Jakarta, 24 Februari 2025 – Industri keuangan syariah Indonesia menunjukkan kinerja positif yang menggembirakan sepanjang tahun 2024. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pertumbuhan signifikan di berbagai sektor, menunjukkan tren peningkatan yang signifikan dalam penetrasi dan penerimaan layanan keuangan berbasis syariah. Namun, di tengah euforia pertumbuhan tersebut, tantangan dalam meningkatkan literasi dan inklusi keuangan syariah masih menjadi pekerjaan rumah besar yang perlu segera diatasi.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK, Frederica Widyasari Dewi, dalam sambutannya pada Kampanye Nasional Gerak Syariah di AEON BSD, Tangerang, Minggu (23/2/2025), memaparkan data yang menunjukkan pertumbuhan pesat industri perbankan syariah. Salah satu indikator kunci yang menonjol adalah pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah yang mencapai 9,9%, mencapai angka fantastis Rp 653 triliun sepanjang tahun 2024. Angka ini menunjukkan peningkatan yang signifikan dalam kepercayaan masyarakat terhadap produk dan layanan keuangan syariah.
"Sektor perbankan, khususnya intermediasi perbankan syariah, mencatatkan pertumbuhan yang positif. Pembiayaan tumbuh sebesar 9,9% menjadi Rp 653 triliun. Yang patut diapresiasi adalah tingkat Non-Performing Loan (NPL) atau kredit macet yang tetap terjaga dengan baik di angka 2,12%," ujar Frederica. Data ini menunjukkan kesehatan dan stabilitas sistem perbankan syariah Indonesia yang semakin kokoh. Rasio NPL yang rendah mengindikasikan pengelolaan risiko yang efektif dan kemampuan perbankan syariah dalam menghadapi potensi kerugian.
Pertumbuhan positif juga terlihat pada Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan syariah. Sepanjang tahun 2024, DPK tumbuh sebesar 10,1% (yoy) mencapai Rp 753 triliun. Angka ini mencerminkan peningkatan kepercayaan masyarakat terhadap keamanan dan profitabilitas perbankan syariah sebagai alternatif pengelolaan keuangan. Peningkatan DPK ini menjadi modal penting bagi perbankan syariah untuk menyalurkan pembiayaan yang lebih luas kepada masyarakat.
Tidak hanya di sektor perbankan, pertumbuhan positif juga terlihat di pasar modal syariah. Kapitalisasi pasar saham syariah mengalami peningkatan sebesar 11,1%, mencapai Rp 6,82 triliun di tahun 2024. Hal ini menunjukkan minat investor terhadap instrumen investasi syariah yang semakin meningkat. Sementara itu, Assets Under Management (AUM) di sektor ini juga tumbuh signifikan, mencapai Rp 50,8 triliun atau meningkat 18,2% di tahun 2024. Tren positif ini menunjukkan potensi besar pasar modal syariah untuk terus berkembang dan menarik minat investor baik domestik maupun internasional.
"Kita melihat kapitalisasi pasar untuk saham-saham syariah terus meningkat, begitu pula jumlah investor syariah. Hal yang sama juga terjadi di reksadana dan instrumen investasi syariah lainnya. Ini merupakan perkembangan positif yang harus terus kita dorong," tegas Frederica. Pernyataan ini menggarisbawahi pentingnya dukungan pemerintah dan regulator untuk terus mendorong pertumbuhan industri keuangan syariah.
Meskipun menunjukkan pertumbuhan yang signifikan, Frederica menekankan perlunya upaya lebih intensif untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan syariah. Tingkat literasi keuangan syariah di tahun 2024 masih tergolong rendah, yaitu sebesar 39%, sementara tingkat inklusi keuangan syariah hanya mencapai 12%. Meskipun angka ini menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya (literasi meningkat dari 9% menjadi 39%), namun masih jauh dari angka ideal untuk mencapai target inklusi keuangan yang lebih luas.
"Literasi syariah tahun lalu baru mencapai 39%, dan inklusi masih di angka 12%. Walaupun meningkat signifikan dari sebelumnya, ini tetap menjadi pekerjaan rumah bagi kita semua," ungkap Frederica. Rendahnya tingkat literasi dan inklusi ini menjadi hambatan utama dalam memperluas akses masyarakat terhadap produk dan layanan keuangan syariah. Banyak masyarakat yang sebenarnya tertarik dengan produk syariah, namun masih terkendala oleh kurangnya pemahaman dan informasi yang memadai.
Oleh karena itu, Frederica menyerukan kepada seluruh pelaku industri keuangan syariah untuk lebih proaktif dalam mendekatkan diri kepada masyarakat. Strategi jemput bola diperlukan untuk mengatasi kendala akses informasi dan pemahaman masyarakat terhadap produk dan layanan keuangan syariah.
"Ini menjadi PR bagi Bapak/Ibu pelaku industri syariah untuk menjemput bola kepada masyarakat yang sebenarnya sudah ingin menjadi konsumen sektor jasa keuangan syariah. Semoga ini menjadi perhatian kita semua," tutup Frederica. Seruan ini menekankan pentingnya kolaborasi antara regulator, pelaku industri, dan berbagai pihak terkait untuk meningkatkan literasi dan inklusi keuangan syariah, sehingga manfaatnya dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Pertumbuhan yang pesat ini harus diiringi dengan upaya yang sama kuat untuk memastikan akses yang merata dan pemahaman yang mendalam dari masyarakat terhadap produk dan layanan keuangan syariah. Hanya dengan demikian, potensi besar industri keuangan syariah Indonesia dapat terwujud secara optimal dan berkontribusi pada pembangunan ekonomi nasional yang inklusif dan berkelanjutan.