Jakarta, 18 April 2025 – Pemerintah Indonesia tengah berupaya keras menekan tarif impor yang tinggi untuk produk unggulan nasional dalam negosiasi perdagangan dengan Amerika Serikat (AS). Menko Perekonomian, Airlangga Hartarto, yang memimpin delegasi Indonesia, menegaskan komitmen untuk menciptakan lapangan persaingan yang adil dan seimbang dalam hubungan perdagangan bilateral kedua negara. Fokus utama negosiasi ini adalah menurunkan tarif impor yang selama ini dinilai memberatkan ekspor Indonesia ke pasar AS, terutama jika dibandingkan dengan negara-negara pesaing.
Airlangga dalam konferensi pers virtual menyampaikan keprihatinan atas disparitas tarif yang diterapkan AS terhadap produk Indonesia dibandingkan dengan negara-negara lain, termasuk negara-negara ASEAN. Ia menekankan bahwa Indonesia menuntut perlakuan yang adil dan tidak diskriminatif dalam hal tarif impor. Situasi saat ini, menurutnya, jauh dari ideal, di mana produk unggulan Indonesia dikenakan tarif yang jauh lebih tinggi. Sebagai contoh, penambahan tarif sebesar 32%, meskipun sementara didiskon menjadi 10% selama tiga bulan, masih menambah beban bagi eksportir Indonesia.
"Kami tegaskan bahwa selama ini tarif yang diterapkan AS tidak menciptakan level playing field, termasuk dengan negara pesaing kita di ASEAN. Kami meminta agar diberikan tarif yang tidak lebih tinggi daripada negara-negara pesaing," tegas Airlangga.
Beberapa sektor ekspor utama Indonesia, seperti garmen, alas kaki, tekstil, furnitur, dan udang, menjadi sorotan utama dalam negosiasi ini. Produk-produk tersebut saat ini menghadapi tarif impor yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan produk sejenis dari negara lain. Meskipun ada diskon sementara sebesar 10% selama 90 hari untuk tarif 32%, AS tetap memberlakukan tarif proteksionis yang signifikan untuk barang-barang tekstil dan garmen, berkisar antara 10% hingga 37%. Akumulasi tarif ini, menurut Airlangga, menimbulkan biaya tambahan yang besar bagi eksportir Indonesia dan pada akhirnya membebani daya saing produk Indonesia di pasar AS.
"Meskipun saat ini tarifnya 10% untuk 90 hari, di sektor tekstil dan garmen sudah ada tarif 10-37%. Penambahan 10% lagi berarti bisa menjadi 20% atau bahkan 47%. Ini menjadi perhatian utama kita karena ekspor kita menjadi lebih mahal, dan biaya tambahan ini akan dibebankan kepada pembeli di AS dan juga kepada Indonesia sebagai negara pengirim," jelas Airlangga.
Lebih lanjut, Airlangga mengungkapkan bahwa Indonesia juga mendorong perluasan kerja sama ekonomi dengan AS di berbagai sektor strategis. Kerja sama yang lebih dalam diharapkan dapat terjalin di sektor investasi, pengembangan energi, pengembangan mineral penting, sektor keuangan, dan juga sektor pertahanan. Hal ini diharapkan dapat menciptakan sinergi yang lebih kuat dan saling menguntungkan bagi kedua negara.
Salah satu poin penting lainnya yang diangkat oleh Airlangga adalah kebijakan AS yang memberikan pembebasan tarif impor untuk produk elektronik dari China. Indonesia meminta agar AS menerapkan kebijakan serupa untuk produk-produk Indonesia, sebagai bentuk perlakuan yang adil dan seimbang. Indonesia berharap agar AS dapat mempertimbangkan secara serius usulan ini untuk menciptakan lingkungan perdagangan yang lebih setara.
"Kami mendorong kerangka kerja sama economic partnership yang dapat meningkatkan harmonisasi tarif, baik dari AS ke Indonesia maupun dari Indonesia ke AS," pungkas Airlangga.
Negosiasi ini memiliki implikasi yang sangat signifikan bagi perekonomian Indonesia. Penurunan tarif impor akan membuka akses yang lebih luas bagi produk-produk Indonesia ke pasar AS, meningkatkan volume ekspor, dan pada akhirnya berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi nasional. Keberhasilan negosiasi ini akan sangat bergantung pada kemampuan delegasi Indonesia untuk meyakinkan pihak AS akan pentingnya menciptakan lapangan persaingan yang adil dan seimbang, serta memberikan argumentasi yang kuat terkait dampak negatif tarif impor yang tinggi terhadap perekonomian Indonesia. Hasil negosiasi ini dinantikan dengan penuh harap oleh para pelaku usaha di Indonesia, khususnya di sektor-sektor yang selama ini terdampak oleh tarif impor yang tinggi di AS. Keberhasilan Indonesia dalam negosiasi ini akan menjadi tonggak penting dalam upaya pemerintah untuk meningkatkan daya saing produk nasional di pasar internasional. Perjuangan untuk mencapai kesepakatan yang menguntungkan bagi Indonesia masih panjang dan membutuhkan strategi yang terukur dan diplomasi yang efektif.