insentif yang direncanakan, menurut Menteri Bahlil, akan serupa dengan insentif yang diberikan kepada investor di sektor kendaraan listrik. Ia mencontohkan investasi Hyundai dalam pembangunan pabrik mobil listrik di Karawang, Jawa Barat, sebagai acuan. "Sama seperti ketika Hyundai membangun pabrik mobil listrik di Karawang. Saat itu, saya masih menjabat sebagai Menteri Investasi, dan saya memperkirakan model pemberian insentif untuk kendaraan hidrogen akan serupa. Kita akan melihat variabel apa saja yang perlu didukung pemerintah melalui insentif agar investasi tersebut menjadi layak secara finansial," jelasnya.
Kejelasan regulasi juga menjadi faktor penting dalam menentukan pemberian insentif. Saat ini, regulasi yang mengatur kendaraan hidrogen masih belum spesifik dan mengacu pada regulasi yang berlaku untuk kendaraan listrik. Menteri Bahlil mengakui hal ini dan menyatakan bahwa pemerintah akan segera menyelesaikan regulasi tersebut jika industri kendaraan hidrogen menunjukkan potensi pasar yang signifikan. "Regulasi yang ada saat ini masih mengacu pada regulasi kendaraan listrik. Belum ada regulasi khusus untuk kendaraan hidrogen. Namun, jika industri ini berkembang pesat dan menunjukkan potensi pasar yang besar, pemerintah akan segera menyelesaikan regulasi yang dibutuhkan," ujarnya.
Potensi pengurangan impor BBM menjadi salah satu alasan utama pemerintah mendorong pengembangan kendaraan hidrogen. Menteri Bahlil memperkirakan bahwa pengembangan industri ini berpotensi mengurangi impor BBM hingga 900-1.000 barel per hari. Indonesia, menurutnya, memiliki sumber daya hidrogen yang melimpah, yang dapat dihasilkan dari batu bara, gas alam, dan air. "Salah satu cara kita untuk mengurangi impor BBM adalah dengan memanfaatkan potensi bahan bakar alternatif, termasuk BM40, baterai listrik, dan hidrogen," tambahnya.
Pernyataan Menteri Bahlil ini menunjukkan pendekatan pemerintah yang pragmatis dan berorientasi pada hasil dalam pengembangan industri kendaraan hidrogen. Pemerintah tidak akan mengucurkan dana insentif secara serampangan, melainkan akan menunggu kepastian investasi dan potensi pasar yang nyata. Hal ini menunjukkan upaya pemerintah untuk memastikan efisiensi penggunaan anggaran negara dan menghindari potensi pemborosan.
Namun, pendekatan ini juga menimbulkan pertanyaan tentang kecepatan pengembangan industri kendaraan hidrogen di Indonesia. Ketidakjelasan regulasi dan ketergantungan pada investasi swasta dapat memperlambat proses transisi energi dan mengurangi daya saing Indonesia di pasar kendaraan hidrogen global. Potensi sumber daya hidrogen yang melimpah seharusnya menjadi daya tarik bagi investor asing, namun kekurangan regulasi yang jelas dan insentif yang belum pasti dapat menjadi penghambat.
Pemerintah perlu mempertimbangkan strategi yang lebih komprehensif untuk menarik investasi swasta, termasuk memberikan insentif fiskal yang lebih menarik, mempercepat penyelesaian regulasi yang komprehensif dan transparan, serta memberikan jaminan kepastian hukum bagi investor. Selain itu, pemerintah juga perlu meningkatkan kampanye publik untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang manfaat kendaraan hidrogen dan mendorong adopsi teknologi ini.
Keberhasilan pengembangan industri kendaraan hidrogen di Indonesia tidak hanya bergantung pada ketersediaan sumber daya alam dan teknologi, tetapi juga pada kemampuan pemerintah untuk menciptakan iklim investasi yang kondusif dan memberikan dukungan yang memadai bagi para pelaku industri. Oleh karena itu, perlu adanya koordinasi yang lebih intensif antar kementerian dan lembaga terkait untuk memastikan terwujudnya ekosistem industri kendaraan hidrogen yang berkelanjutan dan kompetitif di Indonesia. Kejelasan roadmap pengembangan industri ini juga sangat penting untuk memberikan kepastian bagi investor dan mendorong pertumbuhan sektor ini secara berkelanjutan.
Perlu diingat bahwa transisi energi merupakan proses yang kompleks dan membutuhkan waktu yang cukup lama. Pemerintah perlu memiliki strategi jangka panjang yang terukur dan realistis untuk mencapai target pengurangan emisi karbon dan diversifikasi energi. Pengembangan kendaraan hidrogen merupakan salah satu langkah penting dalam mencapai tujuan tersebut, dan keberhasilannya sangat bergantung pada kerjasama yang erat antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Oleh karena itu, transparansi dan komunikasi yang efektif antara pemerintah dan para pemangku kepentingan menjadi kunci keberhasilan dalam pengembangan industri ini.